Tumgik
#pernikahanku
andromedanisa · 1 month
Text
aku tak pernah tahu rasanya menunggu jodoh bertahun-tahun itu seperti apa. karena aku menikah dengan suamiku diusia muda 20 tahun.
aku juga tak pernah tahu rasanya berselisih paham dengan mertua, karena dari awal pernikahan hingga saat ini kedua mertuaku sangat baik kepadaku.
aku juga tak pernah tahu rasanya tinggal seatap dengan mertua, merasa tidak nyaman dirumahnya atau konflik dengan ipar. karena sejak awal menikah suamiku telah menyiapkan rumah untukku tinggal bersamanya tanpa harus mencicipi tinggal dengan mertua.
aku tak pernah tahu rasanya bagaimana kesulitan ekonomi, pinjam uang sana dan sini, menggadaikan atau menjual aset untuk bisa makan hari ini. karena selama pernikahanku Allaah cukupi aku dan suami dengan kelapangan rezeki.
Allaah tidak menguji aku dalam hal demikian, tidak tentang menunggu jodoh, tidak dengan mertua, tidak dengan suami ataupun kesulitan ekonomi. tetap ku syukuri apapun keadaan itu hingga saat ini.
tapi apakah kamu tahu dimana letak ujianku? iya, Allaah uji aku dengan penantian buah hati. aku tidak tahu rasanya bagaimana lelahnya mengandung, melahirkan, ataupun mendidik seorang anak. karena selama 15 tahun pernikahanku aku belum pernah merasakan bagaimana perasaan terlambat haid.
jangan tanya bagaimana upayaku, percayalah aku sudah mengupayakan semua cara yang baik. saran dari banyak ahli, dan semua nasihat yang masuk aku semua sudah aku upayakan.
katanya hamil itu berat, menyusui itu membuat payah seorang ibu, dan merawat seorang bayi itu tidak mudah. iya, aku mengerti, keadaan itu sudah Allaah jelaskan di dalam Al-Qur'an. namun mereka tak akan pernah tahu dan juga pahamkan bagaimana beratnya menanti seorang anak sekian lama. letihnya berjuang dengan berbagai upaya yang tak jarang menyakitkan.
maka aku mendidik diriku, semakin kesini jadi semakin berhati-hati. tidak ingin mudah menilai seseorang tentang siapa yang paling berat ujiannya. semua orang sedang berjuang dengan ujiannya masing-masing. hanya Allaah yang tahu kadar keimanan seorang hambanya.
semakin kesini jadi semakin mencoba lebih mudah mensyukuri hal-hal kecil yang sudah dimiliki tanpa membandingkan kebahagiaan ku dengan yang lain. sebab keduanya tak akan pernah sama. dan tak membenci takdir atas apa yang terlewat dari hidup seperti;
Dibalik aku yang nggak bisa naik motor, ada rejeki bapak ojol.
Dibalik aku yang belum hamil, ada rezeki dokter dan perawat yang mengalir disitu karena ikhtiar bayi tabung, inseminasi dan ikhtiar lainnya.
Dibalik AC rumah yang udah nggak dingin atau rusak, ada rezeki tukang service AC yang hadir disitu.
Dibalik ban mobil yang bocor, ada rezeki tukang tukang tambal ban disitu atau ada juga rezeki warung starling yang juga mangkal disitu. sambil nunggu ditambal bannya sambil pesan minum sekalian.
intinya sejatuh dan terpuruk hidupku, tetap ada berkah bagi orang lain. seberat apapun kesedihan hidup yang sedang aku jalani, berbaik sangka sama Allaah adalah yang harus selalu diupayakan. dan bener, semakin kesini hanya ingin hidup tenang. semua yang sudah Allaah takar tak akan pernah tertukar. semua yang memang untukku akan tetap menujuku, yang tidak untukku akan melewatkanku sekuat apapun upayaku untuk menujunya.
jadi ujian mana yang lebih berat dan mana yang mulia? tak akan mengurangi kemuliaan ibunda Aisyah Radhiyallahuanha walau tak memiliki keturunan. tak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan Asiyah Binti Muzahim meski bersuamikan Firaun. tak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan dan kesucian ibunda Maryam yang melahirkan seorang anak tanpa pernah disentuh oleh laki-laki. tak akan mengurangi kemuliaan Fatimah Az Zahra walau hidup penuh dengan kekurangan. Mereka semua tetap mulia sebab Allaah telah memuliakan mereka, dan itu lebih dari cukup.
.
مَادَام اللّه مَعَك لَايُهمك شَخص أَذَاك، وَ مَادَام اللّه يَحفَظك لَاتَحزَن لِأَحَد أَهملك، وَ مَادَام اللّه يُرِيد لَك شَيْئ، فَلَنْ يَقف فِي وَجهِك شَيْئ أَبَدًا.
Selama Allah bersamamu jangan pedulikan orang yang menyakitimu, selama Allah melindungimu jangan sedih dengan orang yang mengabaikanmu, dan selama Allah ingin memberikan sesuatu untukmu, maka tidak akan ada yang menghalangimu.
***
ini bukan kisahku, namun sepanjang ia bercerita, ia selalu tersenyum seolah ingin mengabarkan bahwa ia sudah lapang atas semuanya...
208 notes · View notes
khoiriyalatifa · 7 months
Text
Jejak-Jejak Doa #2: Menanti Kabar Bahagia
Pernikahanku memasuki usia 2 bulan ketika aku mulai bertanya-tanya "Kok aku belum hamil juga ya?" Bukan tanpa alasan, sebab saat itu banyak sekali teman-teman yang baru saja menikah, namun sudah update test pack garis dua. Memasuki bulan ketiga, aku belum hamil juga. Tanpa bisa ditahan, menangislah aku dipelukan suamiku ketika haid datang tepat waktu. Memang masih terlalu dini untuk khawatir. Tapi, ternyata perasaan itu muncul dengan sendirinya.
Bulan keempat pun datang, tapi kabar bahagia itu tidak kunjung mendatangi kami. Kami mencoba berikhtiyar dengan lebih baik: membeli ovutest, minum madu, makan yang bergizi dan lain sebagainya. Namun, lagi-lagi hasilnya masih nihil. Dada rasanya sesak setiap kali Ibuk menanyakan kabar. Sedih rasanya belum bisa memberikan kabar bahagia yang ditunggu-tunggunya, kehadiran cucu pertama.
Memasuki bulan kelima, aku mulai was-was. Aku mulai mempertanyakan diriku sendiri. Ada yang salah kah? Ada yang tidak benar kah ini? Kepercayaan diriku perlahan merosot. Aku pun mulai menyalahkan diri sendiri. Dalam keterpurukan itu, ada satu waktu di waktu dhuha, di mushola kantor, aku menangis hebat. Kuadukan semuanya pada Allah. Semua perasaan: takut, sedih, kecewa, marah, tumpah ruah saat itu. Sudah lama aku tidak merasakan sedekat itu curhat ke Allah. Baru terasa, kegundahanku akan masa depan selama ini mungkin karena kurang dekat dengan Dzat Yang Maha Mengetahui. Setelah momen itu, aku menjadi lebih siap dengan keputusan Allah, apapun itu.
Bulan ke enam, perasaanku menjadi lebih lapang dan ringan. Jika Allah izinkan, maka mudah bagi-Nya untuk meniupkan ruh ke dalam rahimku. Bilapun belum saatnya, maka hal itu pasti yang terbaik menurut skenario-Nya.
Dan, qadarullah. Memang sudah paling benar yang namanya berserah diri.
Aku hamil.
13 notes · View notes
nishabila · 2 months
Text
Ramadan yang Berbeda
Hidup selalu saja menyajikan berita-berita tak terduga dengan silih berganti. Di awal tahun ini dan akhir tahun lalu, aku baru saja kehilangan dua sosok yang aku cinta meski dengan bentuk yang berbeda. Yangkung, dan Ayah, mereka terlalu cepat untuk pergi meninggalkanku. Meskipun begitu Allah juga memberikan sosok baru dalam hidupku yang akan menggantikan peran mereka nantinya. Ramadan tahun ini tidak ada lagi mudik ke Tuban, karena keluaga ayahku berasal dari sana. Rumah yang dulu hangat dan penuh keceriaan saat lebaran, kini telah usang. Rumah yang cukup besar itu kosong, meninggalkan kenangannya saja.
Rumah itu mungkin sangat berarti untuk ayahku dan juga saudara-saudaranya. Namun, kini Yangti, Kung dan Ayah sudah bersemayam dengan makam yang saling berdekatan satu sama lain. Do'aku tak akan pernah putus dan usai untuk mendoakan mereka. Semoga Allah memberikan pengampunan atas kesalahab-kesalahan mereka dan juga menerima segala amal dan kebaikan mereka sekalipun hanya sebiji dzarrah.
Ramadhan kali ini benar-benar baru bagiku. Karena aku memulai kehidupan baru di dunia yang selama ini bukan seperti lingkungan sebagaimana aku tumbuh. Sedikit banyak berbeda, namun bagaimanapun juga Allah memberikan keberkahan ramadhan bagi semua umat muslim. Aku mendatangi kajian-kajian di masjid yang sudah lama aku ingin datangi sekaligus menunaikan salat tarawih di sana. Mungkin, sebagai bentuk healing, karena sudah cukup lama aku merasa tidak mendapatkan siraman rohani untuk menyirami jiwaku yang kering ini. Ya Allah, lindungilah aku dari kejahatan syaitan dan dunawi yang fana ini, perkumpulkanlah aku dengan orang-orang baik dan shaleh selalu hingga nanti setelah menikah.
Pernikahanku akan berlangsung beberapa bulan lagi, dan semakin hari semakin ada saja ujian yang datang untuk menggoyahkan. Dulu aku berpikiran dan mendapatkan cerita bahwa ada saja yang terjadi menjelang hari pernikahan itu tiba. Rasanya aku ingin beristighfar memohon ampun sebanyak-banyaknya terhadapa Allah, atas kesalahan yang aku perbuat selama ini. Do'aku agar proses perjalanan menuju ibadah panjang ini semoga senantiasa diberkahi dan juga dimudahkan. Ya Allah, tetapkanlah hatiku dan juga calon agar tetap berpegang teguh kepada tali agama Mu ini. kuatkanlah kami menghadapai aral yang melintang hingga tiba waktu dimana calonku mengucap janji kepadaMu ya Allah.
Ampunilah segala dosa kami, aaamiin
2 notes · View notes
sarasastra · 1 year
Text
Kondisi Rumahtangga
Malam ini, ada seorang istri yang tengah termenung. Sedang sedih dan bertanya-tanya "mengapa nasib pernikahanku seperti ini?"
Ada juga, seorang istri yang tengah bersyukur memiliki kehidupan rumahtangga sebagaimana harapannya sejak dulu.
Rumahtangga itu, wahai sobat—tidak selamanya berisi hal-hal yang 'mudah sekali' disyukuri. Tidak juga selamanya berisi hal-hal merana yang membuat sedih, menyesal, sampai berpikir macam-macam seperti; perpisahan.
Kondisi rumahtangga itu seperti ombak di lautan. Ada masanya ia pasang, ada masanya surut. Kadang seperti danau juga, tenang. Tidak beriak. Kadang juga seperti sungai, melaju terus menerjang apapun yang dihadapan.
Sepertinya perlambang air agak cocok untuk perumpamaan kondisi rumahtangga ini. Karena air itu, menyesuaikan diri. Dimana ia berada, ia akan berbentuk seperti 'wadahnya'.
Air bisa membeku, bisa juga mendidih. Seringkali stabil, tapi bisa menghangat bisa juga jadi sejuk. Tergantung bagaimana lingkungan (faktor eksternal) mempengaruhi suhu didalamnya.
Dunia serasa akan berakhir ketika masalah berat datang menerpa. Sulit rasanya mengatasi masalah tersebut. Butuh kerjasama dengan pasangan. Ngga bisa sendirian.
Kita perlu menempatkan masalah yang datang tersebut sebagai musuh bersama. Pasangan perlu notice juga kalau hal itu benar-benar masalah, jangan cuma kita yang sadar kalau lagi ada masalah disesuatu hal dikehidupan rumahtangga kita.
Kalau masalahnya letaknya ada dipasangan, itu lebih sulit lagi (biasanya). Karena bagaimana kehidupan rumahtangga bisa samawa kalau sumber masalahnya justru dari pasangannya. Yang mestinya jadi sumber ketenangan malah jadi sumber masalah. Jangan sampai deh ya...
Tapi kalau ternyata dalam diri pasangan ada masalah yang baru ketahuan, dan dia sadar bahwa dirinya punya suatu masalah, maka sebagai pasangannya; mari kita bantu. Bantu ia mengenali dan mengatasi masalahnya. Bagaimana pun cara terbaiknya.
Mau kita bantu sendiri atau memang ternyata butuh bantuan profesional. Silakan, disesuaikan. Yang pasti, support satu sama lain. Jangan 'ditinggalkan'.
Jangan lupa untuk selalu minta tolong sama Allah, minta diberi petunjuk terkait apa hal terbaik—keputusan yang benar dalam menghadapi setiap permasalahan di rumahtangga kita.
Tangerang, 27 Desember 2022 | 23.00 WIB
23 notes · View notes
silminadilah · 2 months
Text
Bukan rumah sebenarnya
Beberapa orang mungkin punya vibe: not your home. And thats okay, gak semua tempat juga bisa jadi tempat pulang bukan?
I always feels like home when I met my old friends who knows me by heart. Yang tahu kalau aku gak mau mendapatkan sesuatu dengan cara curang atau menyakiti orang lain, mendingan ngalah, mundur, nangis sehari dua hari, sebulan dua bulan, besoknya lukanyamungkin masih ada, tapi kita sudah tumbuh dengan pemahaman yang jauh lebih dalam.
Iya, dulu gue cupu dan serba sradak sruduk. Doa andalan gue adalah:
Ya Allah, aku gak tega dan gak pintar juga mengendalikan hati. Kalau memang menurutmu ini tidak baik untuk agamaku, untuk keluargaku dan untukku, maka paksa saja aku berhenti dengan cara apapun.
Akhirnya?
Ketabrak tembok, sakit.
Beberapa tahun lalu, disaat banyak teman seumuran menikah, aku masih bertanya, harus dengan orang seperti apa aku menikah? Apa tujuan aku menikah? Bagaimana cara bisa selalu bahagia dengan pernikahanku nanti?
Sampai saat ini semua pertanyaan itu masih pelan pelan coba aku jawab. Setidaknya, saat ini sudah tahu kalau aku tidak bisa dengan orang yang tempramental, nggak nyambung diajak discuss, nggak bisa diajak kerjasama atau bahkan keluarganya manipulating dan toxic. So exhausted to be in that kind of relationship.
Seperti saat misal kamu visit contoh rumah yang hendak kamu beli/ tinggali. Setelah mengandalkan beberapa parameter logis tentang tempat tersebut seperti: jarak rumah ke tempat tempat strategis, drainase, lokasi septictank, sumber air, ada retak atau tidak di dinding dan penilaian estetika juga, selain itu, kamu akan kembali bertanya pada diri sendiri: apakah aku bisa melihat momen momen indah dan perjuangan dilakukan di rumah ini? Apakah rumah ini terasa tepat dan nyaman?
Begitu juga dengan seseorang, kupikir.
Kalau diperjalanan dia sesekali menyakiti, anggaplah seperti genting yang bocor dan perlu diperbaiki. Mungkin bisa jadi rumah terkena bencana, lalu rusak, kita bersedih dan pasrah lalu pergi. Mungkin juga, rumah sudah tidak layak dihuni, kita perbaiki lalu tinggal kembali dengan perasaan yang lebih nyaman.
Ada banyak jenis manusia, tapi hati mungkin tertaut pada beberapa saja diantaranya. Semoga ketika itu terjadi lagi, ia tertaut pada rumah sebenarnya.
3 notes · View notes
npshab · 11 months
Text
Suka melihat kembali ke dalam hubunganku & suamiku.
Kadang kalo ada kesempatan pergi berdua doang, pengen ih kaya dulu lagi tatapannya kaya waktu dia masih naksir diem diem itu loh wkwk. Tapi sekarang ga kaya gitu, ya aku ya juga ga bilang pengen gitu sih jadi wajar kalo dia tidak melakukan apa yg aku mau kan. Waktu taun taun awal pernikahan lah ya suka kepikiran yg aneh aneh lah, misalnya kaya jadi banding2in dia sama cowo cowo di drakor gt, terus kaya mikir “aku tuh udah ga menarik lagi kali ya?!” Wkwkwkwkwk. Sekarang engga mikir gitu lagi sih, setelah melihat bagaimana realitanya yg kami jalani ini, pergi berdua sih tapi itu cuma aku buntutin dia ke proyek atau meeting atau belanja urusan proyek. Wajar banget dia ga ada waktu ngahuleng atau memandangi aku kan.
Atau hal lainnya kadang kita duduk sampingan tapi sibuk masing masing sama hp. Awalnya aku ngerasa miris, ko gini amat ya hubungan pernikahanku hiks. Tapi setelah aku pikirin lagi, emang kenapa deh dengan main hp pas deket sama pasangan?! Kalo ada sesuatu yg harus didiskusiin ya kami lakukan juga, kalo ada masalah kami selesaikan dulu, intinya main hp juga ya karena pengen aja atuh hiburan juga buat di rumahku yg ga ada tv. Wajar aja sama sama cape dan pengen hiburan tapi sambil diem aja, ngapain lagi selain nonton?! Aku netflix an, lalu suamiku biasanya nonton pertandingan bola yg dia lewatkan. Udah ga ada masalah.
Meskipun nampaknya hubungan dalam rumah tangga itu gini gini aja, tapi tetep ajasih kangen mah ada. Ternyata aku ga sanggup meskipun cuma tinggal seminggu doang keluar kota haha:’) adik aku pernah bilang katanya heran bgt sm aku dan suamiku yang meskipun ketemu tiap hari tapi sekalinya suami aku kerja keluar bentar doang bisa chat mulu wkwkwkwkwkwk “ngomongin apa sih kalian teh apa gabisa nanti aja ceritanya pas di rumah?!” Cenah wkwk. Aku baru ngeuh pas adik aku ngomong gt sih. Ya juga. Ya pas pulang kerja di rumah kita ngobrol lagi sih ya beda topik juga. Ga ada yang posesif ataupun curigaan diantara kami berdua, jadi ya chat mulu bukan berarti posesif atau curiga, ya kebiasaan aja apa apa pengen diomongin wkwk. Aku baru menyadari ya makanya ketika suami aku lagi dinas keluar kota atau keluar pulau, aku suka kesepian banget, ya karena ga ada yg ngewaro obrolan recehku hahahahahaha.
Sejauh ini suamiku masih orang no. 1 paling sefrekuensi sm aku sih wkwk. Alhamdulillah.
8 notes · View notes
chocohazel · 1 year
Text
Takut Jadi Biasa
Entah sejak kapan aku mulai menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar menarik dari diriku. Semuanya biasa, tidak ada yang istimewa. Rupaku, sifatku, caraku berjalan, caraku bicara, kehidupanku, semuanya biasa. Hingga terkadang aku merasa bingung tentang apa yang sebenarnya dapat disoroti dari pribadiku. Aku tidak memiliki keahlian khusus yang membuatku merasa dibutuhkan. Kontribusiku atas apapun, selalu temeh-temeh—sekadar meramaikan. Aku canggung. Sulit bagiku untuk menjaga agar percakapan terus berjalan secara natural sebagaimana mestinya, itu satu hal. Sementara hal lainnya adalah dengan persona yang sangat biasa, pertemuan pertama denganku tidak akan memberikanmu kesan apa-apa.
Sejak kecil aku hanya memiliki satu kegemaran, lagi-lagi hanya kegemaran biasa. Kegemaran yang kugeluti sebagai caraku untuk tenggelam dalam dunia yang tidak akan pernah kutempati—setidaknya di hidupku saat ini. Kegemaran yang bagiku amat menyenangkan, namun perlahan kusadari satu-satunya kegemaranku ini bahkan tidak bisa menjadikanku istimewa.
Untuk berupaya menjadi entitas yang istimewa pun nampaknya aku tidak punya modal. Aku bahkan tidak benar-benar memiliki satu nama panggilan. Ketika bertemu dengan orang baru, aku bahkan kebingungan harus menyebutkan siapa nama panggilanku. Apakah relasiku dengan orang baru ini? Dari mana ia mengenalku? Di bagian manakah kehidupan kami beririsan? Aku harus memikirkan hal-hal itu di detik-detik sebelum menyebutkan sendiri nama panggilanku. Suatu ketika aku bahkan membayangkan hal yang tidak penting. Kelak sungguh kelak, jikapun tiba masanya, inisial namaku yang mana yang akan kutuliskan di halaman depan undangan pernikahanku?
Maka atribut istimewa apa yang tersisa?
Sebagai orang biasa yang selalu merasa takut menjadi biasa, kuakui terkadang aku menjadi lebih keras terhadap diriku sendiri. Jika seseorang menyuruhku menyebutkan tiga nama orang yang kucintai secara spontan, aku bahkan merasa tidak perlu menyebutkan namaku. Maksudku, aku tidak membenci diriku—aku benar-benar takut akan melakukannya. Namun, orang lain rasanya lebih mudah dicintai, lebih menyenangkan, lebih membanggakan, lebih layak diterima, lebih lekat dengan ciri dan persona tertentu—dan memiiki nama panggilan yang tidak berubah-ubah.
Istimewa, tidak sepertiku.
Oh tidak, ketakutan ini bahkan melahirkan ketakutan baru.
12 notes · View notes
endahharuhi · 1 year
Text
Chapter 6
Chapter 6
Semua warga di Kota Mulya dikejutkan dengan kabar yang muncul di berita televisi. “Mayat wanita yang diperkirakan berusia tiga-puluh tahunan ditemukan di Danau Mulya sore ini dengan pesan pembunuh berantai tujuh tahun lalu. Korban adalah wanita yang bekerja di restoran lokal. Penyebab kematiannya belum terungkap. Namun, polisi akan menyelidiki kemungkinan pembunuhan berantai, efek peniruan, atau pembunuhan balas dendam”. Begitulah headline beritanya.
Mona ditemukan mengapung di Danau Mulya beberapa hari kemudian, lengkap dengan helm di kepalanya. 
***
“Apa? Kakakku? Bilang padanya kalau uangnya sudah terpakai untuk pernikahanku. Itu kewajibannya sebagai kakak untuk membiayaiku. Aku tak mau membayar hutang-hutangnya!”, teriak seorang lelaki.
“Maaf, kami bukan ingin menagih hutang. Kami memiliki kabar terkait nona Wanda”, kata polisi diujung telepon.
“Bagaimana kamu nama itu? Itu nama kakakku dahulu”, kata lelaki itu tercekat.
“Dua KTP ditemukan di antara barang-barangnya. Dia sudah meninggal”.
***
Dina tak kuasa menahan tangis saat masuk ke ruang investigasi. Dia melihat barang-barang yang malam itu dipakai Mona telah tertata rapi di atas meja. Dia menangis memanggil-manggil nama Mona.
Dari luar, terdengar suara marah milik Nadia. “Kenapa kalian menyuruhnya memeriksa barang-barangnya? Tak punya hati nurani!”. Umpatnya kepada rekan kerjanya.
Nadia membuka pintu. Dilihatnya Dina sedang menangis sampai berlutut. Dipeluknya wanita yang sudah dianggapnya sebagai saudara itu.
“Mbak. Mbak nggak harus ngeliat semua ini”, kata Nadia mengelus-elus punggungnya mencoba menenangkan. Tangis Dina mengeras.
Setelah kira-kira setengah jam, Dina mulai tenang. Nadia pun mengajaknya duduk di kursi yang ada di pojok ruangan.
“Kenapa malam itu dia bersikeras mengantar pesanan itu? Harusnya aku”, kata Dina mencoba mengelap air matanya.
“Mbak, nggak boleh gitu. Kematian Mona adalah kesalahan pembunuhnya! Bukan kesalahan mbak! Ini bukan waktunya menyalahkan diri sendiri, tugas kita adalah menangkap pembunuhnya. Mbak tau kan?”, kata Nadia.
Dina mengangguk lesu. “Nad, Mbak nggak begitu yakin soal yang lain, tapi mbak masih ingat dengan jelas bentuk mata pembunuh Mbak Mega dulu, saat aku mengintip di balik lubang pintu. Kalau pembunuhnya sama dan mbak bisa melihatnya sekali lagi, aku pasti akan mengenalinya”, tambahnya sambil sesenggukan.
***
“Dia menikamnya sekali di leher, lukanya cukup lebar, sepertinya memang kapak. Namun tak ada luka perlawanan. Ini adalah serangan mendadak yang tidak diduga oleh korban”, kata dokter forensik saat Nadia dan Pak Jarot memeriksa mayat Mona di ruang otopsi. “Oh iya aku menemukan benda aneh di tenggorokannya. Benda sebesar kelereng berwarna kuning terang”, tambahnya.
“Kuning terang?”, tanya Nadia.
“Bentuknya tidak jelas tapi warnanya terang”, katanya sambil mengangguk. “Aku tak tahu benda apa itu”.
“Kenapa pembunuh memasukkan benda itu ke mulutnya?”, Nadia bertanya lagi.
“Bukan, bukan pembunuhnya yang memasukkan ke mulutnya. Namun korban menelannya sendiri”.
“Apa?”, kata Nadia terbelalak.
“Benda kuning itu ada ditenggorokannya. Untuk sampai di sana, butuh tekanan lebih dalam”, dokter itu kembali menjelaskan. “Ini menunjukkan korban sengaja menelannya sebelum mati”.
“Jadi Mona masih hidup saat itu?”
“Jika arteri teriris, dia pasti langsung mati. Namun hanya venanya yang teriris. Jadi darah dia keluar perlahan. Dia masih hidup sekitar 30 menit”.
“Kenapa Mona menelannya?”, Nadia bergumam.
“Mungkin dia ingin meninggalkan pesan untuk kita”, jawab Pak Jarot.
***
Nadia mendorong papan tulis ke dalam ruang rapat. Ia mulai menempel foto-foto bukti sebagai petunjuk penyelidikan di papan tersebut dengan rapi.
“Apa yang bisa disimpulkan dari bukti-bukti ini?”, tanya Pak Jarot.
“Pembunuhan ini jelas terencana. Pelaku memesan spaghetti untuk diantar ke pondok di samping danau. Ia membunuh dengan menghujamkan kapak ke leher korban, setelah itu pelaku membuang korban ke danau lengkap dengan helm, motor, serta kertas kecil di saku kiri korban sebagai pesan dari pelaku. Pelakunya diduga lelaki dengan ukuran sepatu 260 mm. Kejahatan terjadi pada tanggal 14 antara pukul 20.30 sampai 22.30”.
“Kira-kira apa motif pelaku membunuh Mona?”
“Hutang? Pak Jarot ingat,  beberapa hari yang lalu ada laki-laki yang membuat keributan untuk menagih hutang ke Mbak Mona? Dia punya motif”.
“Menurutmu dia Joker? Atau peniru Joker?”
“Hmm… Entahlah. Bisa keduanya Pak. Tapi sepertinya pelaku sangat mengenal Kios Lavender. Dia hanya memesan satu porsi. Tak banyak kios yang menerima pesan antar hanya untuk satu porsi. Selain itu, CCTV di kios Mbak Dina sempat diputus kabelnya oleh seseorang”.
“Ohiya, bukannya kemarin Dina sudah datang ke kantor pusat untuk pembuatan sketsa wajah pelaku?, tanya Pak Jarot. “Dia satu-satunya orang yang pernah bertemu dengan Joker”. Pak Jarot menyalakan komputer.
“Pak, kenapa dulu saat kasus Klinik Kecantikan Mega, Mbak Dina bisa selamat?, tanya Nadia penasaran. “Di berkas saksi hanya tertulis bahwa Mbak Dina pingsan setelah melihat wajah pelaku dari lubang pintu”.
“Itu adalah keberuntungan Nad. Saat itu di ruko sebelah klinik terjadi kebakaran, sehingga orang-orang menelpon 113, dan pemadam kebakaran pun datang”.
Nadia hanya terdiam mendengar penjelasan itu.
“Nad, menurutmu benda apa yang ditelan Mona sampai ke tenggorokannya? Aku benar-benar penasaran tentang benda itu”.
“Sebenarnya aku familiar dengan benda terang itu Pak. Warnanya unik, seperti stabilo kuning. Tak banyak benda-benda yang punya warna itu”, kata Nadia.
“Menurutmu berapa banyak orang yang biasa menggunakan kapak di kota ini?”, tanya Pak Jarot menunjukkan sketsa wajah pelaku yang ada di komputer.
Mendengar pertanyaan itu, Nadia langsung bangkit dari tempat duduknya. Tiba-tiba ia teringat Pak Mamad yang membeli kapak beberapa hari yang lalu. Setelah itu, dia segera pergi dari kantor polisi.
***
Nadia segera bergegas lari ke sebuah tempat. Toko Perkakas. Jojo menyapanya ramah, tapi Nadia langsung masuk ke toko yang menyambung dengan rumah itu. Semua teka-teki tiba-tiba terhubung menjadi satu.
Toko ini adalah satu-satunya tempat yang menjual kapak di daerah sini, di warung Bu Ani pun tak ada. Joker yang kembali setelah tujuh tahun. Benda kuning terang seukuran kelereng. Jejak sepatu berukuran 260 mm. Sketsa wajah dengan mata tajam. Semua petunjuk itu seperti terkoneksi menjadi satu.
Nadia membuka semua pintu di rumah yang tak memiliki jam dinding ini. Tak ada siapapun. Sampai akhirnya dia membuka ruangan yang ada di ujung. Kamar itu gelap. Terlihat seorang lelaki tua duduk di kasur, di ujung tempat tidurnya terdapat kursi roda yang sudah mulai berdebu.
Saat dia berada dalam kegelapan selama tujuh tahun,  semua orang sudah melupakannya, menyingkirkannya selamanya. 
Lelaki tua itu melihatku sambil tersenyum licik. “Akhirnya kau datang juga. Kau kemari untuk menahanku?”
Tiba-tiba Jojo menyusul masuk ke dalam kamar. Ia berkata terbata-bata, “Nad… Nad… Aku, Aku bisa bertanggung jawab untuk semuanya. Tolong Nad!”
Nadia tak menghiraukannya. Dia menatap lelaki tua yang menggunakan penyumpal suara berwarna kuning terang di telinganya. Dulu, ia sering melihat benda itu. “Pak. Ayo ikut dengan saya”, kata Nadia dengan kemarahan yang ditahan.
Jojo mengguncang-guncang badannya. “Nad, Nad, please. Ayahku, ayahku adalah satu-satunya yang kupunya Nad.”
Nadia melepaskan tangan Jojo yang mencengkramnya. “Pak, Silahkan bangun dan ikut saya ke kantor polisi”, kata Nadia.
Lelaki itu pun bangkit.
Tujuh tahun lalu, semua orang tahu bahwa lelaki itu tak bisa bergerak. Dia lumpuh setelah jatuh saat bekerja membetulkan atap.
***
“Putramu akan pergi dari Kota Mulya”, kata Nadia kepada Ayah Jojo di ruang interogasi. “Kenapa dia harus menderita padahal kamu pembunuhnya?”.
Lelaki itu memandang Nadia dengan wajah datar. Tak ada ekspresi di wajahnya. “Apa orang-orang menuduhnya sebagai anak pembunuh?”  Sudut bibirnya terangkat.
Nadia menghela nafas. “Kau tahu Pak, meski begitu Jojo masih menganggapmu sebagai ayah. Padahal ayahnya berusaha menjebak putranya, tapi ia ingin memberikan pesan sampai jumpa padamu”.
“Dia bukan komplotanku”, jawabnya sinis.
“Sementara kau duduk diam di sini, detail pribadi Jojo tersebar luas, dan dia sudah dikucilkan. Seharusnya kamu memikirkannya, dan membayar kejahatanmu seperti seorang ayah”.
Nadia bangkit dari duduknya hendak pergi ketika lelaki itu tiba-tiba berteriak, “Mereka semua berisik. Mereka memandangku rendah. Mereka semua sialan”.
Lelaki itu memegang telinganya, “Mereka tak bisa memperbaiki toiletnya sendiri. Wanita-wanita idiot terus-terusan mencariku bahkan saat gasnya mati. Tapi mereka sombong dan berisik, jadi aku tak tahan. Wanita-wanita itu sama saja seperti istriku dulu. Kupikir aku bisa membunuh mereka, jadi aku membunuh mereka”.
“Karena itukah kau membunuh semua wanita itu?”
“Raut wajah mereka selalu seperti mengejekku miskin. Telingaku selalu berdengung setiap kali aku marah hilang kendali. Aku tak bisa hidup dengan dengung itu, kan? Aku bahkan tak tahan mendengar suara jam”.
“Lalu, kenapa kau membunuh Mona?”
Lelaki itu tersenyum sinis, “Kalau itu karena aku mengira dia adalah jalang yang satunya lagi. Kenapa dia yang harus datang mengantar makanannya? Dia bahkan memakai gelang milik Dina”.
“Kau membunuh Mona di pondok dekat danau, setelah itu menceburkannya ke dalam danau, kan?
Joker hanya tersenyum. “Kau tau nak, orang sepertiku akan selalu ada”.
“Lebih banyak orang seperti mu atau seperti ku? Orang jahat hanya satu dari seratus, tapi orang baik akan terus berkembang. Bahkan dalam setiap kejahatan, polisi akan memastikan mereka selalu datang berkelompok dan kalian — penjahat, akan selalu kalah dalam jumlah. Itu hukum angka dan setiap kejahatan pasti akan terungkap!”
***
EPILOG
Kring… Kring…
Suara telepon berbunyi. “Halo, dengan Kios Lavender”, jawab Dina. Ia mendengarkan dengan seksama, kemudian membelalakkan mata dan menutup mulut dengan satu tangannya. Ia terkejut mendengarkan penjelasan di ujung telepon. 
Telepon itu dari perusahaan asuransi, katanya Dina tercatat sebagai tertanggung dari asuransi jiwa milik Mona. Uang pertanggungan atas kematian  Mona akan diberikan kepadanya sebesar seratus juta. 
“Mon, hutangmu pun kamu lunasi sepeninggalanmu! Kamu benar-benar orang baik.”
[Tamat]
16 notes · View notes
rpreaperperson · 1 year
Text
Childe x reader AU Modern
Warn: none just lil bit yandere 
dimension travel
ada bumbu yanderenya ama Sci-fi dikit 
buat kouhai tercintah~ @dumb-intp​
*Childe POV*
Merah.. badannya...dilumuri oleh cairan merah yang amis wajahnya memucat seiring waktu karena darah yang keluar.
Sudah aku berteriak meminta tolong tapi situasi sepi menunggu bantuan pun aku khawatir ia tidak akan...
“Siapa saja!! tolong!” teriakku pergi mencari bantuan..mobil sudah remuk tidak berbentuk, kaki ku terasa sakit untuk berdiri untuk sampai kepadanya saja aku harus menyeret untung saja jaraknya denganku tidak jauh.
“hey..kumohon ..bangun bangun...”aku menepuk-nepuk pipinya, tapi tidak ada jawaban darinya aku semakin memeluknya erat menoleh kanan kiri.
“c-Chil...de...”
“?! “ begitu mendengar rintihannya aku langsung menoleh kearahnya
“Sayang!..b-bagaimana keadaanmu?” aku semakin mengeratkan dekapanku
“uh..sakit...” rintih Alma memegang perutnya
“Tenang saja! a-aku akan panggil bantuan ya!” aku mengusap pipinya yang lembut namun bersimbah darah
“Childe...jangan pergi..aku ngantuk...”
“h-hey..shh shhh jangan tidur! Dengar jangan tidur shh shh”
“uhh..” kepalanya terasa lemas dan kelopak matanya menutup
Aku mendengar ada suara klakson mobil, terlihat ada dua orang yang keluar dari mobil tersebut disaat aku ingin berteriak minta tolong kepalaku tiba-tiba pening dan penglihatanku menjadi hitam.
  .
 Kejadian itu sudah berlalu lama kecelakaan dimana merengut nyawa istriku...semua kerabatnya menangis dan sebagian dari mereka menatapku kasihan, kumohon jangan menatapku seperti itu..aku tidak tahan...ditambah lagi..ia ternyata mengandung anakku...disaat Dokter memeriksanya Alma telah mengandung selama 6 minggu.
Setelah aku mendengar berita itu duniaku seketika terdiam dan hatiku berteriak...pulang kerumah aku mendapati kotak hadiah kecil yang isinya test pack dan surat yang berisikan tulisan
‘Selamat Jadi AYAHHH~~!’
Seketika mataku berair membacanya
Diselimuti oleh despresi aku mencoba membuat alat time travel..untungnya ia dan aku adalah scientist dan suka membuat hal-hal yang mustahil, ahh...mengingatnya saja sudah membuat mataku berair..jika saja aku dapat menghidari mobil hitam itu...jika saja aku dapat melindunginya..jika saja....
Mengepalkan tanganku erat bisa kurasakan tanganku basah akan sesuatu, perlahan aku melemaskan genggamanku dan melihat tanganku yang bersimbah darah.
Mengingatku akan waktu itu...
“Tenang saja..cintaku..kita akan bersama lagi” senyumku teduh menoleh kearah foto pernikahan kita didepannya terdapat cincin pernikahannya, berjalan perlahan aku mengusap fotonya.
  .
  3 tahun berlalu dan jerih payahku berhasil terwujudkan mesin time travelku berhasil dibuat.
“Akhirnya...aku berhasil” senyum merekah di wajahku, menoleh kearah foto pernikahan aku memeluk foto itu dan mengecup cincinnya.
“Sebelum itu aku harus membersihkan diriku” bajuku telah basah dengan keringat dari usaha membuat mesin ini aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri, meletakkan foto pernikahanku dan cincin di meja kecil.
Selesai mandi aku memakai baju yang ia beri saat ulang tahunku, Coat coklat muda dengan kemeja putih dan celana yang warnanya sama dengan coat hahh...sudah lama aku tidak memakai ini, setelan ini selalu mengingatkanku padanya..kalau tidak salah dia juga mempunyai setelan yang sama hanya saja untuk perempuan.
“ah..~ aku jadi tidak sabar...bertemu denganmu lagi” mengambil cincinnya juga perlengkapan lain seperti dompet dan meletakkan di dalam saku coatku aku mengaktifkan mesin waktu, terlihat cahaya biru muncul dari bulatan tersebut
“Selanjutnya..memasukkan tanggal...hm..bagaimana kalau tanggal ini” tentunya aku memilih tanggal sebelum kecelakaan itu.
Setelah itu aku menekan tombol untuk memulai mesinnya untuk bekerja dan benar saja bulatan itu membuat portal ke masa itu
Dengan senyum merekah aku berjalan perlahan ke dalam portal itu menemui cintaku satu-satunya.
*END POV*
 .
 .
  Setelah memasuki portal itu Childe membelakkan matanya melihat pemandangan taman yang menjadi tempat Childe melamar kekasihnya, di waktunya taman ini sudah ramai dan terlihat tidak menarik lagi karena banyak yang merusak fasilitasnya.
‘ya tempat ini..adalah tempat dimana aku dan dia pertama kali bertemu.. dan tempat aku melamarnya...’ Childe mengusap- usap cincin Alma yang berada didalam kantongnya.
“yosh...sekarang..dimana kau berada..” gumam Childe lalu ia pergi meninggalkan taman, karena tujuannya yang utama adalah bertemu pasangannya dan menghentikan kecelakaan itu terjadi.
   .
   Jarak antara taman dan rumah kekasihnya tidak terlalu jauh, jantung Childe terasa berdegup kencang tidak sabar bertemu dengan pasangannya lagi setelah sekian lama.
Sampai disana Childe menatap rumahnya nostalgia, namun ada mobil yang tidak ia kenal di depan rumahnya, mengangkat alisnya bingung
‘Ah..masa bodo...’
Lalu pintu depan terbuka memperlihat istrinya tercinta dengan dress peach manis yang membuatnya semakin menawan, seketika Childe berhenti bernapas terasa dunia terhenti oh....betapa rindunya ia kepada istrinya 
Bisikan nama istrnya keluar dari mulut setitik air mata turun dari matanya, kaki panjang Childe melangkah ke arahnya seperti terhipnotis   
“Oii..! jangan lupa ini” suara lelaki yang tidak dikenal oleh Childe, langkah Childe terhenti dan matanya terbelak saat melihat lelaki yang ia sangat kenal dan sangat benci
“Ah! iya...eheh” 
“kau ini..” lelaki itu memberi kecupan ke dahinya sehingga membuatnya memerah.
‘Beraninya dia...’ menggeretakkan gigi Childe menatap benci lelaki itu
‘Kenapa dia bersamanya?! Penguntit yang selalu mengincarnya? y-yang selalu memberikan pesan-pesan tidak senonoh itu? Apa-apaan ini..?!’ terlihat seperti menyadari sesuatu Childe menatap mobil yang dimasuki lelaki itu dan Alma
‘Kalau tidak salah...mobil itu..’ Childe teringat kejadian itu mobil yang sama dengan mobil yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi
‘jangan-jangan dia...dia yang menyebabkan ....’ rasa beci Childe berubah menjadi dendam, tenggelam dalam rasa kebenciannya Childe tidak tau kalau Istrnya telah menyadarinya saat masuk ke mobil, menoleh kebelakang Alma mendapati cinta pertamanya disana
‘Ch-Childe?! ‘ cinta pertama yang meninggal ‘bunuh diri’
“Ada apa sayang?”
ia terbelak dan menoleh kearah kekasih barunya
“eh?! T-tidak” menoleh kebelakang lagi namun tidak ada tanda-tanda dari pria berambut orange itu
   .
   Selama menetap di waktu masa lalu Childe menyadari sesuatu yang janggal, Childe di masa ini telah tiada karena bunuh diri ,ia berteori kalau mesin yang buat ini bukanlah mesin waktu...namun dimension travel.
‘Apa harus aku membuat mesin baru lagi..tapi...mengingat pria itu menjadi pasangan barunya....ughh aku tidak terima.. ’Lalu Childe merencanakan sesuatu
   .
   “Sayangg~...aku pergi dulu ya” dia mengangguk pelan
“iyaa!” lalu lelaki itu pergi meninggalkan rumahnya dengan mobil, setelah pasangan barunya itu pergi wanita itu berjalan kekamarnya dan mencari sesuatu didalam lemarinya.
Diambil kotak sedang berisikan foto-foto dan pernak-pernik ,foto Childe dan dirinya berdampingan
“waktu..itu...apa mataku yang salah..?”mengusap foto Childe ia kembali mengingat masa-masa muda mereka,lalu terdengar pintu depan terbuka
“? Apa ada yang tertinggal?” membereskan kotaknya dan menyimpan kembali kedalam lemari
“Kenapa?? Ada yang ter-- ?!” ia terkejut bukan main mendapati cinta pertamanya di depan muka
Childe mengucapkan namanya dan berjalan mendekati
“k-k-kau..Chil....de?” perlahan Childe memeluknya erat, mencium bau Childe yang lama rasa rindu membuatnya menitikkan air mata
“Childe..? apa kau benar-benar Childe?” ucap wanita itu sambil terisak isak
“iya.. shh shh...” Childe mengusap-usap kepala istrinya 
“apakah ini mimpi??”
“heh...untung bukan cintaku...” ia semakin mengeratkan pelukannya
‘Sekarang Alma sudah berada di dekapanku...’ Senyum miring terlihat licik Childe mengeluarkan suntikan dari sakunya
     ‘Tinggal membawanya ke dimensiku!!’
Tumblr media
8 notes · View notes
wedangrondehangat · 1 year
Text
Tumblr media
Rumah Nomor 201
Ada kenyataan yang harus aku terima bahwa pada tahun 2023 ini aku tidak bisa kembali ke rumah nomor 201 itu lagi karena pemiliknya telah berganti.
Rumah nomor 201—tempatku melewati masa-masa menuju quarter life crisis-ku. Di kamar depannya aku pernah duduk menyelesaikan skripsi hingga jatuh sakit, di sana pula sidang skripsiku berlangsung di tengah situasi lockdown karena pandemi.
Di kamar itu pula mejaku berada, seringnya tak karuan. Aku pernah sibuk menulis buku prosa pertamaku di sana, hingga ia sungguh lahir menjadi buku yang dapat kusentuh lembarnya, kucium aromanya.
Di kamar dengan jendela besar terpajang di dalamnya, hatiku pernah resah tanpa tahu bagaimana ujungnya. Aku mencari-cari jawaban mengapa aku harus menikah?
Di kamar yang penuh buku-buku favoritku itu, aku pernah bersimpuh, bertanya-tanya apakah dia orang yang tepat? Atau dia yang satunya? Atau yang satunya lagi? Atau yang mana? Atau tidak ada di antara semua yang kupikirkan.
Akhirnya aku mengiyakan suatu perjalanan yang meninggalkan pelajaran. Aku sempat bertaarufan sampai akhirnya mengalami kegagalan. Setelahnya, aku sempat akan dijodohkan, tetapi berakhir dibatalkan. Akhirnya di suatu hari yang cerah aku menikah sungguhan. Rumah nomor 201 itu menjadi rumah dimana pernah ada seorang laki-laki berani berbicara dengan orang tuaku tentang keinginannya menikahiku.
Tidak sesederhana yang kutuliskan, pada masanya hampir setiap hari aku menangisi keadaan, aku kebingungan, aku seperti dikejar-kejar banyak pertanyaan. Aku tidak ingin bergerak sampai kutemukan jawabannya.
Rumah berpagar besi yang hampir rapuh warnanya, tempat dimana kami merawat nenek hingga nenek berpulang tepat di hari aku akan dilamar.
Rumah berudara baik itu tempat dimana aku mengenal orang-orang hebat penuh inspirasi; ada Ustadzah Tutik—kepala yayasan tempatku mengajar, juga Ammah Sari—vendor pernikahanku yang dua-duanya punya semangat dakwah yang tinggi, terutama pertemuanku di tempat mengajar dengan anak-anak generasi Qur'an, calon pemimpin masa depan. Juga, pandangan-pandangan yang mengalir dalam rapat guru bersama Ustadzah Tutik, atau obrolan-obrolan yang tak lekas habis di ruang tamu Ammah Sari. Kita selalu punya banyak cerita untuk dibicarakan, utamanya soal kehidupan dan nasib anak-anak di masa depan.
Rumahku—nomor 201, rumah yang selalu ramai. Hampir setiap pekan ada saudara yang datang berkunjung. Rumahku sering menjadi rumah singgah bagi banyak saudara dan handai-taulan, entah ketika mereka akan terbang dari Jakarta, hendak melangsungkan pernikahan, atau bahkan bosan dengan kegiatan—mereka datang ke rumah hanya untuk bercerita, membawa makanan, dan tidur dengan suasana yang berbeda dari rumah mereka.
Rumahku yang tentram, hawa sejuk selalu masuk dari celah-celah jendela, angin pandai menimbulkan suara-suara jendela yang membuat mereka saling beradu.
Rumahku yang tentram, halaman yang luas, begitu dekat dari masjid, dekat dengan pinggir jalan raya yang penuh orang berjualan, tak begitu jauh pula dari alun-alun ibukota Jawa Barat itu.
Ah, ini sebuah tulisan pendek untuk kenangan yang teramat panjang.
_
Catatan Bogor, 3 Januari 2023
15 notes · View notes
ahdaky · 10 months
Text
Berdampingan Dengan PCOS
Sejak 5 bulan menikah, aku dan suami sudah cari dokter untuk tanya kenapa belum hamil-hamil. Dokter pertama bilang kalau belum setahun masih wajar dan disuruh makan-makanan bergizi aja. Jawaban yang kurang memuaskan buatku karena dia bahkan gak melakukan pemeriksaan apapun. Walaupun pulang sambil misuh-misuh karena konsultasi yang gak sampai 15 menit itu bayarnya 500ribu, kita ikutin tunggu satu tahun untuk cek ulang (tapi gamaooooo di dokter yang sama 😛).
Tahun pertama lewat, bukan dengan makan-makanan bergizi seperti yang disarankan, aku justru melewati tahun pertama dengan kenaikan berat badan sebanyak 10kg. Sepuluh kiloooo dalam setahun!!!! Selama itu pula jadwal haid jadi berantakan.
Singkat cerita tahun kedua ganti-ganti dokter, suami dicek pula kondisi spermanya (ada masalah tapi ceritanya bukan tentang itu jadi skip dulu aja). Aku juga cari-cari informasi dari siapa lagi kalau bukan dari dokter segala umat; Mbah Google. Dari sana aku self diagnose bahwa aku PCOS, tapi sekian dokter belum ada yang mendiagnosa kalau aku PCOS.
Tahun ketiga siklus haid berantakannya luar biasa. Aku bisa gak haid dalam jangka waktu 3 bulan. Akhirnya kami memutuskan untuk periksa ke rumah sakit besar, Mitra Keluarga. And finally menemukan dokter yang detail, saat itu aku dicek dengan USG Transvaginal, cek darah, dan suami dirujuk untuk cek pula ke dokter spesialis andrologi. Hasilnya seperti dugaanku sebelumnya; PCOS. Sel telurku buanyaaak, tapi kecil-kecil dan tidak berkembang. Dokter bilang itu bisa terjadi mungkin karena keturunan atau lonjakan berat badan yang terlalu drastis sehingga hormon-hormonnya berantakan, kerja insulin juga jadi berat, dll.
Tahun ini pernikahanku sudah 5 tahun, hampir 6. Hampir 3 tahun diagnosa PCOS itu berlalu. Saat pertama di diagnosa, aku diresepkan obat yang sama dengan penderita diabetes dan pil KB untuk menstabilkan hormon selama 3 bulan. Dokter juga menyarankan untuk turun berat badan 5-10% dari berat badan yang sekarang, olahraga, dan lagi-lagi makan makanan yang bergizi.
Obat yang dokter kasih ini cukup membantu untuk mengembalikan siklus haid jadi on track tapi sayangnya selama minum obat ini efek sampingnya lumayan menggangu. Setiap habis minum obat ini rasanya mual parah bahkan ya sampai muntah. Tiga bulan muntah-muntah tapi sambil tau kalau bukan hamil penyebabnya (karena dikasih pil KB) rasanya berat di badan berat di hati.
Sejujurnya sindrom ini cukup mengganggu terutama dari hal-hal yang terlihat secara fisik. Rambut selain di kepala tumbuh subur, terutama bulu kaki, tangan, dan ketiak. Tapi rambut di kepala rontoknya luar biasaaa. Asli, ogut takut botaaak wkwk.
Selain itu, PCOS ini bikin aku terlihat pemalas. Aku gak tau ini alasan atau bukan, tapi setelah baca beberapa testimoni penderita PCOS lainnya, ternyata kemalasanku selama ini beralasan. HAHA. PCOS ini bikin aku cepet capek, ngantukan, gampang laper, gampang cemas, stress dll. Padahal dokter menyarankan untuk turunin berat badan, tapi si hormon justru bikin kita terus bertambah gemuk.
PCOS bukan sindrom yang bisa disembuhkan, hanya saja bisa dikontrol gejala-gejalanya. PCOS bikin kita sulit hamil tapi tidak menghilangkan kemungkinannya 100%. PCOS bisa juga membuat kehamilan beresiko memiliki komplikasi seperti tekanan darah tinggi, diabetes gestasional, preeklamsia, dan keguguran dini. Terdengar menakutkan bukan?
I was dealing with this syndrome, hidup berdampingan dengan semua gejala-gejalanya, sekarang sedang berusaha berdamai dengan diri sendiri untuk menerima, juga berusaha mengontrol gejala-gejala ini. Tentu saja dengan misuh-misuh. 👋
2 notes · View notes
andromedanisa · 13 days
Text
tak sama..
"rumah tanggaku tahun ini sudah 10 tahun, Bu." aku mengatakan itu dalam telpon beberapa waktu lalu kepada Ibu.
"mangkanya kamu itu seharusnya mikirin buat punya anak. kalau kamu nggak punya anak siapa yang akan doain kamu, siapa yang akan ngurus kamu nanti waktu tua, siapa yang akan nerusin aset-aset berharga kamu. anak itu yang bikin rumah tangga reket antar suami dan istri. kalau kamu nggak punya anak gini, kamu gampang dilepasin suamimu kan." dan hal lainnya yang keluar dari lisan ibu ku yang tidak ingin ku dengar.
beberapa waktu lalu aku ada konflik dengan suamiku, dek. selama 10 tahun kami tak pernah ada konflik besar, baru pertama kalinya selama pernikahanku dengan suamiku kami bertengkar hebat. sampai di titik kalau aku gak mikir panjang dan tenang saat itu mungkin saat ini kami sedang menghadapi mediasi di ruang persidangan.
sesaat aku dan suami bertengkar hebat, aku menangis dan menelpon ibuku yang kebetulan saat itu sedang ada di desa. dalam telpon aku menangis seperti anak kecil yang butuh untuk ditenangkan. aku pikir dengan menelpon ibuku, aku dapat pembelaan. aku dibela sebagaimana aku ingin ada satu orang yang setidaknya berdiri untuk memihakku meski saat itu suamiku pun tak berada di pihakku.
alih-alih mendapat dukungan, ibuku justru mengatakan sesuatu yang membuatku semakin sedih, menangis dan kecewa. saat itu aku merasa tidak ada lagi tempat untukku pulang. tidak ada lagi tempat yang setidaknya mau mendengarkan kronologi yang sebenarnya mengapa aku melakukan demikian. tidak ada yang membelaku. jangankan membelaku, mendengar kebenarannya seperti apa saja tak ada yang mau.
aku nggak tahu saat itu harus seperti apa, karena aku tak pernah sekacau itu. 10 tahun lamanya aku merasa berjalan sendiri, aku bekerja hanya untuk menyenangkan orang lain. orang-orang selalu menanyakan kapan punya anak, kapan hamil, dan pertanyaan yang menurutku tak seharusnya ditanyakan. nggak ada yang mau dalam keadaan seperti ini. 10 tahun menunggu itu bukanlah waktu yang sebentar.
10 tahun aku tinggal bersama mertuaku, setiap ada ucapan atau tindakan yang tidak menyenangkan hatiku, aku mencoba untuk tetap berlapang dada tidak memasukkannya ke dalam hatiku agar aku tidak merasakan sakit. sebab aku pernah mengadu kepada suamiku namun malah aku yang disalahkan, sejak saat itu aku tak pernah lagi menjadikannya tempat pulang untuk bercerita.
diawal pernikahan kami sampai di tahun ke 5. aku dan suami mencoba program hamil, namun belum ada tanda-tanda berhasil. lalu aku memutuskan untuk berhenti program sebab aku merasakan lelah secara fisik dan mental. aku fokus bekerja, menabung, dan membeli beberapa properti seperti emas, sawah, dan tanah. agar nanti meski tidak punya anak setidaknya aku sudah mempersiapkan hari tuaku nanti dengan beberapa aset. opsiku adalah jaga-jaga kalau memang nantinya di panti jompo.
ketika aku fokus bekerja, mengumpulkan aset. orang-orang melihatku bahagia tidak punya beban sebab belum punya anak. dan mereka selalu berpikir bahwa aku tidak ingin punya anak hanya karena aku berhenti untuk program hamil. mereka selalu mengasihaniku dengan mengatakan percuma banyak harta tapi kalau nggak punya anak. kan kasihan. omongan seperti itu sudah menjadi vitamin yang selalu aku konsumsi setiap harinya.
aku mencoba menutup telinga dan melapangkan hatiku dengan selapang-lapangnya. sampai aku menyadari dan berdoa hingga mataku sembab kepada Allaah. "ya Allaah, aku pikir tidak ada seorangpun yang ingin hidup seperti ini. menanti itu tidak mudah ya Allaah. mengapa rasanya aku seperti berjalan sendiri di muka bumi ini."
aku menangis sambil makan es krim, semua mata pengunjung menatapku. aku sudah tidak peduli akan hal itu. makan es krim yang paling mahal membuatku sadar kemana saja aku selama ini, mengapa aku begitu abai dengan diriku sendiri sampai di menangis seperti ini.
aku bekerja, suamiku bekerja. aku bekerja dan gajiku sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan keluargaku sendiri. mencukupi semua kebutuhan ayah dan ibuku. yang bikin aku sedih rasanya jerih payahku selama ini tak pernah terlihat dimata ibuku. padahal kalau aku punya anak itu artinya aku tidak bisa memenuhi kebutuhan keluargaku dengan utuh. itu yang selalu aku pikirkan.
banyak orang mengatakan kalau aku terlalu lelah dalam bekerja. aku juga pengen resign, aku juga pengen jadi ibu rumah tangga. tapi itu nggak mungkin. bagaimana dengan keluargaku, bapak ibuku? ibuku selalu menuntut ini dan itu. selalu bilang untuk program hamil inseminasi dan lainnya. iya, aku paham, aku jangan ingin. tapi uang darimana? program hamil itu gak murah.
rasanya semua bertarung dalam kepalaku. dan itu membuatku lelah. rasanya aku ingin sekali ke psikiater atau psikolog. tapi aku tahu untuk menemui mereka saja itu juga butuh uang yang tidak sedikit. lalu bagaimana jika aku melakukannya dan meminum obat yang diresepkan? karena katanya obat anti depresan membuat sebagian kenangan kita juga ikut memudar. aku takut itu terjadi. bagaimana jika aku mudah lupa dan hal itu menyangkut dengan pekerjaanku? apakah aku masih bisa bekerja? dan banyak hal ketakutan serta pertanyaan dalam diriku.
aku menonton film, dan terlihat mager tidak melakukan apapun kala sedang libur. selalu dikira aku sedang bermalas-malasan. padahal aku melakukan demikian sebab aku sudah terlalu lelah dengan pekerjaan. kini aku merasa ya Allaah sampai kapan ini akan berakhir? rasanya lelah sekali..
dia mengatakan itu kepadaku dengan menangis dan tatapan yang kosong. kepedihan dalam hatinya rasanya sampai ke hatiku. ya Allaah, tolonglah dia. tolonglah siapapun orang-orang yang sedang mengalami kelelahan dalam hidupnya.
46 notes · View notes
aslafi · 1 year
Text
Looking at how my dad being considerate at how my sister “must feel..”.
Aku jadi throw back deh, ke momen dimana aku ngerasa “oh gini ya rasanya punya sosok yang bener-bener sayang sama kita..”, “Oh cinta sama seseorang tuh begini ya..” nggak ada apa-apanya sih dibanding perasaan aku yang sebelumnya aku pikir itu “cinta”.
Abis denger argumen beliau hari ini, aku jadi inget lagi momen-momen dimana meski cuma lewat telpon, aku tetep ngerasa punya sosok yang jagain dan belain aku banget 🥲 meski kita terpisah ribuan kilometer.
Meski beliau punya masalahnya sendiri, beliau tinggalin itu semua untuk fokus dengerin tangisan aku di telpon.
Meski cuma punya waktu sedikit buat tidur, berat badan turun drastis, tagihan membengkak, tetep bela-belain nyetir buat nyusulin aku yang ketakutan nyariin beliau di sepertiga malem.
Meski badannya rontok kecapean, pandangannya makin burem, rambutnya mulai ubanan, beliau habisin apa yang beliau simpen, hartanya, mimpi-mimpinya, untuk aku. Biar aku aja yang ngerasain bahagianya, karena bahagianya aku bahagianya dia juga.
Di momen itu aku sadar, kalo aku belom sanggup untuk jadi orang tua.
Di momen itu juga aku ngebulatin tekad untuk belajar jadi orang tua yang baik.
Dan untuk jadi orang tua yang baik, aku perlu pasangan yang baik.
Dan untuk dapet pasangan yang baik, harus aku mulai dengan cara yang baik.
Ya Allah, 32 hari lagi hari pernikahanku.
Mudah-mudahan apa yang kami hajatkan dan ikhtiarkan sejauh ini akan terlaksana dengan baik atas ridho-Mu.
Jadikan pernikahan kami pernikahan yang membawa kebaikan bagi kami dan keluarga kami.
Engkaulah sebaik-baik perencana Ya Allah.
Ku gantungkan harapan atas kebaikan yang akan kau limpahkan pada kami, spesifiknya bagi hamba yang telah lama mendambakan pertemuan dengan pasangan yang telah kau tuliskan namanya, jauh sebelum hamba lahir di dunia ini.
Sebuah awal tanpa akhir.
4 notes · View notes
valinakhiarinnisa · 2 years
Text
Terima kasih, Mbak Anin :')
Banyak informasi yang keliru dari tulisan ini, karena hakikatnya kita berdua iri satu sama lain wkwkwk
Kemarin, pas pulang ke Gresik, Mama sempat cerita kalo mbak Anin masih inget "kelicikanku" saat SD
A: Anin inget banget, Adek itu lho kalo belajar, baru setengah jam terus manggil Mama Mama, minta ditanyain 🤡
M: lho iya bener kok masih inget sih mbak Anin 😂
Siaul kalian ghibah ternyata!
Terus suatu ketika aku merekomendasikan beberapa film yang kusuka, ya tentunya versiku. Sampe di titik mbak Anin bilang, "ya selera filmmu kan random kak, aneh2" 😂
Yha ancen sih. Tapi setelah dirunut-runut tuh sebenernya sebagai adek, aku iri luar biasaaaaaaa gileeee sama mbakku. Sejak kecil tuh dia udah dipuji-puji keluarga besar karena ngajinya udah lancar, bahkan udah baca Al Qur'an sejak usia 4 tahun. Begitupun saat masuk TPA (Taman Baca Al-Qur'an) di Gresik, dia tuntas dan wisuda di GNI, sementara aku angin-anginan cuy, asli sebenernya nyesel 😂. Yang kurasakan saat itu adalah........
"Aku ngga bisa niru hal yang ini, alias ga kekejar dalam waktu cepet, jadi aku cari hal yang menyenangkan lainnya aja biar ngga dibanding-bandingin"
Dan ternyata itu berdampak pada hampir setiap kesukaan yang ternyata banyak bedanya, dari selera film, alat musik, hobi (terlepas dari itu ya emang pola pikir kami beda sih ya, cuma emang ada yang secara ga sadar sengaja kuniatkan beda di awal akibat merasa iri dan tidak mau dibandingkan) 😂😂😂
Soal atensi, emang bener aku susah fokus. Dan itu juga jadi cap guru-guru SD, SMP maupun SMA karena aku sekolah di tempat yang sama dengan mbakku meski beda usia kami 3 tahun. Jadi kalo aku masuk SMP, mbak Anin masuk SMA. Tapi tetep dong, komentar yang konsisten dari guru-guru baik SD-SMA "Adeknya Anin ini beda sama Anin, kalo Anin itu anteng, fokus, tipikal rajin akademis, rajin ikut ekstra olimpiade. Kalo adeknya Anin ini agak beda, umeg, ngga bisa diem, semua diikuti tapi kayaknya jadi ngga maksimal atau dia belum mengerti suka sama hal apa. Tapi alhamdulillah ini padusnya sempat juara. Cuma mungkin lebih difokuskan lagi aja" Gitu kurang lebih laporan dari guru ke Mama/Bapak yang ambil rapot 😂😂😂
Duhkah! 😂😂😂😂
Gimanapun juga, sampai kapanpun aku selalu sayang sama Mbakku, Mas Iparku, terutama ponakanku (Alya) yang ternyata sifat-sifatnya ada yang mewarisi sifatku! hahahahahahahha 😂😂😂😂 semoga kuat dan semangat selalu Bu @avinaninasia 🥰
Thank you untuk surat cintanya di hari pernikahanku. Satu hal, aku lebih galak daripada kamu ternyata.
Tumblr media
11 notes · View notes
babybreath01 · 1 year
Text
Apa yang membuatmu sedih?
Aku sedang berada di fase kedewasaanku dipertanyakan. Lagi-lagi aku mengetahui orang lain menghardikku bahwa aku kurang dewasa.
Apa yang kamu pikirkan?
Tidak mudah mengambil keputusan untuk hidupku sendiri. Aku memiliki orang tua yang sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Komunikasi kami kurang efektif dan seperti satu arah. Ketika siapa diantara kami perlu bicara yang lain mendengarkan. Setelah itu tidak ada pembahasan mengenai masalah itu.
Apakah kamu baik-baik saja?
Aku tidak baik-baik saja. Aku seperti sendiri. Aku ingin bercerita tetapi orang mulai memberiku berbagai argumen dan menilai kekuranganku. Aku kembali merenung dan gelisah dengan pikiranku sendiri.
Apa masalahmu?
Ada seseorang yang mengajukan lamaran. Namun, orang tuaku susah diajak musyawarah. Aku merasa komunikasi kami tidak baik-baik saja. Aku merasa sedih hatiku berkata "tolong ini keputusan terakhirku, setelah ini akan aku berusaha tidak membebani kalian dengan masalahku."
Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?
Biarkan aku tenang, setelah itu aku akan membuat keputusan. Mereka hanya butuh aku konfirmasi. Mereka tidak akan berinisiatif untuk mengajak ngobrol serius. Seolah ini hidupku, aku yang menentukan. Padahal mereka masih punya sedikit tanggungan terhadap pernikahanku. Tolong bersabar sebentar lagi.
2 notes · View notes
sitagumilar · 1 year
Text
Masalah itu mendewasakan kita. Usia pernikahanku belumlah lama, baru genap 2tahun. Kata orang tua dulu masih seumur jagung. Kerap kali dilanda berbagai masalah dan ujian. Yang pada akhirnya setelah dipikir2 lagi itu semua berasal dari diri kita sendiri dan ego masing2. Namun, setiap terjadi pertengkaran, membuat aku sadar bahwa memang harus ada yg dibenahibdalam hubungan kami terutama "EGO". Aku kerap kali marah2 pada suami, yang akhirnya justru akulah yg merasa bersalah karena ketidak sopananku padanya. Sedangkan surgaku berada pada ridhonya. Aku luput karena perasaanku sendiri, amarahku menyakitinya, keegoisanku membuat dirinya tertekan, dan ketidakmandirianku membuatnya terkekang.
6 notes · View notes