Tumgik
#rasa tenang
andromedanisa · 10 months
Text
Meminta sebuah tenang..
Kebaikan itu ada pada rasa tenang dalam menjalani. Ketika seseorang telah merasa tenang atas hidupnya, maka ia menjalani kehidupannya dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab akan hidup yang telah Allaah berikan kepadanya.
Kehidupan baik adalah salah satu nikmat yang patut disyukuri. Kehidupan yang baik tak lantas seseorang tidak Allaah uji. Kehidupan baik ataupun tidak, ia akan tetap Allaah uji sesuai kadar imannya. Sejauh mana rasa yakinnya kepada Allaah, sejauh apa rasa syukurnya atas segala nikmat yang telah ia terima.
Rasa syukur akan melahirkan rasa tenang. Dan rasa tenang ini adalah sebuah karunia yang tidak semua orang merasakannya. Rasa tenang itu begitu berharga sebab ia memahami hakikat bahwasanya Allaah sudah mengatur dengan baik sebagaimana mestinya. Berapa banyak kita lihat pada hari ini, orang beramai-ramai mencari ketenangan kesana kemari yang mungkin hanya sesaat saja.
Bila saat ini jalan hidup kita sedang Allaah mudahkan, Allaah beri ketenangan dalam menjalaninya. maka itu adalah sebuah karunia. Semoga Allaah karuniahkan rasa itu hingga akhir hidup kita
Namun bila saat ini kita sedang mencari sebuah ketenangan. maka jalan keluarnya tidak lain tidak bukan adalah terus mendekat kepadaNya seraya mengupayakannya dalam doa-doa kita, dalam lamanya sujud-sujud kita, dan dalam lamanya tangisan kita. Sejengkal kita mendekat kepada Allaah, maka Allaah akan datang kepada kita sehasta. Demikianlah kasih sayang Allaah yang begitu luasnya.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).
Kehidupan yang tenang itu sungguh lapang. Orang-orang yang hidup dengan rasa tenang bukan berarti mereka tidak pernah bersedih, tidak pernah kecewa, mereka juga merasakan sedih dan juga kecewa. Namun hakikatnya mereka kembalikan lagi kepada Allaah pemilih semesta ini. Mereka kembalikan kepada Allaah, Dzat yang tidak akan mengkhianati titipan.
Demikianlah rasa tenang itu mereka raih dengan memahami hakikat bahwasanya apa yang menimpa hidup mereka adalah terbaik untuknya. Allaah karuniahkan ketenangan kepada mereka sebab keyakinan mereka yang begitu utuh akan janji Allaah..
"Allaah, jika pada hari ini aku disibukkan pada hal-hal yang aku sendiri tidak tahu sedang mengejar apa, maka hadirkan lah rasa tenang dalam diriku. agar aku paham kapan aku harus berhenti, kapan harus berupaya, kapan akan harus terus berjuang. Karuniakan aku rasa tenang dalam menjalani kehidupan yang tidak pasti ini. agar aku tidak begitu takut pada apa-apa yang belum aku gapai, pada apa-apa yang memang tidak menjadi bagianku. aku hanya ingin menjadi hamba yang banyak syukur atas segala kebaikan Engkau kepada diriku ini."
menatap langit || 19.42
340 notes · View notes
edlweiss · 1 year
Text
mungkin benar adanya, malam adalah ketenangan yang mengusir segala jenuh dalam diri, memberi jeda pada amarah, juga melenyapkan segala gundah
ketika memandang langit yang cerah bertabur bintang, sinarnya menyejukkan nurani, seakan udara segar membersamai sembari mengusir sesak yang hadir
6 notes · View notes
milatenonet · 7 months
Text
Ustazah Dayana (Nikmat)
Tumblr media Tumblr media
Ustazah Syaima meletakkan phone ke atas meja kecil bersama beg tangan di tepi katil King Size itu. Sengaja ditempah bilik Hotel 5 bintang untuk lebih privasi. Wangi bilik memberikan sedikit rasa tenang. Tak lama, Syazana membalas “okayy” kepada mesejnya yang memberitahu dia akan pulang sedikit lewat hari itu.
Pandang dibawa ke arah Leman yang sedang duduk di bucu katil. Melihatkan Ustazah Syaima meletakkan phone, dia juga menyimpan ke dalam poket sambil tersenyum antara rasa teruja dan segan.
“Jadi... Leman... Awak nak saya tukar pakai jubah tadi?” soal Ustazah Syaima perlahan. Kini Ustazah Syaima memakai kembali jubah yang dipakai datang kerja tadi. Tudung labuh silver satin berbunga pink sakura di hujung. Bersama jubah hitam hampir kosong, cuma berbatu manik di lengan tangan.
Leman menggeleng. “Urm... Tadi Ustazah sexy... Tapi bila saya bayangkan, saya selalu bayangkan Ustazah pakai macam ni... Macam tengah mengajar” kata Leman jujur. Semakin selesa. Ustazah Syaima senyum sambil merapatkan tubuh. Peha mereka bertemu.
“Hmm... Kalau macam tu, apa lagi yang awak bayangkan? Kita cuba keluarkan semua fantasi awak harini. Kelas nanti saya nak awak fokus” kata Ustazah Syaima dengan nada sedikit tegas. Mengingatkan.
Leman senyum. Melihat tubuh Ustazah Syaima. Pehanya jelas dipeluk jubah yang ditarik gravity itu. Wangi perfume lembut Ustazah Syaima juga telah mengeraskan batangnya semenjak dari dalam kereta lagi. Melihat Leman senyap, Ustazah Syaima senyum. Cuba menenangkan hati sendiri yang mula malu. Mungkin dirinya yang perasan lebih. Mungkin Leman hanya bergurau atau suka suka ayam. Betul kata Nora, Mungkin dia patut bersabar.
“Kalau ada apa apa yang awak nak buat dekat saya... Erm... S... Saya izinkan...” kata Ustazah Syaima sedikit kekok. Terpengaruh dengan rasa risau di dalam kepala. Leman menelan air liur.
“S... Sebenarnya Ustazah... S... Saya tak banyak bayangkan... Saya buat apa apa dekat Ustazah...” kata
perlahan.
“Eh? H... habistu?”
Leman nampak sangat teragak agak sebelum akhirnya membuka mulut semula. “Saya bayangkan... Urm... Ustazah yang... goda saya... Buat strip tease... M... Macam Ustazah buat dalam bilik Ustazah tadi...” kata Leman jujur.
Ustazah Syaima menarik nafas lega. Jadi bukanlah Leman menyesal atau tidak mahu akannya. Ustazah Syaima bangun berdiri. Wajahnya merah. Jujur, dia pun kurang pasti mengapa dirinya semakin liar dan berani begini. Tidak tahulah kerana batang batang muda yang dah dirasanya, atau kerana Fadzril dan Azmir.
Yang pasti, dia akan lakukan apa sahaja yang Leman mahu asalkan batang Leman terbenam ke dalam pantatnya hari ini.
Ustazah Syaima berdiri di hadapan Leman. “Jujur... Saya tak pernah strip tease strip tease ni... Tapi... Urm... Saya cuba ya?” kata Ustazah Syaima. Leman mengangguk mengizinkan. Walhal Ustazah Syaima berduaan dengannya di dalam bilik Hotel itupun sudah sangat memberahikan baginya.
Ustazah Syaima senyum dengan wajah keibuannya, sebelum tangan mula dibawa merayap ke tubuh sendiri. Tangan meraba perut yang rata sendiri, sebelum satu tangan dibawa ke atas, merayap di atas buah dada dan tudung labuh, dengan tangan yang satu lagi dibawa turun merayap peha.
Jelas Leman membayangkan yang tangan itu adalah tangannya.
Ustazah Syaima senyum melihat reaksi Leman. “Ummm... Awak suka tengok saya goda awak macam ni...?” soal Ustazah Syaima nakal sambil tubuh dibawa lenggok dan lentik sedikit. Sesekali mengintai bonjol yang mengeras. Leman mengangguk. Nafasnya semakin berat.
“Umm... Awak lagi suka yang ni...” tangan Ustazah Syaima kedua dua dibawa meramas buah dadanya di atas tudung labuh itu, sebelum tubuh dibawa pusing dan Ustazah Syaima melentokkan pinggulnya, membiarkan graviti menarik jubah itu rapat, melekap mendedahkan daging punggungnya yang dibalut panties nipis itu.
“Atau ni...?” soal Ustazah Syaima nakal. Tangan sendiri dibawa meraba daging punggung yang besar itu. Tangan Leman diangkat cuba mencapai daging punggung Ustazah Syaima, namun Ustazah Syaima cepat mengelak.
“Aish Leman... Tadi kata nak strip tease... Mana boleh raba raba” kata Ustazah Syaima nakal. Tahu syarat itu dari movie movie yang ditonton. Leman senyum membetulkan kaca mata. “Ehe... S... Sorry ustazah” katanya segan sambil ditarik semua tangannya.
Ustazah Syaima senyum sambil tubuh dibawa menghadap Leman kembali. Tangan dibawa masuk ke dalam tudung labuh, lalu ditarik zip ke bawah, penghujung masih dibawah tudung labuh. Dari gerak tangan, Leman dapat mengagak yang Ustazah Syaima mula menanggalkan jubahnya. Namun mungkin dibiar sangkut ke bahu.
Tangan Ustazah Syaima kemudian jelas meramas kedua dua buah dadanya dibawah tudung labuh itu. Dan mata Leman membulat melihatnya.
“Umm...Amboi Leman... Tutup sikit mulut tu...” usik Ustazah Syaima. Leman senyum segan. Namun Ustazah Syaima terus menerus mengusik Leman. Kemudian, jubah hitam itu ditolak sedikit, dibiar jatuh melepasi bahu, mendedahkan buat pertama kalinya tubuh MILF itu kepada Leman.
Rahang Leman seolah jatuh ke lantai.
Tudung Ustazah Syaima masih kemas, labuh menutup dada. Namun di balik tudung itu, Leman dapat melihat bentuk tubuh Ustazah Syaima yang baginya seolah dari film porno MILF yang ditontonnya. Pinggul Ustazah Syaima lebar, membuatkan pehanya juga sedikit berisi, memberi bentuk curvy yang baginya lebih dari semporna.
Tangan, lengan Ustazah Syaima juga tidak kurus dan tidak terlalu berisi. Kena dengan tubuhnya. Dan tidak cukup dengan itu, panties lace hitam yang dipakai Ustazah Syaima agak jarang. Hanya corak sedikit tebal di bahagian bawah. Dan dari apa yang dilihat Ustazah Syaima pastinya licin di bawah itu.
Dan apa yang mengghairahkan lagi Leman, ada la stoking paras peha Ustazah Syaima. Ketika berubah tadi Leman dah perasan. Namun dia ingatkan itu standard stoking paras buku lali atau betis.
“U... Ustazah memang pakai macam ni hari hari ke?” soal Leman sambil me jamah tubuh Ustazah Syaima itu dengan matanya.
Ustazah Syaima sambil itu masih melentikkan tubuhnya. Jemari mula meraba panties, garis stoking. Ustazah Syaima menggeleng. “Bila ada special case macam ni je...” jawab Ustazah Syaima. Teringat yang dia mula memakai lingerie ke tempat kerja dek diajar Azmir. Dan ya, dia tidaklah memakai begini walau di bawah setiap hari. Hanya apabila dia tahu Azmir mahukannya.
Dan sekarang, untuk Leman.
Leman senyum menelan air liur. Ustazah Syaima sengaja melentokkan tubuhnya, membiarkan Leman menikmati. Sesekali, ditarik tudung labuhnya memeluk buah dadanya. Memberi ‘tease’. Sesekali juga, Ustazah Syaima mengangkat tudungnya separuh mendedahkan buah dadanya, sebelum dibiar lepas menutup kembali.
“Nak saya teka awak bayangkan saya buat apa lagi?” soal Ustazah Syaima nakal. Leman mengangguk. “Mmm... Baring...” Arah Ustazah Syaima. Leman laju menolak tubuhnya naik habis ke katil sebelum baring berbantal di tengah katil itu. Ustazah Syaima memanjat bak seekor harimau bintang yang mengintai mangsanya.
Lalu dipanjat tubuh Leman, sebelum satu tangan Leman di ambil lalu dibawa ke buah dada di bawah tudung. Dan jemari Leman terus mengambil alih, meramas dengan perlahan sekali dua, sebelum semakin rakus seolah takut terjaga dari mimpi ini.
“Ummmphhh... Leman... Geramnya awak dekat saya...” usik Ustazah Syaima. Ustazah Syaima perlahan menunduk lalu mengucup bibir Leman. Leman yang pertama kali menyentuh wanita itu terasa kaku. Membiarkan Ustazah Syaima yang mengawal, sebelum Leman perlahan membalas mengikut gerak bibir Ustazah Syaima.
“Ummphh... Bagus... Sekarang... Keluarkan lidah kamu...” bisik Ustazah Syaima sambil satu lagi tangan tanpa sedar turun meraba bonjol seluar Leman. Leman menjelir lidah ke atas, kemudian Ustazah Syaima menyambut, menghisap perlahan sebelum lidahnya mencari di sekeliling lidah Leman.
Kepala dibawa turun dan lidah Leman kembali ke dalam mulut, diikuti lidah Ustazah Syaima yang mengajar bagaimana untuk ‘French kiss’ itu. Ustazah Syaima menarik nafas, dan Leman mengambil peluang itu untuk membalas kucupan berahi Ustazah Syaima.
“Ummphh... Ahh... Cepat tangkap rupanya awak ni... He... Srpphh... Ummphh...” Ustazah Syaima memuji sambil membalas kucupan semula. Kedua dua tangan Leman kini semakin berani dan rakus meraba, meramas tubuh Ustazah Syaima, mendengus di antara nafas. Kehilangan kata kata.
Setelah lama, Ustazah Syaima menarik kepalanya
Tubuh dibawa merangkap turun. Dan jemari perlahan membuka tali pinggang dan zip seluar Leman, sebelum direntap turun bersama seluar dalam. Nafas Ustazah Syaima semakin berombak apabila melihat batang Leman menegang tegak. Air mazi jelas bertakung dan meleleh di kepala.
“Wow... Leman... Ummphh...” Ustazah Syaima juga kehilangan kata kata. Batang Leman bukanlah batang yang paling besar pernah dia tengok, namun entah mengapa. Jemari terus menangkap batang Leman sebelum terus dibawa masuk ke dalam mulut. Kepala mendayung ke atas ke bawah menghisap penuh lahap dan menjilat di dalam mulut.
Sesekali Ustazah Syaima mengintai Leman di atas. Melihat reaksi Leman yang mendengus, sesekali memanggil namanya. Membuatkan Ustazah Syaima semakin berahi.
“Ummphhh... Srpphh... Ummphh...” Ustazah Syaima mendayungkan kepalanya laju ke atas dan ke bawah, lalu ditolak batang Leman sedalam dalamnya menolak tekak. Ustazah Syaima membiarkan Leman menikmati hangat ketat mulutnya itu sebelum menarik kepalanya, mencungap sedikit. Namun jemari terus mengocok batang pelajarnya itu.
“Ahh... Ummph... Apa lagi yang awak bayangkan ni Leman...?” soal Ustazah Syaima sambil terus mengurut batang Leman. Kononnya mahu ia terus keras. Walhal Ustazah Syaima cukup tahu yang ia tidak akan turun selagi meletus. Tidak selagi dia di hadapannya.
Leman menarik nafas dalam. Wajahnya merah. Kaca mata ditolak ke atas sambil menelan air liur. “Saya bayangkan... U... Ustazah naik atas saya... Urmph... B... Boleh kan?”
Ustazah Syaima berpura terkejut. “Leman! Saya ingatkan... Apa yang saya dah buat ni... Cukup...” kata Ustazah Syaima. Namun Ustazah Syaima perlahan bangun lalu duduk di atas batang Leman. Dengan panties yang masih tersarung, menekan batang Leman yang kini terbaring, ditekan antara tembam pantat Ustazah Syaima dan tubuhnya sendiri.
Leman mendengus merasa hangat dan fabrik lembut panties Ustazah Syaima itu.
“T... Tapi... Kalau saya tak buat ni...” Ustazah Syaima mengerang perlahan sambil mula menggerakkan tubuhnya kehadapan dan belakang. Menggigit bibir bawah semakin berahi. Pantat tembam yang semakin basah mula meresapkan air pantatnya ke batang Leman.
“Ummphh... N... Nanti saya tak boleh fokus dalam kelas...” tambah Leman. Konon memberi justifikasi kepada apa yang akan mereka lakukan.
Ustazah Syaima mengangguk setuju. “Ahh... S... Saya masukkan ya...” kata Ustazah Syaima sambil menolak dirinya bangun sedikit. Panties ditolak ke celah peha, mendedahkan pantatnya yang tembam licin itu, sebelum batang Leman dicapai lalu dihala ke bibir pantatnya. Digesel ke biji kelentit dan bibir pantatnya, sebelum dibawa tolak masuk ke dalam pantat.
“Ahhhhh...Emiirrr” Ustazah Syaima mengerang merasa pantatnya tersumbat dengan batang Leman. Pantatnya mengemut balas, melumur habis setiap inci batang Leman dengan air pantatnya. Mata Leman pula membulat. Buat pertama kali merasa pantat seorang wanita. Mengemut, hangat, basah...
“U... Ustazahhh...” Leman mendengus balas sambil tangan meramas peha Ustazah Syaima. Ustazah Syaima membiarkan batang Leman terbenam buat beberapa ketika sebelum tubuh dibawa turun, menonggeng di atas Leman sambil memastikan batang Leman masih di dalam pantatnya.
Buah dadanya tertutup dengan tudung labuh yang masih tersarung. Membiarkan tahu ia memberi imej Ustazah yang kontra dengan perlakuannya. Dan Ustazah Syaima tahu yang ianya hanya menaikkan nafsu pemuda itu.
“Ahhh... Sedapnya batang kamu Leman... Ummphh...” Ustazah Syaima mengerang manja sambil mengucup bibir Leman perlahan. Kemudian punggung dibawa naik cukup sehingga ke leher batang Leman, kemudian dibawa turun kembali. Sengaja Ustazah Syaima bergerak perlahan, mahu Leman merasa nikmat setiap inci lubang pantat seorang wanita itu, dan dia sendiri ingin menikmati setiap inci dan timbul urat batang pelajarnya itu.
Leman mendengus. Membalas kucup Ustazah Syaima sambil merasa pantat wanita buat pertama kali. “Ummph... Srpphh... Ustazah... Sedapnya pantat u... Ustazah ni... Ahh...” Leman membalas pujian.
Ustazah Syaima senyum bangga sambil merasa tangan Leman meramas buah dadanya di bawah tudung labuh itu.
“Ahh... Bertuah isteri kamu nanti Leman... Ahh... Ada suami batang padat macam kamu ni...” puji Ustazah Syaima. Leman pula tersenyum bangga. Berharap yang dia tidak pancut cepat. Merasa kedua dua mereka semakin berahi, Ustazah Syaima melajukan sedikit dayungan. Ke atas, ke bawah. Kepala sesekali direhatkan ke bahu Leman sambil punggung mengawal ritma.
“Ahhh... Ahhh... Ummpphhh” Ustazah Syaima kemudian menolak dirinya kembali duduk. Tangan dibawa meraba pinggang dan perut Leman, sebelum senyum nakal menjadi amaran kepada Leman. Leman senyum bersedia.
Ustazah Syaima kemudian menggerakkan tubuhnya naik turun dari batang pemuda itu. Pantatnya mengemut ketat dengan setiap gerak. Dan tubuh Ustazah Syaima melentik lentik dengan setiap hentak yang dibawa hujung pantat ke kepala batang Leman itu.
“Urgh... Ustazahhh... Sedapnya... Ahh... L... Lagi sexy dari saya bayangkann... Ahh...” dengus Leman sambil terus meraba peha Ustazah Syaima yang berstoking paras peha itu.
“Ummphh... Awak bayangkan saya macam ni takk?” soal Ustazah Syaima sambil meramas kedua dua buah dadanya sambil menunggang batang Leman itu laju. Sesekali melentik mengenakan kepala batang Leman ke G-spotnya.
Leman menggeleng. “Ahhh... Ni lagi hott... Ummphh!! Umpph!!” Leman mendengus kesedapan. Melihat mata Leman, Ustazah Syaima menunduk sedikit dan benar sangkaannya. Terus tangan Leman menangkap buah dada Ustazah Syaima lalu diramas geram kedua duanya.
“Ohhh... Yess... Ummphh!!” Ustazah Syaima semakin hampir. Kedua dua tangannya menongkat di kiri dan kanan tubuh Leman sambil punggung menggerak dan menggelek laju. Dengan sensasi jemari Leman yang rakus meramas di bawah tudung labuh, Ustazah Syaima memejam mata rapat.
Wajahnya berkerut. Bibirnya terbuka sedikit. Sikit lagi... sikit lagi... Pap!! Papp!! Pap!! Pap!!
“Ahhhhh Leman!! Leman!!!” Ustazah Syaima tersentak sebelum mula klimaks. Air pantatnya merembes ke batang Leman. Tubuhnya terhenti gerak dek klimaks itu. Mujurlah Leman menyambung gerak. Didayung batangnya dari bawah menyambung klimaks Ustazah Syaima.
Mata Ustazah Syaima membulat terkejut dengan gerak anak teruna itu. Lalu mengemut ketat memerah dirinya sendiri klimaks sepuasnya.
“Ummphhh... Ahhh... Leman... Ahh....” Ustazah Syaima mengejar nafas. Mata perlahan dibuka melihat Leman tersenyum bangga. Mungkin bangga berjaya membuatkan pensyarahnya klimaks begitu sekali. Ustazah Syaima senyum di balik wajah kepuasan itu. Tubuh dibawa bangun dan batang Leman dibawa keluar.
Namun setelah sahaja dibawa keluar, Leman tiba tiba mendengus kuat dan...
“Ustazah!! Umpphh!! Damnn!!” dengus Leman kecewa sambil batangnya memancut mancutkan air maninya ke atas. Mendarat ke peha Ustazah Syaima yang senyum sambil terus menyambut mengurut batang Leman itu.
“Ummm... Banyaknya awak pancut ni... Pagi tadi pun banyak... Ummphh...” puji Ustazah Syaima. Leman mendengus kecewa.
“S... Sorry Ustazah... S... Saya tak tahan lama... S... Saya sempat tahan untuk tak pancut dalam Ustazah je... Urmphh...” Dengus Leman segan. Ustazah Syaima senyum sambil terus mengurut batang pelajarnya itu.
“Ehe... Takpe Leman... Suami saya dulu pun mula mula, tak tahan lama... Tapi lepas lama lama sikit, boleh tu. Lagipun awak dah buat saya klimaks kan. Hehe” pujuk Ustazah Syaima. Walau dia tahu bagi perempuan, satu klimaks sangat tidak memadai
Leman senyum lega. Masih tidak percaya apa ayang baru berlaku.
“Umm... Saya basuh kejap ya?” Ustazah Syaima menolak dirinya bangun dari katil lalu menghala ke bilik air. Meninggalkan Leman yang menatap setiap goyang punggung Ustazah Syaima yang hampir separuh berbalut panties tadi.
Tertanya tanya jika ini kali pertama dan kali terakhir dia dapat melihat daging punggung Ustazah Syaima tanpa lapik itu.
*********
Kereta Ustazah Syaima diberhentikan di simpang kolej Leman. Sengaja sedikit jauh supaya tidak menjmbulkan rasa syak oleh pelajar yang lain. Leman senyum. “Terima kasih, Ustazah... Sebab realisasikan fantasi saya... Saya janji saya akan fokus mulai esok”
Ustazah Syaima mengangguk. “Baguslah macam tu... Nanti saya akan tanya awak soalan lebih sedikit” usik Ustazah Syaima membuatkan Leman senyum sedikit risau.
“Urm... Ustazah... Maaf kalau saya tanya... Tapi apa yang kita buat tadi tu, one off atau... Erm... Ada lagi?”
Ustazah Syaima menggigit bibir bawah. “Hmm... Kalau awak rasa awak dah start tak boleh fokus... Awak bagitau. Boleh?” laju Leman mengangguk. “Okay! Terima kasih Ustazah. Jumpa dalam kelas nanti” kata Leman sambil membuka pintu kereta lalu menapak keluar dengan senyum puas.
Ustazah Syaima juga senyum puas. Walau tak sepuas bersama Fadzril, Azmir mahupun suaminya, namun entah mengapa dia yakin yang Leman akan bertabah baik nanti. Ustazah Syaima menggeleng malu dengan dirinya sendiri.
Dia yang dahulu jijk dengan perangai jiran jirannya, kini menjadi salah seorang dari mereka.
Kereta dibawa pandu pulang ke rumah, sesampai di rumah, telah tersedia spaghetti carbonara yang Ustazah Syaima yakin dimasak Syazana menggunakan sos prego yang dibeli tempoh hari. Sepinggan cukup untuknya. Pasti si suami dan Syazana dah makan tadi.
2K notes · View notes
gadiskaktus · 2 months
Text
Afirmasi Pagi
"Belajar untuk mengelola perasaan yang membuat kita lemah; merasa hina, merasa tidak layak, merasa terabaikan, merasa sendirian, merasa tidak dicintai dan segala rasa yang membuatmu tidak merasa hidup. Terima semuanya, tapi jangan disimpan terlalu lama. Lepaskan dan relakan. Dirimu pantas untuk bahagia dan hidup tenang."
Langit Selepas Hujan @gadiskaktus
359 notes · View notes
yonarida · 3 months
Text
Tanda Seseorang Sudah Selesai dengan Dirinya Sendiri (Self Acceptance)
Apa itu self acceptance/ selesai dengan diri sendiri? Self-acceptance, atau penerimaan diri, adalah sikap menerima dan mengakui segala aspek dari diri sendiri, termasuk kekurangan, kekuatan, kelemahan, dan keunikan tanpa menghakimi atau merasa perlu mengubah diri untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Beberapa poin yang menjelaskan konsep self-acceptance:
Menerima Diri Apa Adanya: Self-acceptance berarti menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan. Ini termasuk menerima penampilan fisik, kepribadian, emosi, dan pengalaman hidup tanpa merasa malu atau bersalah.
Mengakui Kekurangan: Mengakui bahwa setiap orang memiliki kekurangan dan itu adalah bagian dari menjadi manusia. Self-acceptance berarti tidak merasa minder atau rendah diri karena kekurangan tersebut, melainkan menerima dan berusaha memperbaikinya dengan bijak.
Tidak Menghakimi Diri Sendiri: Berhenti menghakimi diri sendiri secara negatif atau keras. Seseorang yang menerima diri sendiri akan berbicara kepada dirinya sendiri dengan cara yang penuh kasih dan pengertian, sama seperti berbicara kepada teman baik.
Menghargai Diri Sendiri: Menghargai diri sendiri atas siapa diri kita, bukan hanya atas apa yang kita capai. Ini berarti menghargai nilai-nilai, prinsip, dan keberadaan diri sendiri.
Menerima Masa Lalu: Self-acceptance juga melibatkan menerima masa lalu, termasuk kesalahan dan kegagalan, sebagai bagian dari perjalanan hidup yang membentuk siapa kita saat ini.
Memiliki Pandangan Positif Tentang Diri: Membangun pandangan positif tentang diri sendiri, di mana seseorang melihat dirinya secara seimbang, menghargai kekuatan dan berkomitmen untuk memperbaiki kelemahan.
Mengurangi Perbandingan Sosial: Tidak terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Self-acceptance berarti memahami bahwa setiap orang unik dan perjalanan hidup masing-masing berbeda.
Ketenangan Batin: Dengan menerima diri sendiri, seseorang akan merasa lebih tenang dan damai secara batin, karena tidak lagi berjuang melawan diri sendiri atau mencoba menjadi orang lain.
Self-acceptance adalah dasar dari kesehatan mental dan emosional yang baik. Dengan menerima diri sendiri, seseorang bisa hidup lebih autentik, menjalani hidup dengan lebih bahagia, dan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Tanda Seseorang Sudah Selesai Dengan Dirinya Sendiri Tanda seseorang sudah selesai dengan dirinya sendiri (self-acceptance) dapat terlihat dari berbagai aspek, antara lain:
Penerimaan Diri: Mereka menerima diri mereka sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihan tanpa merasa perlu menyembunyikan atau mengubah siapa mereka untuk menyenangkan orang lain. Meski begitu, tetap butuh untuk instropeksi dan mengembangkan diri bagi perbaikan dan kebaikan.
Ketenangan Batin: Mereka memiliki ketenangan batin dan tidak mudah terganggu oleh kritik atau pendapat negatif dari orang lain.
Mandiri Emosional: Mereka tidak bergantung pada orang lain untuk merasa bahagia atau berharga. Kebahagiaan dan rasa harga diri mereka berasal dari dalam diri.
Tujuan Hidup yang Jelas: Mereka memiliki tujuan hidup yang jelas dan bekerja menuju tujuan tersebut tanpa merasa tertekan oleh ekspektasi eksternal.
Keberanian Mengambil Keputusan: Mereka berani mengambil keputusan yang sesuai dengan nilai dan keyakinan mereka, meskipun keputusan tersebut tidak populer atau didukung oleh orang lain.
Relasi yang Sehat: Mereka memiliki hubungan yang sehat dengan orang lain, dimana mereka bisa memberi dan menerima dengan tulus tanpa merasa terbebani.
Kepercayaan Diri: Mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan yakin akan kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan hidup.
Tidak Membandingkan Diri dengan Orang Lain: Mereka tidak merasa perlu membandingkan diri mereka dengan orang lain dan fokus pada perjalanan hidup mereka sendiri.
Kemampuan Menghadapi Kegagalan: Mereka melihat kegagalan sebagai bagian dari proses belajar dan tumbuh, bukan sebagai cerminan dari nilai diri mereka.
Keseimbangan Hidup: Mereka mampu menjaga keseimbangan antara pekerjaan, keluarga, dan waktu untuk diri sendiri, serta mengelola stres dengan baik.
Jika seseorang menunjukkan tanda-tanda ini, bisa dikatakan bahwa mereka telah selesai dengan diri mereka sendiri dan mencapai tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang tinggi.
492 notes · View notes
ibnufir · 2 months
Text
Barangkali memang hidup yang bikin keluargamu tenang itu, hidup yang dijalani oleh sumber rezekimu yang baik.
Rezeki yang selama ini kamu pikir hanya membuat keluargamu cukup dan bertahan untuk hidup yang biasa-biasa saja.
Tapi bisa jadi disitulah letak keberkahannya, ketenangan mejalani ibadah rumah tangga dengan penuh rasa syukur.
Anak-anak dan keluarga yang sehat. Kedamaian berumah tangga tanpa begitu banyak pertengkaran dan kerelaan hati menjalaninya.
Bisa jadi hidup keluargamu yang biasa-biasa saja saat ini, adalah hidup yang dirindukan banyak orang diluarsana dengan segala keberlimpahannya.
Keberlimpahan yang hanya membuatnya sulit tidur dan tidak bisa membuat ruang keluarganya penuh tawa dengan segala kesederhanaannya.
Sering-sering periksa lagi, jika sumbernya baik mudah-mudahan mengalirnya juga jernih.
—ibnufir
351 notes · View notes
kurniawangunadi · 1 month
Text
Memandang Hidup Lebih Dalam
Hidup ini bergulir dengan jalan ceritanya, namanya takdir atau kita kenal sebagai Qada dan Qadar. Salah satu rukun yang perlu kita imani. Secara harfiah, bisa kita artikan jika kita tidak meyakini takdir kita sendiri = kita tidak beriman.
Keadaan kita saat ini, adalah yang terbaik. Masa lalu kita, darimana kita berasal, dari siapa kita dilahirkan, dengan segala dinamikanya, itu adalah yang terbaik. Memang susah sekali untuk meyakininya bahwa itu adalah yang terbaik, sebab saat kita menjalaninya saat ini rasanya jungkir balik, bahkan berobat rutin dengan antidepresan, dan sebagainya.
Tapi coba lihat lagi kehidupan kita ini, lebih teliti. Bagaimana selama ini rezeki kita dicukupkan, bagaimana selama ini kita bisa bertahan, bagaimana selama ini semua rentetan kejadian membuat kita belajar banyak hal. Dan semua hal yang kita miliki itu menjadikan kita seperti sekarang.
Mengimani qada dan qadar ini juga mampu membuat hidup kita lebih tenang, tidak mudah hasad dengan apa yang dicapai orang lain, tidak mudah iri dengan hidup orang lain, dan juga tidak mudah bersedih atas apa yang kita miliki. Karena semua ditakar dengan sangat baik, oleh Yang Maha Adil dan Bijaksana.
Kalau kita merasa kurang beruntung? Apakah memang keadaannya yang kurang beruntung, atau perasaan kita yang menciptakan rasa kurang beruntung karena membandingkan hidup kita dengan yang harapan kita atau dengan yang lain?
Kalau semua orang bisa memiliki rasa cukup dalam dirinya. Bumi ini takkan pernah kekurangan untuk mencukupi kebutuhan milyaran manusia. Tapi sekalinya ada rasa ingin lebih, lebih, dan lebih. Bumi ini takkan cukup untuk keserakahan.
310 notes · View notes
tentangtenang · 10 days
Text
Membaca Pertanda
Ya Allah, jika kebaikan itu benar-benar akan datang, mudahkanlah kami untuk memiliki kepekaan dalam membaca pertandanya. Pertanda yang benar pertanda, bukan yang samar dan meragukan namun kami mengiranya sebagai pertanda. Sebab, sudah berulang kali kami keliru membaca pertanda, menanti-nanti kebaikan sambil membuka pintu yang sangat lebar, tapi ternyata ia belum kunjung datang.
Ya Allah, jika kebaikan itu benar-benar sedang Engkau perjalankan menuju kami, mudahkanlah kami untuk untuk memiliki kelembutan hati dalam membaca pertandanya. Sehingga kami menunggunya dengan tenang, bukan dengan gusar dan penuh keresahan. Sebab, sudah berulang kali kami lelah dengan diri kami sendiri, yang semakin tergilas oleh rasa tidak sabar yang perlahan menghancurkan diri kami dari dalam.
Ya Allah, jika kebaikan itu benar-benar Engkau izinkan untuk bisa kami terima di dunia, mudahkanlah kami untuk mengilmui apa-apa yang menjadi sebab baiknya penerimaan kami terhadap kedatangannya. Sebab, kami tidak ingin hanya terdorong oleh keinginan yang besar akan datangnya kebaikan itu padahal ilmu kami nol besar. Titipkan dan karuniakanlah kepada kami pemahaman dan pemaknaan yang lurus, agar kebahagiaan yang datang menyertai kebaikan itu tidak lantas membuat kami tersesat dalam riuhnya kesementaraan perasaan kami.
Ya Allah, jika kebaikan itu benar-benar akan menjadi takdir baik sekaligus penyejuk bagi hati kami, mudahkanlah kami untuk mampu mengenali tanda-tandanya pada diri kami. Izinkanlah kebaikan itu hadir dalam bentuk, rupa, dan kondisi yang paling prima, yang karena kedatangannya kami dapat berbahagia namun kebahagiaan itu mewujud dalam bentuk lainnya: ketenangan, ketaatan, dan kesediaan untuk tetap mau berserah diri kepada-Mu sekalipun kami tengah berbahagia.
190 notes · View notes
palupiyuliyani · 7 months
Text
Sudah satu paket, maka berbesar hatilah
Ketika kita memilih pasangan kemudian memutuskan menikah, maka harus selalu sadar bahwa dia akan membawa bahagia, tapi juga membawa ujian -satu paket-
Ada suami yang perhatian, ringan membantu pekerjaan rumah, dll. Tapi kurang bisa bekerja keras dalam hal pekerjaan.
Ada suami yang pekerja keras, tanggung jawab, bisa diandalkan dalam keuangan. Tapi tidak mampu mengekspresikan rasa sayang, terkesan cuek dan dingin
Ada yang pekerja keras juga perhatian, tapi kurang bisa nyambung ketika diajak ngobrol, kurang bisa membaca situasi dan ekspresi lawan bicara.
Ada istri yang tidak terlalu cantik, tapi begitu teduh dalam kesederhanaan
Ada yang mampu bekerja selevel laki-laki, mandiri dalam finansial tapi kurang rapi dalam mengerjakan pekerjaan rumah
Ada yang pintar dalam pekerjaan rumah, tapi belum mampu mandiri dalam finansial.
Ada yang pintar bekerja juga dalam pekerjaan rumah, tapi mudah mengomel dan marah.
Kelebihannya adalah sumber bahagiamu, kekurangannya adalah ujian kesabaran untuk kamu taklukan. Satu paket.
Jangan terlalu berekspektasi tentang perubahan, cobalah berbesar hati menerima kekuranganya sembari pelan-pelan saling memberi saran (dengan cara yang baik), lalu tumbuh mendewasa bersama.
Sabar, sabar, sabar. Saling memaafkan.
Dia membawa begitu banyak hari-hari tenang dan bahagia, sepaket bersama ujiannya (yang sebenarnya kalau mau dipikirkan lebih dalam tidak sebanyak hari bahagia yang dia berikan)
Berharap bahagia selamanya di dunia adalah sebuah kemustahilan.
Merauke, 24 Februari 2024
465 notes · View notes
kafabillahisyahida · 2 months
Text
Pengen jadi orang yang suksesnya ga dimanfaatin gagalnya ga diketawain. Aibnya ga dicari-cari. Amalnya ga dipuji-puji. Enak dan Ga malu makan dipinggir jalan, pakai baju, kendaraan untuk dimanfaatin fungsinya bukan untuk dipamerin bagus /mereknya. Kalo post cari rejeki, bagi inspirasi bukan pamer kehidupan pribadi.
Ga keras lagi pada diri sendiri, ga berambisi pada mimpi, ga ada rasa ingin membuktikan ke orang lain yang meremehkan, ga pengen menunjukkan bahwa aku ada dan layak diperhatikan.
Ingin jadi orang biasa
Yang bahagianya tak terusik orang yang sirik. Yang dukanya tak jadi sorotan dan bahan gunjingan.
Yang tenang dan benar-benar menikmati hidup, bila ada gak kelihatan,bila ga ada ga dicari. Bila perlu biar Orang lupa nama atau lupa wajah. Namun manfaat dan karyanya dirasakan sebanyak-banyaknya, ga peduli walau ga dihargai. Masa bodoh dengan harga diri, harga diri itu hanya Allah yang layak memberi dan menghargai.
233 notes · View notes
andromedanisa · 2 months
Text
ketika melihat;
ketika engkau melihat seseorang yang kau kasihi menangis, tolong jangan pernah untuk memintanya berhenti menangis. jika engkau tak bisa menolongnya untuk mengurangi kesedihannya, setidaknya jangan memaksanya untuk berhenti menangis.
ketika engkau melihat seseorang yang tidak kau kenal dan dia menangis, tolong jangan menyuruhnya untuk tidak menangis. untuk menyuruhnya mengusap air matanya. jika engkau tak tahu alasan mengapa ia menangis, maka sudah sepatutnya kau tak ikut campur dengan menyuruhnya untuk berhenti menangis.
ketika engkau melihat seseorang kehilangan orang yang dicintainya, dan dia menangis. maka tolong jangan pernah memintanya untuk bersabar dan tidak menangis. biarkan dia dengan perasaan kehilangan dan air matanya . jika engkau tak bisa menghiburnya untuk menghilangkan kesedihannya, maka jangan memintanya untuk berhenti menangis sebab tidak ada yang baik-baik saja dengan kehilangan.
meminta seseorang untuk berhenti menangis atau meminta seseorang untuk tidak menangis tak lantas membuatnya menjadi manusia yang kuat. justru dengan menangis menandakan dirinya sedang tidak baik-baik saja dan mencoba meregulasi perasaan kesedihan yang ia rasakan.
seseorang yang menangis ataupun merasakan kesedihan bukanlah pertanda seseorang kehilangan imannya. namun kita sedang mengendalikan emosi sampai Allaah memberi kekuatan untuk kita merasa baik-baik saja.
tidak ada yang berubah dengan kehilangan, kehilangan tetaplah kehilangan. menangisinya tidak akan merubah akan hal itu. namun dengan menangis kita memahami bahwa sebetulnya diri ini sungguh rapuh dan sungguh membutuhkan pertolongan Allaah. lalu Allaah menolong kita, menguatkan hati kita. dari kehilangan kita akan belajar bahwa hidup memang untuk kehilangan. dan jalan kembali terbaik adalah mengembalikan semuanya kepada Allaah dengan perasaan luruh dan tenang.
pada akhirnya Allaah yang akan menenangkan hati kita dan memberi kita petunjuk, bahwasanya segala rasa kehilangan dan perasaan sedih akan menemukan masanya. entah sebentar ataupun membutuhkan waktu bertahun-tahun.
tidak ada yang baik-baik saja dengan kehilangan. dan kita paham akan hal ini. dan proses menangis adalah cara terbaik untuk tetap merasa sedikit lega dari semua perasaan sesak yang dialami saat itu. jadi tolong, kala melihat seseorang yang sedang bersedih dan menangis. jangan pernah meminta atau bahkan memaksanya untuk berhenti menangis. jika engkau mampu untuk membersaminya, bersamailah, temani ia, ikutlah dalam rasa sedihnya. jika tidak bisa, maka biarkan dia bersedih untuk sementara waktu dan doakan terus agar Allaah menguatkan hatinya dari proses kehilangan.
semoga Allaah menggantikan sesuatu yang hilang dengan ganti yang lebih baik yang mendatangkan rasa syukur nantinya. semoga Allaah menguatkan hati-hati yang terasa kosong setelah kehilangan. semoga Allaah senantiasa menolong mereka yang sedang tidak baik-baik dalam kondisi bagaimanapun.
jangan pernah berputus asa dari Rahmat Allaah ya, sepedih apapun lukamu, sesakit apapun batinmu, sesesak apapun hatimu. jangan pernah menganggap Allaah tidak adil untukmu sebab kehilangan yang kamu rasakan. sebab pengetahuan kita sangatlah terbatas, dan kita tak akan pernah bisa menjangkau hikmah tersebut.
65 notes · View notes
senjadanaksara · 30 days
Text
Tumblr media
"Allaah, jika pada hari ini aku disibukkan pada hal-hal yang aku sendiri tidak tahu sedang mengejar apa, maka hadirkanlah rasa tenang dalam diriku. Agar aku paham kapan harus berhenti, kapan harus berupaya, kapan harus terus berjuang. Karuniakan aku rasa tenang dalam menjalani kehidupan yang tidak pasti ini. Agar aku tidak begitu takut pada apa-apa yang belum aku gapai, pada apa-apa yang memang tidak menjadi bagianku. Aku hanya ingin menjadi hamba yang banyak syukur atas segala kebaikan Engkau kepada diriku ini."
~ repost @andromedanisa
| Kembali membaca tulisan manis ini 🌷
179 notes · View notes
kayyishwr · 4 months
Text
Aku pamit, bukan untuk menghilang, hanya saja menjaga jarak rasa-rasanya lebih menentramkan untuk hati kita masing-masing
Pengetahuan kadang membawa kita pada kegelisahan; semakin tahu semakin tak tenang
Maka, ku adukan ini sesekali pada kawan "bodoh kali aku, mengapa harus mengenalnya sejauh ini"
Pun kuadukan pula pada tuhan Ku, yang kemudian Dia memberiku arahan "pamit saja dulu"
Ah ya, sepertinya ini pilihan terbaik. Dulu pun pernah ku lakukan; menghilangkan jejak, menghilangkan kenangan sosial media
Dan, jika di masa pamit ini, berujung pada pilihan terbaik yg sejalan dengan takdirNya; ku doakan selamat, dan moga-moga hal baik menyertaimu selalu, kapanpun dan dimana pun
Sekian.😁
237 notes · View notes
lanmaxtremesblog · 5 months
Text
Salmah
Berapa” Tanya Salmah kepada penjual ayam.
“Sepuluh ringgit saja” jawab taukeh ayam.
Salmah menghulurkan duit sepuluh ringgit dan berlalu dengan membimbit beg plastik yang
berisi ayam. Ketika berpusing , Salmah terlanggar seseorang lalu terjatuh plastik ayamnya.
Salmah tunduk mengambil ayamnya di atas simen market. Pada ketika yang sama seorang lelaki
turut tunduk untuk menolongnya memungut beg plastiknya.
“Maafkan saya” sapa lelaki tersebut.
Salmah mengangkat mukanya.
“Abang Din” Sahut Salmah.
Lelaki tu cuma tersenyum.
Mereka sama-sama berdiri.
“Abang dari mana ni?”Tanya Salmah.
“Mari kita berbual ditempat lain” Lelaki berkenaan berpusing dan diikuti oleh Salmah.
Fikiran Salmah bercelaru.   Abang Din yang sedang diikutinya ini adalah bekas “pengurus”
nya
semasa “bekerja” di ibu kota dulu.  “Kontrak”nya semasa dia bekerja dulu,dia akan
dibenarkan berhenti bekerja setelah berumur 35 tahun dan sekarang Salmah sudah berumur 38
tahun.  Bererti dia telah berhenti bekerja dengan Abang Din 3 tahun dulu.
Mereka sampai di warong makan dan memilih untuk duduk di bawah payong yang terjauh
daripada
orang lain. Abang Din terus tersenyum merenung Salmah yang duduk di hadapannya.
“Macam mana abang Din boleh sampai ke sini?” Tanya Salmah.
“Kau masih cantik macam dulu jugak Salmah…… kau buat apa sekarang?” Tanya abang Din.
“Biasalah bang ..balik kampung kena kerja cara kampung.  Mah  menjahit baju di rumah.
Cara
Kampung bang…nak cari rezeki yang halal”
Abang Din cuma tersenyum.”Udahlah Mah ,jangan cakap fasal halal haram… kita ni nak hidup.
Abang datang ni pun fasal  cari makan juga ini….Mah pun tahu kan.”
“Mah tahu bang….. lapan tahun bang… Mah kerja dengan abang”
Suasana senyap seketika.
“Kau dah kawin ke Mah”
Salmah cuma senyum sinis.  “ Siapa nakkan Mah ni bang…Mah pun tak berani nak terima kalau
ada orang minat pun…Mah takut orang tahu kerja Mah dulu tu…kut-kut ada antara mereka yang
pernah melanggan Mah dulu.  Rioh sekampung”
“Takkan ada kat dalam kampung ni”
“Mana tahu bang…..Mah sendiri pun mana ingat siapa yang melanggan Mah atau tidak…..
Kadang-kadang Mah rasa macam kenal saja, apatah lagi kalau orang tu asyik senyum kat Mah”
“Apa kata kalau hari ini kau ikut aku ke Bandar” Pintas Abang Din.
“Buat apa bang…abang nak suruh Mah buat kerja tu lagi ke?”
“Tidaklah gitu…. Abangkan manusia yang pegang pada janji…Ha… abang dah lepaskan kau dulu…
maka lepaslah tapi kali ini anggaplah kita ada hubungan sosial saja bukan urusniaga.”
Salmah bermenung seketika.
“Kita ke rumah Mah dululah bang…kat rumah mah tu pun bukannya ada orang…. biar Mah
tukar baju dan hantar ayam ni dulu”
“Elok juga lain kali boleh aku ke rumah kau pulak”Jawab abang Din sambil bangun.  Dia
meninggalkan wang di atas meja sebagai bayaran minuman yang mereka minum.
“Hah Dol kau pun ada?” tanya Salmah pada Dol yang sedang menanti di kereta.
“Hai Kak …lama tak jumpa”  Salmah masuk dalam kereta di tempat duduk belakang.
“kau kerja dengan abang Din lagi” Tanya Salmah kepada Dol.
“Alah Kak……. Abang Din ni baik…dia jaga saya dari kecik lagi..lagi pun saya dapat
apa yang saya suka kalau kerja dengan abang Din ni..heh……” sambil tergelak.
Salmah fahamlah tu apa yang dia suka tu.   Perempuan lah apa lagi.  Sekarang ni budak Dol
ni merupakan orang kanan Abang Din lah..Body-guard  sesuai dengan badannya yang besar dan
sasa.
Abang Din cuma tersengeh.
“Arah mana kak?”tanya Dol.
“Kau jalan terus..sampai simpang sana kau belok kiri”  Kereta proton Perdana menderu
menyusuk ke dalam kampung.  Melalui kawasan sawah dan dusun.    Rumah di sini masih lagi
jauh-jauh antara satu sama lain.  Dengan berlatar belakangkan banjaran bukit, kawasan
perkampungan ini sungguh tenang.
“Masuklah bang…Dol….”Salmah terus ke dapur menyimpan ayam yang dibelinya ke dalam
peti ais lalu terus menuangkan air teh sejuk yang sedia ada dalam peti ais ke dalam gelas
lalu di bawa keluar.
Abang Din berdiri dipintu memerhati keadaan sekeliling kampung.   Memang rumah Salmah ni
jauh dari rumah orang.  Dol duduk bersandar di sofa.    Mata Dol tajam menerjah ke dalam
bukaan baju Salmah yang menyerlahkan sebahagian dari buah dadanya apabila Salmah
menghidangkan air.
“Akak ni masih cantik macam dulu” Puji Dol.
“Aku pun kata begitu jugak tadi… kadang kala menyesal aku lepaskan dia dulu….. hilang
perigi mas aku”
“Abang dengan Dol ni sama saja…kalau nakkan barang orang tu asyik memuji sajalah tu.
Mah rasa perkataan abang dengan Dol ni sama saja untuk semua ayam abang yang kat bandar
tu… jemput minum bang” Sambil melabuhkan ponggongnya yang bulat ke atas sofa.
Abang Din turut duduk di sofa dan Dol menghirup air yang dihidangkan.
“Yang abang beria-ia mengajak Mah ke bandar tu buat apa?”
Sambil meletakkan gelas minuman Abang Din bersandar semula.
“Aku sebenarnya rindukan kau ni….bila aku berjumpa dengan kau tadi”
“Maksud abang… abang nak pakai Mah?”
“Aku tahu kau memang cepat faham….hah…..” sambil tergelak.
“A.. a.. kak…. Dol pun rindukan akak”
Salmah faham benar mengenai nafsu serakah manusia berdua ini.  Sebenarnya dia sendiri pun
macam terpanggil apabila bertembung dengan abang Din tadi.   Memang dah tiga tahun dia
tidak merasa balak sejak “bersara” dari perkhidmatannya dengan Abang Din.
“Takpayahlah ke bandar bang….. kat sini saja lah” sambut Imah.
Bulat mata Abang Din dan Dol.  “Boleh ke Mah?” tanya Abang Din.
“Abang nak sekarang ke?” tanya Salmah.
“Kalau boleh apa salahnya…adik aku dalam seluar ni pun rasa macam garang je ni”
“Dah gian lah tu” Gurau Salmah sambil bangun berjalan ke pintu.  Sampai di pintu dia
menoleh ke arah Dol.
“Dol masukkan kereta ke belakang rumah” Pinta Salmah.
Dol bergegas bangun dan turun tangga.  Salmah terus memerhati dipintu.
“Abang tak nak mandi dulu ke?” tanya Salmah lagi.
“Lepas nantilah mandi”  Abang Din dah mula membuka bajunya.
“Lamanya si Dol “ Salmah bagaikan tak sabar.
Tiba-tiba Dol menjengah di sisi rumah “ Hah bawak kasut tu naik ke dalam”
Dol mengikut dan Salmah masih memerhati ke sekitar jalan ke rumahnya. Memang lengang
tidak kelihatan seorang manusia pun yang ada.  Setelah puas hatinya yang tidak ada
orang yang akan datang ke rumahnya Salmah menutup pintu rumah.
Apabila dia menoleh ke belakang sudah bersedia dua lelaki yang dulunya sentiasa
menjamah tubuhnya  tak tentu masa dalam keadaan semula jadi tanpa seurat benang lagi.
“Emm cepatnya”  Sambil memegang tangan lelaki berdua tu ke dalam bilik.
Esah mengayuh basikalnya perlahan-lahan di atas batas padi.  Bimbang takut terjatuh
pula ke dalam sawah yang kebetulan sedang penuh dengan air dan padi yang baru di tanam.
Janda muda ni membimbit beg plastik yang berisi kain yang baru dibelinya di bandar.  Dia
perlu ke rumah Salmah untuk menjahit baju dengan cepat memandangkan dua hari lagi dia akan
menghadiri kenduri kawannya di kampung sebelah.  Kalau dia terjatuh bererti habislah
kotor kain yang baru dibelinya tu.
“Auhhhhhhh bangggg nikmatnyaaaaaaa!!!!!!”Keluh Salmah.  Balak Abang Din menikam
tenggelam dalam cipap Salmah yang tidak pernah diterokai sesiapa dalam masa 3 tahun ini.
Rindu dan giannya pada balak lelaki tidak terkata lagi.Kalau dulu semasa dia
menyundal dapat merasakan berbagai jenis balak berkali-kali dalam sehari tetapi
selepas balik ke kampung perigi cipapnya menjadi kering kontang terbiar tidak diusik
sesiapa.
Abang Din mula menyorong tarik dengan tenang.  Sebagai bapak ayam dia cukup mahir untuk
memuaskan nafsu perempuan.  Dia tahu walaupun perempuan yang dijaganya mendapat balak
daripada pelanggannya setiap hari tetapi mereka tetap menanti balaknya untuk
mendapatkan kepuasan sebenar dalam seks.  Kebanyakan pelanggan mementingkan diri ‘
sendiri,mereka mementingkan kepuasan diri dan hanya menggunakan sahaja perempuan yang
meraka sewa tanpa mengambil kira  kepuasan pasangannya.  Bagi kebanyakan pelanggan,
perempuan yang mereka sewa hanyalah alat untuk memuaskan nafsu mereka bukan untuk
keseronokan bersama.
Esah menyorong basikalnya masuk ke lorong rumah Salmah.  Hatinya terasa keciwa
apabila melihat pintu rumah Salmah tertutup,namun apabila melihat tingkapnya terbuka
dia gagahkan hati untuk mencuba,  kalau-kalau Salmah ada di dapur.  Sabaik sahaja hampir
dengan tangga Esah membuka mulut untuk memberi salam.
“Yeahhhhh banggg kuat lagiiiiiiiiii……Mah nak sampaiiiiii nieeee…… ahh.. ahhhh….
ahhhh……. aughhhhh!!!!!!”  Esah tidak jadi memanggil.Mulutnya ternganga.
Darahnya berderau. Lututnya lemah.  Dia tahu bunyi tu.  Dia boleh banyangkan
apa yang Salmah sedang lakukan.  Dia giankan bunyi tu.   Dah dua tahun dia bercerai
dengan suaminya yang merengkok di penjara kerana dadah.
Esah melangkah perlahan mencari akal.  Dia melihat keliling.  Tak ada orang.
Dia pergi ke bawah rumah Salmah. Memang bunyi Salmah mengerang menjadi-jadi.
Bunyi katil berenjut juga menjadi-jadi.  Dia merasakan cipapnya terangsang.
Dia mencari lobang untuk diintainya.Tiada.
“Ah!!!! Ah!!!!! Ahhhhh!!!!! Aaaaaaaah!!!!!! pancut bang……Mah tahan nie………
biar sampai sama-sama  haaahhhhhhhhhh auhhh!!!! yeah!!!! yeahhhh!! yeahhhh!!!!!!!!!!”
suara Salmah meninggi.
Esah terus melilau,bagai kucing jatuh anak mencari lobang untuk diintainya ke dalam
bilik Salmah. Masih juga tidak berjaya.  Kemdian terlintas satu jalan untuk dicubanya.
Dia melangkah ke dapur.  Dia perasan ada sebuah kereta besar di hadapan pintu dapur.
Perlahan-lahan dia membuka pintu dapur. Perasaannya lega apabila mendapati pintu itu
tidak berkunci.  Dia membukanya dan terus menutupnya kembali. Diletaknya plastik kain
di atas meja makan,dia berjengket-jengket menuju ke bilik tidur Salmah.
Di hadapan pintu bilik kelihatan bersepah pakaian lelaki dan pakaian Salmah sendiri.
Bagaikan seorang mata-mata gelap yang ingin menangkap seorang penjenayah dia
mendekatkan mata ke pintu bilik yang terbuka luas.
Kelihatan seorang lelaki yang berkulit hitam manis sedang menunjah balaknya yang
besar panjang dengan lajunya ke cipap Salmah yang sedang mengangkang lebar dengan
lututnya yang berlipat rapat hampir ke dadanya.  Dari kedudukannya Esah dapat
melihat balak hitang telah pun terpalit dengan cecair putih keluar dan masuh cipap Salmah.
“Ye banggggggggggg sekaranggggggg!!!!!!!!!”jerit Salmah.
Ketika itu Esah melihat cecair mani memancut keluar dari cipap Salmah setiap kali
balak hitam itu di tarik keluar.Melimpah dan meleleh turun melalui salur ke bawah
duburnya dan membentuk satu tompokan di atas cadar biru laut.  Henjutan lelaki tu
berhenti selepas beberapa ketika.   Sekali lagi air mani membuak keluar apabila
balak hitam itu dicabut keluar.  Cipap Salmah ternganga buat seketika dan air mani
terus melelah.  Salmah meluruskan kakinya dan terus terkangkang lebar.
Lelaki berkulit hitam itu bangkit. Kelihatan peluh yang bermanik di belakangnya
meleleh turun ke ponggong.  Salmah kelihatan menarik nafas panjang-panjang.
Buah dadanya yang menggunung dan mukanya kelihatan berminyak dengan peluh. Rambutnya
kelihatan tidak menentu.  Wajahnya mencerminkan kepuasan yang tidak terhingga.
Tanpa di duga kelihatan lelaki lain yang berkulit cerah  melangkah dari sudut yang
tidak dapat dilihat oleh Esah sebelum ini. Pastinya lelaki ini tadi duduk di kerusi
solek yang terlindung dari padangan Esah. Lelaki hitam tadi pula hilang dari pandangan…
tentunya duduk di kerusi solak yang diduduki oleh lelaki yang berkulit cerah ni.
Salmah kelihatan tersenyum apabila lelaki berkulit cerah melutut naik ke atas katil
diantara dua pahanya.  Mata Esah bagaikan terbeliak melihat  balak orang ini,jauh
lebih besar daripada lelaki tadi.   Hampir sembilan inci agaknya.  Bukan sahaja panjang
tetapi besar pula.
Kelihatan Salmah menarik bucu cadar dan mengelap cipapnya yang kelihatan banyak cecair
di situ.  Salmah menggenggam balak yang bakal diterimanya.  Emmm kelihatan cukup
segenggam penuh.
“Makin besar si Dol ni bang berbanding dulu” Komen Salmah.
“Dia kuat makan…latihan juga cukup..”jawab lelaki tadi dari tempat duduknya.
‘Aughhh!!!” Terkeluar suara Salmah apabila balak besar itu terus meneroka cipapnya yang
licin sampai ke pangkal.
“Ohhh…… ketatnya Kak” Keluh lelaki berkulit cerah.
Salmah terus mengangkat lututnya sekali lagi.
“Henjut Dol..henjut biar akak puas”
Dol mula menghenjut.Kelihatan cecair yang ada dalam cipap  Salmah terus meleleh keluar
setiap kali Dol menarik balaknya. keluar.
Esah merasakan cipapnya juga mengeluarkan cecair.   Salmah dah pancut berkali-kali
menyebabkan Esah yang mengendapnya juga tak tahan lagi. Dia mula membuka ikatan kain
sarong yang dipakainya lalu melangkah ke dalam bilik Salmah.  Abang Din terkejut pada
mulanya tetapi melihat perempuan yang separuh bogel melangkah masuk dia terus berdiri
dan menyambut tangan perempuan itu lalu dibawanya ke katil.
“Kak, Esah tak tahan lagi kak”
Salmah juga turut terkejut namun dia mengukir senyum sambil menganggukkan kepala kepada
Abang Din menandakan OK.  Abang Din membuka baju-T Esah dan seterusnya pakaian dalam.
Kelihatan seluar dalam merah jambu yang dipakainya basah di antara dua pahanya.  Esah
terus berbaring di sebelah Salmah dan Abang Din terus mendatanginya.
“Ouuuuuuhhhhhh!!!!!! Kak ….nikmatnyaaaaa!!!!!!” Balak Abang Din terus rapat sampai ke
pangkal.
Suara Salmah dan Esah bersahut-sahutan hingga ke tangah hari.   Mereka bergilir, mereka
bertukar, mereka mencari kepuasan demi kepuasan.    Selepas terlelap tengah hari itu,
Esah dan Salmah masuk dapur memasak ala kadar.   Selepas makan mereka sambung lagi hingga
ke petang.
Esah sampai ke rumah hampir senja.
Dua hari kemudian kelihatan Esah dengan baju baru yang dijahit oleh Salmah menaiki Proton
Perdana menuju ke ibu kota.  Salmah melambaikan tangan.  Esah membalasnya.  Umur Esah
baru 28 tahun bererti dia akan berkhidmat untuk Abang Din sebagai ayam dagingnya selama 7
tahun lagi.  Tak tahu berapa banyak balak yang akan dirasainya dan sebanyakmana pula air
mani yang akan ditadahnya.    Misi Abang Din masuk kampung mencari ayam baru nampaknya
berjaya.  Esah yang kehausan selama ini akan terubat kekosongan itu. Dan Salmah………
hanya menanti ketibaan Abang Din dan Dol sekali sekala menjenguknya di kampung.  Mengisi
periginya yang sentiasa kontang.    Mungkin…… kalau ada jodoh dia juga akan mencari
sorang suami buat teman hidup dikala tua.  Selepas tiga empat tahun, tidak seorang pun
pelanggannya akan mengingati wajahnya lagi.   Mereka semua mementingkan diri sendiri
dan manusia memang mudah lupa.
“Bila kau balik Esah?” Tanya Salmah.
“Semalam kak” Jawab Esah yang kelihatan ceria dengan blaus warna perang dan seluar slek
kemas.
Rambutnya kini di potong pendek.
“Seronok kerja dengan Abang Din?” tanya Salmah lagi sambil menuangkan air dari teko ke
dalam cawan.
“Biasalah kak, akak pun tahu kerja ni, kadang kala seronok dan kadang kala mengecewakan
tetapi terpaksa tunjuk seronok jugak…nak ambil hati pelanggan”
“Jemput minum Sah” Pelawa Salmah.” Kau tak kena orientasi ke Sah?” tanya Salmah lagi.
Hampir terbelahak Esah apabila mendengar pertanyaan tu.
“kena kak..teruk Esah dibuatnya…Esah rasa macam jalan tak betul dua tiga hari”
Salmah tersengeh mendengar cerita Esah. Dia faham benar, kalau bekerja dengan Abang Din,
setiap ayam jagaannya akan melalui orientasi tertentu. Dia masih ingat lagi, ketika dia
mula tiba di ibu kota dulu, Abang Din mengurungnya dalam bilik beberapa hari. Ketika itu
dia hanya digunakan oleh Abang Din seorang sahaja. Siang malam, tak tentu masa. Masa tu
Salmah merasakan bagai sedang berbulan madu sahaja. Tetapi pada satu malam tiba-tiba
sahaja dia didatangi oleh lima lelaki dari berbagai bangsa. Walau pun dia telah
mengetahui tentang kerjanya dari rakan-rakan yang lain tetapi dia sebenarnya tidak
menjangkakan akan didatangi oleh lelaki berbagai bangsa lima orang dalam satu masa.
Mahu tak mahu dia terpaksa melayan mereka habis-habisan sampai pagi. Leguh kangkangnya
tidak usah nak cerita. Apabila menjelang pagi, tubuhnya menjadi kain buruk, lembek
tak bermaya. Cipapnya melekit dan sentiasa melelehkan mani yang dipancutkan ke
dalammnya bertubi-tubi. Masa tulah dia kenal balak kulup, hitam cerah, besar kecik, lama
sekejap. Perkara yang paling menyakitkannya ialah apabila benggali yang ada bersamanya
malam tu melunyai
bontotnya berkali-kali, malahan dia yang terakhir meninggalkan Salmah pada pagi
itu dengan radokan bontot yang paling power sekali yang dialaminya. Apabila Abang Din
masuk biliknya Salmah masih tertiarap dengan mani meleleh dari lubang duburnya bercampur
dengan mani lain yang terus meleleh dari cipapnya di bawah ke atas tilam.
“Kau kena berapa orang Sah” tanya Salmah lagi.
Esah cuma mengangkat tangan dengan menunjukkan enam jari. Emmm enam orang lah tu.
Salmah cuma tersenyum.”Sekarang ni kau dah pandai melayan pelanggan lah ni?”
“Alah Kak…ayam baru…ramailah pelanggan….cuti ni pun Abang Din tak bagi cuti panjang.
Esok saya dah kena balik, nanti rugi perniagaan”
“Kumpulkan harta Sah…tapi jaga kesihatan….jangan lupa untuk makan makjun ke …. air akar
kayu ke… semua tu membantu menyegarkan tubuh badan….pelanggan suka…kita pun sihat”
“Abang Din pun pesan jugak..malahan dia pun turut perkenalkan saya dengan pembekal
ubat-ubatan tu”
Jauh di sebuah rumah di kaki bukit kelihatan dua lelaki separuh umur sedang berbual
di laman rumah lama ynag tersergam besar.
“Aku rasa dah sampai masanya aku kahwin semula” Sani menghembuskan asap rokok ke udara.
“Apahal pulak …tiba-tiba nak kawin ni” Tanya Kassim sambil meletakkan akhbar di atas
meja kopi dihadapannya.
“Aku rasa aku tak mahu lagi ke bandar setiap kali aku nak lepaskan gian pada perempuan.
Lagi pun anak lelaki aku pun dah besar-besar belaka kecuali Jiman saja yang masih
sekolah. Itu pun setahun dua lagi berangkatlah dia ke mana-mana tu. Masa tu tinggal
aku sorang-sorang”
“Elok juga cadangan kau tu..ada calon ke ?”
“Kau ingat tak pagi tu…perempuan yang aku tunjukkan pada kau tu…”
“Yang mana satu?”
“Alah masa kat pasar tu… dia sedang beli ayam kemudian dia terlanggar dengan seorang
lelaki”
“Ahhhh ye…aku ingat…tapi aku ingat wajah dia tu macam biasa aku tengoklah…tapi
di mana ye?”
“Dia tu duduk di hujung baruh sana, baru balik ke kampung ni….dia tu tukang jahit…janda”
“Emmm…kalau yang tu…kira OK…solid juga..aku pun berkenan”
“Maaf sikit…kalau kau nak cari yang lain…Esah tu pun janda juga…solid juga..hah kau
ambil lah dia”
“Esah dekat tali air tu?”
“Ahah… Esah mana lagi yang janda dalam kampung…kan dah dua tahun dia bercerai
sebab suaminya masuk penjara kerana dadah..aku pasti dia tu tengah gian lelaki habis punya”
“Hummmh kalau Esah tu…mana ada kat kampung ni lagi……dah hampir sebulan
berhijrah ke bandar…. aku dengar kerja kilang ke apa”
“Sapa nama perempuan tu?”
“Mengikut Pak Mat yang jaga kebun aku tu…namanya Salmah.”
“Salmah….emmmm aku rasa pernah jumpa….” Kassim terus berfikir seorang diri.
Memang mereka berdua kaki perempuan. Kalau giankan perempuan mereka akan ke bandar
melanggan mana yang patut. Namun aktiviti mereka ni tidak diketahui oleh anak-anak
mereka. Kassim dan Sani dah sepuluh tahun menduda dan nampaknya mereka seronok
dengan cara begitu sehinggalah Sani mengemukakan idea barunya untuk berkahwin.
Dua bulan kemudian Salmah berkahwin juga dengan Sani. Kassim kecewa sebab dia pasti
Salmah ni kira OK, Dia perasan yang Salmah ni cantik dan solid juga. Kecewa sebab
tidak terfikir untuk mendapatkan Salmah lebih awal dari Sani, namun dia merasakan
pernah berjumpa dengan Salmah nie. Walau pun begitu dia berharap kawan baiknya ini
tetap bahagia dengan isteri barunya. Perkahwinan ini diadakan secara ringkas. Salmah
hendakkan bagitu dan Sani pun setuju begitu. Malah anak mereka yang bekerja di bandar
Dee dan Jee hanya diberitahu melalui talipon sahaja.
Malam pertama Salmah dan Sani kecoh sikit. Malam tu hujan lebat. Jiman yang
sepatutnya di bawa oleh Kassim untuk ke bandar tidak dapat pergi. Kassim dan
Jiman terperap saja di rumah. Sani yang berharap untuk meriah dengan Salmah
terpaksa kawal keadaan.
Jiman sebenarnya faham benar perkara yang akan berlaku pada malam tu. Kebetulan
biliknya sebagai anak yang paling bongsu adalah bersebelahan dengan bilik ayahnya. Kasim
yang tidur di bilik tamu agak hampir dengan dapur dan jauh sedikit dari bilik Sani. Namun
Kassim juga tahu dan ingin lihat kelakuan kawan baiknya dengan isteri barunya.
Malam tu Salmah juga berdebar-debar untuk berhadapan dengan suami barunya. Dah
lama dia tak berdebar bila berhadapan dengan orang lelaki tetapi kali ini dia berdebar
pulak. Sani tidak menutup lampu bilik tidurnya dan dia nampaknya tidak bersungguh-sungguh
untuk menjamah Salmah.
“Kenapa tak tutup lampu bang?” tanya Salmah.
“Biarkanlah mah, abang suka dalam cerah gini” tangannya mula membuka baju tidur
Salmah.
“Kan Kassim dan Jiman ada kat luar tu” Bisik Salmah lagi namun dia terus membiarkan
Suaminya membuka pakaiannya.
“Malam ni special untuk dia orang” Jelas Sani.
“Special?” Salmah hairan.
“Ehemm biar dia orang intai kalau dia orang mahu… abang suka kalau kerja kita ni diintai
orang.”
“Peliklah abang ni” Tangan Salmah mula membelai dada Sani.
Jiman di bilik sebelah cuma memasang telinga. Air hujan yang lebat menyebabkan satu
perkara pun tidak dapat didengarinya. Dia memadamkan lampu biliknya. Dia dah sedia
lubang di dinding antara biliknya dengan bilik ayahnya. Bukan lubang baru, tapi kalau
dia hendak turun rumah …biasanya dia intai dulu ayahnya ada atau tidak dalam bilik.
Nampaknya lobang tu dah menjadi makin berfaedah pulak. Kalau tak dapat dengar …dapat
tonton lebih baik.
Sani mula menjilat cipap isterinya. Salmah membuka kangkangnya sambil tangannya membelai
kepala suaminya. Ah lamanya dia tidak merasa belaian sedemikian.
Kassim juga gelisah. Dia kenal benar rakannya Sani. Rakus dengan perempuan. Dahlah
dua bulan mereka tidak ke bandar. Sejak berangan nak kawin dulu Sani tak mahu ke
bandar lagi. Dia benar-benar kepinginkan tubuh Salmah. Nah malam ni Salmah dah jadi
miliknya. Tentu berasap ni.
Sambil terlentang dia memikirkan banyak perkara. Pertama sekarang ni kawan kaki
perempuan dia dah berubah tak mahu hidup liar lagi, kedua dia masih memikirkan tentang
Salmah… siapa perempuan ni sebab macam dia biasa benar tetapi tidak dapat dipastikan
di mana dia pernah jumpa dan ketiga, bagaimana dia nak intai kawannya malam ni.
Sani mula terlentang membiarkan Salmah urus balaknya yang mengembang. “Besarnya bang…
keras lagi” komen Salmah. Sani bangga dengan senjata yang dianugerahkan kepadanya.
Dengan senjata itu setiap perempuan yang ditidurinya puas dengan pemberiannya.
“Ohhhh emmm” keluhnya apabila Salmah mula menyonyot kepala balaknya yang berkilat.
Tangannya membelai bahu Salmah, jarinya menggosok-gosok tanda bulat merah dibahu itu.
Dia ingat benar tanda tu. Tanda kelahiran itu dia tidak akan lupa. Dia tahu siapa
Salmah. Sejak terpandang wajah Salmah hari tu dia terus teringat akan tanda merah tu.
Empat atau lima tahun dulu dia pernah menyewa perkhidmatan Salmah. Dia bawa balik
ke rumah sewaannya di satu perumahan mewah di bandar raya. Bayarannya mahal tetapi
berbaloi. Satu hari suntuk dia dan Kassim tidak kemana-mana. Mereka berdua
menggiliri Salmah sampai pagi esoknya dan Salmah melayan mereka dengan tidak
pernah menunjukkan tanda keletihan. Dia amat puas dengan layanan itu. Tidak
pernah dia menikmati layanan perempuan sebagaimana yang dilayan oleh Salmah.
Kerana itu dia ingat Salmah sampai bila-bila. Namus selepas pada itu dia tidak
lagi berkesempatan untuk ke bandaraya dan kalau ke sana pun dia tidak lagi
berjumpa dengan Salmah sehinggalah dua bulan lalu di pasar pagi itu.
“Mah abang dah tak tahan ni” Keluh Sani. Salmah naik ke atas suaminya sambil
memegang balaknya yang tegang dan kembang.
“Pusingan ni biar Mah mula dulu” sambil menurunkan tubuhnya ke atas balak
suaminya yang terpacak menanti. Cipapnya membuka untuk menerima kepala
balak yang berkilat.
“Ohhhh banggg” Keluh Salmah.
Tangan Sani memegang kiri dan kanan pinggang Salmah.
Salmah membiarkan balak suaminya terendam seketika sambil digerakkan otot
dalaman dengan usaha kemutan yang bertenaga. Matanya tepat ke mata suaminya
sambil mengukir senyum.
“OK ke bang” tanya Salmah.
“Barang Mah best…” Tangannya mula membelai buah dada Salmah yang bulat
besar dan masih lagi tegang putih melepak.
“Asalkan abang suka, Mah rasa bahagia bang”
Sani menarik isterinya supaya bertiarap di atas tubuhnya sambil mengucup
bibir mungil isterinya. Balaknya membengkok ke atas besar tersumbat dalam
cipap ketat isterinya.
Mata Jiman terbeliak melihat ponggong putih ibu tirinya dengan balak ayahnya
penuh tersumbat dalam lubang cipap yang dihiasi bulu hitam di kiri dan kanan
bukaannya. Perlahan-lahan Jima membuka kain yang di pakainya. Sambil tunduk
melihat balaknya sendiri, dia juga merasa bangga kerana balaknya juga tidak
kurang besarnya dari balak ayahnya. Mestinya kesan baka yang turun kepadanya.
Perlahan-lahan Jiaman mengurut bakanya yang sememangnya sedang sakit kerana
tarlalu tegang dengan cecair pelincir sudah pun meleleh keluar dari hujungnya.
Apabila Jiman melekatkan matanya ke lubang semula Salmah telah pun menonggang
balak ayahnya. Jelas kelihatan balak ayahnya keluar masuk dengan ibu tirinya
menegak dan melentik belakangnya sambil menghenjut.
Kassim gelisah lagi. Dia keluar dari biliknya dan berjalan ke pintu bilik
sahabatnya. Hujan diluar kian reda, bunyi bising timpaan hujan ke atas atap
rumah makin perlahan. Apabila dia sampai sahaja ke pintu bilik telinganya
telah menangkap bunyi suara Salmah yang mengerang dan mengeluh.
“Mah nak sampai ni bang…. Yeah!!!! Yeah !!!!!! emmmmmahhhhhhhhhh!!!!!!!!”
Kassim mendekatkan matanya ke lubang kunci. Jelas kelihatan Salmah sedang
naik turun di atas tubuh Sani. Pandangan dari sisi menampakkan seluruh tubuh
Salmah. Buah dada yang yang bulat dan tegang, ponggongnya yang melentik dan
perutnya yang rata. Kassim dapat melihat tubuh Salmah yang semakin laju
henjutannya dan kepalanya kian melentik ke belakang. Namun dia tidak dapat
melihat balak kawanya dan cipap Salmah. Perlahan-lahan Kassim juga meramas
balaknya sendiri yang keras macam paku terlekat di dinding dari atas kain
pelikat yang dipakainya.
“Ahhhhhh!!!!!!!!!!!! Banggggggggg!!!!!!!!!!!” suara Salmah bagaikan menjerit.
Mata Kassim terus kembali semula ke lubang kunci. Kelihatan Salmah tertiarap
diatas badan Sani. Mereka berkucupan dan tiba-tiba mata Kassim membuka luas.
Dia dapat melihat tanda merah di bahu Salmah. Dia ingat siapa Salmah sebenarnya
dengan jelas sekarang. Tiba-tiba tangannya meramas balaknya dengan kuat dan air
maninya tiba-tiba terpancut di dalam kain pelikat dengan derasnya. Das demi das.
Dia menggigit bibir takut terkeluar sebarang bunyi dari mulutnya sendiri. Sekali
lagi dia merapatkan mata ke lobang kunci. Kelihatan Sani menaiki tubuh Salmah dan
mula menghenjut.
Perlahan-lahan Kassim berundur dengan kainnya basah melekit dengan maninya sendiri.
Malam bagi Sani masih awal, dia boleh berjuang sampai lima atau enam kali dalam satu
malam tetapi bagi Kassim tiada gunanya dia menunggu dilubang kunci. Langkahnya
membawanya ke bilik tidurnya. Salmah….dia ingat benar sekarang.
Dibilik sebelah bilik pengantin Jiman juga dah tak berdaya untuk berdiri. Dia dah
pancut dua kali ke dinding. Dengan hujan yang telah berhenti biar fantasinya
mengambil alih pandangannya. Dia berbaring di atas katil bujangnya dengan ulikan
suara erangan dan keluhan ibu tirinya yang cantik sedang berjuang lautan asmara
dengan ayahnya yang perkasa.
“Bang kita tutup lampu bang” cadang Salmah.
“Biarlah Salmah…..abang suka tengok wajah ayu Salmah”
“Ohhhh banggggg……..hayun bang hayunnnn Mah tahan nieee” malam terus merangkak
berlalu namun bagi Salmah dan Sani semua itu tak penting lagiii. Mereka terus
belayar dari satu pelabuhan ke satu pelabuhan lain..
Salmah kelemasan.  Selepas makan pagi tadi suaminya dan Kassim menariknya ke
dalam bilik dan sekali lagi mereka melunyai tubuhnya. Bergilir-gilir dan
setiap rongga yang ada pada tubuhnya digunakan sepenuhnya sehingga masing-masing
tidak berdaya lagi.  Perlahan-lahan dia menolak tubuh Kasim yang hampir terlena
di atas tubuhnya ke tepi.    Di sebelahnya, kelihatan suaminya turut tertidur.
Terlentok macam anak kecil.
Salmah terlentang dengan kangkangnya masih luas.  Merenung ke siling rumah.
Sebentar kemudian terdengar Kassim juga berdengkur.   Matanya juga turut merasa
berat, maklumlah dia juga tidak cukup tidur sejak malam tadi. Malam pertamanya
dengan suami barunya ini Sani.  Pagi pulak selepas Jiman ke sekolah, dia masih
lagi melayan kehendak suaminya yang turut mahu dia melayan sahabat karibnya,
abang Kasim.  Kebingungan dengan kehendak suaminya yang menyerahkan tubuhnya
kepada orang lain pada hari kedua perkahwinannya menyebabkan Salmah  hanyut
dengan pemikirannya dan terus terlena.
Jiman menaiki motosikalnya melintasi batas padi.  Jalan in jarang dia lalui
sebab sempit dan tidak melalui kawasan kedai.  Dia selalunya lepak seketika
di kedai dengan Jusoh dan Komis atau Maniam sambil minum atau merokok dalam
kedai makan  Mamak Hameed.  Disitu kawasan yang selamat dari pandangan dan
Mamak Hameed pun sporting tidak tegur kalau dia merokok.  Kalau kedai  Joyah
ke atau kedai Ketua Kampung, mampus dia kena marah oleh bapanya sebab mereka
akan melaporkan perbuatan merokoknya kepada bapa.   Bukanlah ketagih sangat
merokok tu tapi saja ikut perangai kawan .  Saja suka-suka.  Tak merokok pun
tak mati.
Keluar dari jalan atas batas padi dia tiba di kawasan rumah Mak Usu yang
kelihatan kosong dan tertutup. Dia berhentikan motosikalnya memerhati rumah
tersebut.   Sekarang Mak Usu dah jadi Mak tirinya.  Pernah juga sebelum ni
dia melihat Mak Usu semasa dia berulang alik balik dari sekolah namun dia
tak pernah tengur.  Memang Mak Usu cantik menyebabkan dia  tidak puas untuk
terus merenung tubuhnya kalau berselisih dalam perjalanan atau ketika dia
sedang menyapu halaman namun dia tidak ada keperluan untuk bertegur sapa.
Mak Usu pun baru setahun dua ni saja  duduk di rumahnya di kampung ni.
Dalam memerhati rumah tersebut kedengaran bunyi bising di kawasan belakang rumah.
Jiman pun menongkat motornya dan terus berkejar ke belakang rumah.  Dia lihat Seman,
budak penagih sedang cuba membuka pintu dapur rumah.
“Oi kau buat apa tu hah Seman” jerkah Jiman.
Seman terkejut dan terus melarikan diri.  Jiman tersenyum.  Nasib baik dia ada
kalau tidak habis rumah Mak Usu.  Tidak ramai budak menagih di kampungnya tetapi
Seman adalah salah seorang yang terjerumus dilembah hitam ini.  Dia selalunya
bergabung dengan budak kampung seberang.  Bodoh punya kerja.
Perlahan-lahan Jiman menghidupkan motorsikalnya dan menuju pulang.  Perutnya
pun dah keroncong.  Apabila sampai ke rumah Jiman menongkat motorsikalnya di
bawah pokok manggis.  Dia lihat seluruh kawasan rumahnya lengang macam tak ada
orang, namun kereta bapanya dan Pakcik Kasim masih di bawah rumah.  Tidak mahu
mengganggu dia masuk ikut pintu dapur.  Dia faham benar bapa dan Mak Usunya tu
orang baru.  Entah apa yang sedang dibuatnya, Jiman bukan tak tahu.  Bukan tak
syok tapi takut mereka segan pulak.
Jiman letak beg di atas almari dapur dan terus membuka saji.  Emm masih
ada nasi goreng.  Melangkah di peti ais untuk mengambil minuman kakinya
tersepak kain yang bersepah.  Dia mengeleng kepala melihat kain pelekat
dan baju tidur Mak Usu bersepah di lantai.  Jiman memungutnya dan menyangkutnya
di kerusi.  Dia terus mengambil sebotol air dari peti ais dan diletakkannya di
meja.  Dia melangkah ke singki.  Tiba-tiba dia merasa kakinya melekit.  Dia
melihat tapak kakinya basah dan licin. Dia petik gosok dengan hujung jari
telunjuknya dan dibawa ke hidung.  Sah bau air mani.  Sekali lagi dia mengelengkan
kepala. Sah Mak Usunya kena tala di singki.  Jiman senyum bersendirian.  Waktu nak
duduk sekali lagi dia ternampak tompokan air mani di atas kerusi yang hampir
nak kering.  Sekali lagi dia menyiasat dengan jarinya. Sah.
Berjalan ke singki sekali lagi membasuh tangan dia duduk di meja dan makan.
Dah tak tahan lapar.  Selesai makan nanti dia terus ke bilik. Kalau ada rezeki
dia dapat intai Mak Usu dengan bapa tengah projek lagi.
Salmah tersedar apabila merasakan buah dadanya dihisap orang.  Perlahan-lahan dia
membuka matanya.
“Emmm…Abang Kasim tak puas lagi ke? Aughhh ganaslah abang nie” Salmah  menepuk
bahu Kasim yang menggigit piting buah dadanya.
Ketika itu Sani turut terjaga.  Perlahan-lahan dia bangun dan bersandar ke kepala
katil..  Mencapai kotak rokok di atas meja lalu menyalakan sebatang dan menyedutnya
perlahan-lahan.   Salmah menyedari suaminya sudah bangun mula membelai balak suminya
yang kini benar-benar hampir dengan mukanya.  Merocoh balak suaminya dengan lembut
menyebabkan balak suaminya cepat menegang.
“Sani…boleh aku dulu?” tanya Kasim. sambil mengambil kedudukan antara paha Salmah.
Sani cuma tersenyum.
“Silakan, hari ini kau tetamu aku”
Salmah mula menjilat kepala balak suaminya.
Kasim menekan kepala balaknya ke cipap Salmah.
“Ohhhhhh emmmm” Keluh Salmah sambil terus menghisap balak suaminya.dan ponggongnya
menyuakan cipapnya ke atas sedikit bagi membolehkan balak Kasim terus rapat ke dalam.
“Ahhhhhhh ehhemmmmmmmmmmpphhhhh” Jiman mendengar suara Mak Usunya apabila dia
menghampiri biliknya.  Jalannya tiba-tiba menjadi perlahan.  Dia membuka pintu
biliknya, masuk dan menutupnya kembali dengan perlahan.   Keinginannya untuk
segera ke lubang intaiannya  cukup tinggi.  Jarak dari pintu ke tepi dinding
bagaikan terlalu jauh.  Berjengket-jengket dia dan akhirnya sampai jua ke lubang
idamannya.
“Emm best “ Jiman bercakap seorang diri.   Jelas ibu tirinya sedang mengangkang
menahan untuk bapanya. Oppps bukan, Jiman hampir tak percaya apa yang dilihatnya.
Bukan bapaknya yang menyetubuhi ibu tirinya tapi Pak Cik Kasim.  Macam mana boleh
terjadi nie.
“Tekan banggg Kasimmmm tekan dalammm yeahhhh Mah dah dekat nie” Kelihatan ibu
tirinya mengayak ponggongnya melawan setiap tusukan balak Pak Cik Kasim.
“Oh Mak Usu curang pada bapa” fikir Jiman.
Bagaimana bapanya yang tegas boleh tak ada di rumah ketika ni.  Fikiran Jiman celaru.
Rasa tak sanggup dia nak lihat kejadian disebelah.  Mak Usu yang baik padanya kini
curang pada bapanya.  Namun begitu keinginan Jiman untuk menonton adegan ghairah terus
menarik matanya untuk terus mengintai.  Tiba-tiba dia lihat di penjuru pandangan
sekonyong-konyong tubuh bapanya yang juga dalam keadaan bogel dengan balaknya yang
besar panjang mencanak keras naik ke katil.  Bulat mata Jiman.  Perasaan marah pada
Mak Usu dah bertukar menjadi ghairah yang amat sangat.   Bukan Mak Usu curang, tapi
dalam pengetahuan bapa rupanya.
“Aghhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!” Jerit mak Usu. Mata Jiman kembali ke dalam bilik bapanya.
Kelihatan Mak Usu mengelepar dan melentik-lentik badannya.  Pak Cik Kasim yang
kelihatan berminyak berpeluh  tertiarap di atas badan Mak Usu yang juga kelihatan
berpeluh dan tercungap-cungap.
Perlahan-lahan Jiman menurunkan zip seluarnya. Dengan sedikit kepayahan akhirnya dia
berupaya mengeluarkan balaknya yang keras menegang.
“Ohhhh abangggg emmmm” Mata Jiman beralih ke lubang sekodingnya sekali lagi.
Kali ini bapanya pula yang menghenjut Mak Usu.  Bunyi pap !pap !pap nya begitu
jelas mungkin kerana cipap Mak Usu dah becak dek air mani Pak Cik Kasim.
Kelihatan Pak Cik Kasim bangun dan berjalan keluar bilik.
“Hayun bang, henjut biar mah pancut lagiii emmmyeahhh lagi bang…. lagiiiiiiii”
Mak Usunya mula mengayak ponggongnya sekali lagi.  Perlahan-lahan Jiman mula
merocoh balaknya.
Kasim ke bilik air membersihkan badannya.  Dia rasa tidak bermaya sekali.
Empat kali dia henjut Salmah pagi ini.  Puas sungguh.  Lama dia mandi.
Apabila dia keluar kelihatan Salmah berkemban dengan tuala bersandar di luar bilik air.
Rambutnya kelihatan kusut masai.  Keliling matanya kelihatan lebam sedikit..kurang
tidurlah tu.  Apabila Kasim hendak mengusiknya Salmah memberikan isyarat bahawa Jiman
ada di biliknya.  Kasim terus berlalu masuk kebiliknya.
Jiman terlentang di atas katilnya.  Dia sekali lagi pancut airmaninya ke dinding
tepat ketika bapanya mencut dalam cipap ibu tirinya.  Fikirannya mula ligat berfikir.
Dia mesti cari akal. Kalau Pak Kasim dapat ibu tirinya..dia pun mesti dapat jugak
“Mulai hari ini kau jangan datang lagi ke rumah aku ni” Kata Sani pada Kasim Kasim
tercengang.  Salmah juga tercengang.  Jiman mendengar dari dalam bilik.
“Biar betul ni Sani” Balas Kasim.
“Aku serious ni”  Terus Sani “Kau jangan datang lagi sehingga kau kawin dan bawa
isteri kau kemari.”
Kasim menganggukkan kepalanya.  Baru dia faham.
Salmah juga faham yang suaminya nak merasa cipap isteri Kasim pulak setelah dia
menyerahkan cipapnya kepada Kasim. Lama Kasim bermenung, sesekali dia merenung
wajah Sani dan sesekali beralih kepada wajah Salmah.
“Baiklah Sani, aku akan cuba, aku tahu susah aku nak dapat isteri macam Salmah
ni dan aku nak ucapkan terima kasih kepada kau dan Salmah kerana menjadi rakan
karib aku dari dulu hingga sekarang” Kasim bangun dan bersalam dengan Sani “Aku
harap kau berdua bahagia” Sambil mencium pipi Salmah.
Hampir senja itu kelihatan kereta Kasim keluar dari kampung tu.
“Esok abang akan ke bandar uruskan hal perniagaan, mungkin lusa baru abang balik.
Mah duduklah dengan Jiman” Sambil berpegang tangan mereka beredar dari pintu
setelah kereta Kasim jauh meninggalkan halaman rumah.  Jiman yang berada di
ruang tangga yang turut menghantar Pak Cik Kasim berlalu turut mendengar
rancangan bapanya dan Jiman juga ada rancangan tersendiri.
“Pak boleh tak esok Mak Usu pergi tengok rumahnya sebab tadi Seman anak Pak Abu
tu sedang mencungkil pintu dapur, nasib baik Jiman lalu kalau tidak harus rumah
tu dah dicerobohinya”
Sani berhenti daripada berjalan ke dalam bilik dan menoleh ke arah anak bongsunya
itu dan berpandangan dengan Salmah.
“Elok juga, tapi Jiman kenalah temankan…boleh?” Sani senyum sambil terus memimpin
isterinya masuk ke bilik.  Jiman juga tersenyum.
Sayup-sayup kedengan muazzin melaungkan azam menandakan masukkanya waktu maghrib
dan pada ketika itu juga Salmah mengeluh dan mengerang menerima tujahan daripada
suaminya yang entah kali keberapa hari tu.
“Ye bangggg uhh uhh uhhhh uhhh emmmm” Suara Salmah diiringi oleh bunyi katil.
Jiman sekali lagi ke lobang ajaibnya dan tangannya secara automatik membelai zakarnya.
Hayun Pak…..Jiman nak pancut bersama.
#by_lanmaxtremeblog
224 notes · View notes
menyapamentari · 4 months
Text
Pernah berada di titik menjadi seseorang yang tidak berguna, tidak pantas dan begitu menyedihkan. Rasanya hanya ingin pergi, hanya ingin berlari, hanya ingin sendiri.
Bila ditanya kenapa sampai seperti itu ? Mungkin kita pun tak tau bagaimana menjelaskan jawabannya. Hanya bisa diam. Dan tetap menjalani hidup.
Pernah begitu takut tidak bisa menjadi sebab bahagia seseorang. Perasa sekali, sampai - sampai jatuh sendiri karenanya.
Rasanya hanya ingin mundur, tidak membebani, dan membiarkan diri hanyut dalam pemikiran diri sendiri.
Kala itu, tahun - tahun dimana usia terus bertambah mendekati kepala tiga namun tak juga terlihat kapan doa - doa perihal pasangan hidup akan terwujud.
Yang ku ingat, sampai pada saat aku memilih berserah, berpasrah pada Allaah bagaimana akan mengaturnya.
Hingga benar, di usia ke dua puluh sembilan bi idznillaahi ta'ala aku menikah, di usia dimana banyak dari teman - teman seusiaku telah jauh lebih dulu berumah tangga.
Nyatanya, bukan tentang siapa yang lebih dulu, bukan pula tentang memaksa Allaah menyegerakan apa yang menjadi pinta, apalagi merasa lebih mengetahui. Nyatanya, waktu terbaik itu Allaah telah mengaturnya.
Dan lantas tak selesai begitu saja, sebab setelah menikah episode kehidupan baru itu dimulai. Sebagaimana kita mengerti, kita akan mengarungi samudera kehidupan, yang ternyata ujian - ujiannya tak seperti saat sendiri bukan ? :')
Namun, sama seperti saat - saat sebelumnya, semoga hari - hari selanjutnya, kita senantiasa berharap pada pertolongan Allaah ya ♡
Jangan sampai merasa mampu melaluinya sendiri. Sungguh, pernikahan itu bukan tentang seberapa angka usia kita. Bersyukur pada setiap fase perjalanan hidup kita ya, semoga dengan demikian hati senantiasa dalam rasa tenang dan rasa cukup.
Laa hawla wa laa quwwata illa billaah.
162 notes · View notes
ibnufir · 9 months
Text
Menikah itu nambah masalah
Menuju lima tahun pernikahan, tau-tau sudah mau berempat. Begitu cepat sekali waktu berlalu.
Dulu sebelum menikah, ada begitu banyak sekali kekhawatiran sehingga bisa mikir beribu kali untuk memutuskan menikah.
Memang benar kata seorang kawan "menikah itu nambah masalah"
Tapi ketenangannya juga bertambah, keberkahannya bertambah, rasa syukurnya bertambah dan kebahagiaannya pun bertambah.
Kadang bingung, waktu masih sendiri keresahannya banyak banget. Kok setelah menikah engga tau mau meresahkan apa lagi.
Mikirnya makin sederhana; jalani, jalani, jalani. Udah cuma gitu aja.
Yang mencukupi Allah, kenapa jadi kita yang bingung.
Satu ditambah satu logika manusia jawabannya dua. Tapi matematikanya Allah, jawabannya tak terhingga.
Memang benar, banyak tidak masuk akalnya. Tau-tau ada, tau-tau cukup, tau-tau bisa, tau-tau mampu melewatinya.
Kalau ada yang bilang menikah itu melelahkan, iya memang engga salah. Betul melelahkan.
Tapi ketika sudah sampai di rumah, capeknya hilang dan lupa sama lelahnya.
Menikah itu menjalani kesadaran.
Sadar sama-sama saling membutuhkan. Sadar sama-sama punya kekurangan. Sadar sama-sama punya kesalahan.
Kuncinya, jangan keluar jalur.
Ibarat melakukan sebuah perjalanan. Jika suami itu sopir, fokus dan pegang kendali. Karena penumpang di belakang engga peduli ngantuknya kamu.
Mereka cuma mau tau sampai di tujuan. Melencengnya kamu sana sini, membahayakan mereka.
Kamu ke luar jalur, celaka mereka.
Begitupun penumpang, tetap tenang. Jangan melompat atau pindah kendaraan lain, karena ada kendaraan yang lebih bagus.
Karena percuma sopir sampai di tujuan sendiri.
Dan belum tentu juga dengan pindah kendaraan yang lebih bagus, bisa bikin kamu lebih cepat sampai di tujuanmu.
Iya kalau sampai, kalau malah tersesat?
Karena tujuannya dari menikah ya cuma satu, yaitu membawa pernikahanmu selamat.
—ibnufir
584 notes · View notes