Jadi gini.
Kalau mau bahagia, mentalitas miskinnya ditinggalkan; berhenti playing victim, berhenti berpikiran negatif--apalagi berlainan faktanya dan sekedar duga-duga gak berbukti--tentang orang lain, dan jangan ambil secara personal apa-apa yang, kalau dipikir-pikir ternyata sepele dan bisa dibicarakan. Kan, situasi orang beda-beda. Kalau cukup bijak, bakal sadar dunia ini gak cuma hitam putih. Gak cuma tentang siapa salah siapa benar.
Yang tahu dan sayang kamu, akan membantu kamu tumbuh. Yang terintimidasi dan benci kamu, bakal selalu lihat kejelekanmu (apa pun kebijaksanaan di kemudian hari yang kamu peroleh). Berupaya mengubah penilaian mereka ke kamu juga gak usah. Mereka gak akan mau lihat hal baikmu saat ini. Waktu yang buat mereka takzim ke kamu, nanti.
Untuk saat ini, paling logis memaklumi ketidakmengertian mereka, yang adalah karena mereka ada di situasi tidak menyenangkan. Tapi kesialan mereka bukan tanggungjawab kamu. Sudah waktunya prioritaskan yang penting. Kamu fokus sama orang-orang di kategori pertama, ya, yang selalu ada dan kehadirannya laik diperhitungkan.
Semoga kamu bisa menemukan kebahagiaan dan hal-hal positif di sekitarmu. Kalau kamu sedang dalam proses pencapaian diri, fokus disitu. Jangan banyak paradekan diri sendiri--terlalu banyak self-confidence juga buruk. Intinya bahagia itu cuma butuh dialog ke diri sendiri dulu, banyak-banyak memaafkan, tahu mana yang membangunmu mana yang enggak.
Fokus happy, ya, biar bisa nular ke banyak orang.
27 notes
·
View notes
Untuk mematikan perasaan pilu dalam rongga dadanya, ia menghentikan nafasnya beradu di udara. Untuk menyingkirkan lara dalam deru tangisnya, ia menyulut api dari sudut bibirnya. Dan untuk membunuh rasa bersalah kepada dirinya, ia menghujam kemanusiaannya.
192 notes
·
View notes
Teruntuk diriku
Aku tahu kau lelah
Tapi jangan menyerah
Aku tahu kau sendirian
Tapi kau tak pernah merasa kesepian
Aku tahu kau bosan
Tapi kau penasaran tentang apa yang terjadi di masa depan
8 notes
·
View notes
Lelah
Kalau kau lelah, maka istirahatlah sejenak.
Kumpulkanlah keping-keping rutinitasmu yang berserakan. Masukkan ia di dalam kotak kosong dalam jiwamu, lalu tutuplah dahulu.
Peluk dirimu sendiri, hela napas tanpa perlu berpikir panjang tentang hari esok. Untuk beberapa saat, tidak apa-apa menjeda dengan beberapa titik tanpa harus menawarkan koma sebagai tanda akan melanjutkan hari.
Tidak ada salahnya jika kau tutup dahulu relung hatimu yang lelah - jika kau kabulkan suara badaniahmu yang meronta ingin rebah.
Dengarkanlah dirimu. Ia sedang lelah. Tidak ada salahnya mengambil jeda sesaat dari liku-liku dunia ini.
Sayangi dirimu. Biarkan ia sejenak henti — istirahat dari hiruk pikuk dunia yang semakin memberatkan.
31 notes
·
View notes
Gadis dalam Benteng
Ketika mata-mata itu menoleh ke arahku
Ketika senyum-senyum itu merekah didepanku
Ketika tangan-tangan itu mengulur membantuku
Aku tetap bersembunyi dibalik benteng kokoh nan tinggi
Tak kubiarkan satupun dari mereka masuk
Tak ada yang bisa berkunjung apalagi berlama-lama
Sebagian diriku memberontak ingin keluar
Melihat surya yang terbenam diufuk barat
Sebagian diriku menahan untuk tetap disana
"Tak ada yang bisa kau percaya, mereka semua penjahat!"
Setiap dari mereka akan berusaha menggantikanku
Dan setiap dari mereka akan gagal menemukanku
Sebab mereka mencariku, sedang hanya aku, dan aku saja yang didalam benteng
Ketika arunika membawa harapan
Seorang pengembara berlalu-lalang
Menerabas jenggala, lalu singgah
Mendaki ancala, lalu singgah
Menyelami andala, selalu singgah
Tangguh diatas bahtera, penangkap bena
Dia tak sempurna, hanya seorang petualang
Aku mengintip dari sela-sela benteng
Berharap kembali menatap nayanika
Sambil menunggu senandika
Benteng itu masih kokoh berdiri
Gadis itu masih tegar di kaki diri
Namun, ada pintu disana
Dan hanya satu orang saja yang bisa membukanya.
{ccl}
3 notes
·
View notes
aku ingin mengenalmu.
tapi aku sadar,
semesta tidak mengijinkannya.
jadi aku mundur.
–G.N
24 notes
·
View notes
Orang berkata buruk tentang ibuku.
Tentang bagaimana ia pulang terlalu larut.
Tentang bagaimana ia terlalu rapuh untuk menjadi seorang ayah.
Tentang bagaimana ia terlalu lemah untuk menjadi sandaran.
Orang berkata buruk tentang ibuku.
Hidupnya seorang diri, tangisnya menyendiri.
Mimpinya telah ia kubur dalam-dalam, masa depannya sudah terlalu jauh menyelam.
Senyumannya hanya sebuah guratan angan, meraih seorang semu yang kini menjadi kenangan.
Ibuku terjatuh, terserok, terjungkal; telapak tangannya berdarah; keringatnya bercucuran pilu; namun kedua kakinya tetap terus berdiri tegak.
Ibuku tidak pernah menjadi buruk,
Orang-orang buruk itu yang keliru.
—written by Z.
4 notes
·
View notes
WANITA TEPI JENDELA
Bibir itu merah merekah.
Sebatang rokok di sela jarinya.
Mata sendu, memandang kehidupan di luar jendela.
Bayangan tubuhnya terlihat dari kaca.
Rambut panjang menutup dada.
Kulit putih tubuh montok tak berbusana.
Tak sedikitpun ia peduli pada mata yang meliriknya dari luar jendela.
Dunianya, sudah ia anggap bak muntah hewan melata.
Memangnya siapa yang akan peduli?
Pada kehidupannya yang tercemar, siapa yang bersimpati?
Ia mendongak menatap langit kelabu.
Ia ingin keluar, berdiam di bawah guyur hujan.
Membersihkan dirinya dari liur dunia.
Ia lelah, hati dan jiwanya telah lama gersang.
Tapi, siapa yang peduli?
Apa yang kini ia lakukan, tak ada yang bertanya 'kenapa'.
Mereka hanya melempar tatapan hina, tak ada yang bertanya 'kenapa'.
Hujan membasuh kota.
Wanita tak berbusana ingin keluar saat itu juga.
Berdiri, merasakan setidaknya sedikit saja simpati yang langit berikan.
Ia ingin menari di bawah hujan, seperti ia kecil dulu.
Seperti dulu, ketika ia dihampiri Ibu yang cemas sambil membawa sebuah payung dan bertanya,
"Kamu suka hujan?"
Wanita yang selalu bertanya, "Nak, apa ada yang sakit?"
Tuhan.
Wanita itu, kini hanya perindu.
Ia hanya ingin kembali ke masa lalu.
Ia ingin mengadu, "Ibu, dunia jahat kepadaku!"
Ia ingin berteriak, terisak hingga wanita tua itu kembali padanya.
Namun, mustahil.
Tuhan lebih sayang padanya.
Ia telah di jemput dengan cinta.
Menyisakan 'Si anak' yang kini bertarung sendiri pada kerasnya dunia.
Hujan turun, mengguyur kota.
Wanita tanpa busana, hanya tetap duduk di tepi jendela.
Menyambut hujan dengan ikut meneteskan air mata.
Hatinya yang ia kira telah tandus, ternyata masih menyisakan air kepedihan.
Yang meluap karena dipancing tetesan hujan.
Ia, wanita yang terjebak pada permainan dunia.
Adakah yang ingin datang dan bertanya,
"Apa kamu suka hujan?"
4 notes
·
View notes
07.01.23 - 20.40
Nirmala
Mama maafkan
Anakmu tergantung dunianya
Aslinya tak mampu
Melompat untuk jadi lebih tinggi
Aku tahu ini bukan salahku
Dan aku tak ingin menyalahkan siapapun
Tapi Aku juga marah pada waktu
Meski Aku tak marah pada Tuhan
Ada yang hilang dan sakit
Meski kata orang ini hanya debu
Tapi aku bukan nirmala
Kata orang ku harus mengerti
Tapi aku bukan nirmala
Aku hanya ingin berjalan dengan kedua tungkaiku
(notes : menulis ini sebagai bentuk penerimaan emosi, dan rasanya sungguh nikmat)
5 notes
·
View notes
Pigura Baja
telah kupajang foto kita bersama
dengan pigura baja yang paling kokoh
takkan kubiarkan untuk hanya retak sekalipun
apalagi hancur berkeping-keping
tetapi bahkan dengan pigura baja pun
tak dapat membendung bantingan amarahmu
yang ternyata telah lama kaupendam
apalagi derasnya kegusaranmu
(2022)
3 notes
·
View notes
Mimpi
Malam menyapa, lelapkan mata, Irama jiwa mengalun merdu, Menapaki alam mimpi nan semu, Penuh misteri, membingungkanmu.
Ibarat lukisan abstrak nan indah, Menyajikan kisah tanpa kata, Penuh makna, tersembunyi di baliknya, Introspeksi diri, temukan jawabnya.
Bagaikan samudra luas tak terduga, Emosi terombang-ambing, Rahasia terdalam tersingkap di sana, Akan kah kau temukan jawabannya?
Mimpi, bisikan alam bawah sadar, Jendela menuju jiwa yang terdalam, Terbanglah tinggi, raihlah mimpimu, Temukan jawabanmu, di alam semu.
(QS. Al-An'am: 103) "Dan Allah menjadikan bagi kamu malam dan siang, dan matahari dan bulan, dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
1 note
·
View note
Pernah dikatain sombong, sama orang yang ketemu baru sekali dua kali? Sombongnya pun karena kita dianggap gak banyak bicara, gak banyak senyum--punya bitch face, misalnya--padahal gak banyak bicara itu karena kamu tipe orang yang ngomongnya langsung ke esensi, bukan basa-basi? Nah. Aku pernah nih.
Diemin aja.
Kamu pantas berada di komunitas yang cocok buat kamu. Aku pernah dulu peduli sama orang-orang ini, namun tidak dihargai. Narik diri dari lingkaran yang tidak membangunmu bukan sombong namanya--tapi berani.
Di balik keberanian ini--berani untuk tidak disukai tentunya--konsekuensinya adalah kehilangan hubungan, but at the end of story kamu bakal menemukan hubungan-hubungan baru yang lebih erat dan kuat; aku sudah memilikinya. Kamu pasti bisa. Karena kita adalah bagian dari komunitas-komunitas khusus; which is itu beragam sekali dan besar. Satu orang yang menghakimimu hari ini hanya menemukanmu di komunitas-yang-ada-dianya. Penilaiannya soal kamu bukanlah apa-apa, ya. :)
20 notes
·
View notes
Bisakah kita semua berakhir dengan indah?
Sayang, maaf aku menyerah. Aku kalah pada jutaan marah yang semakin hilang arah. Tidak bisa kusangsikan gejala kesakitan ini memang selalu berawal darimu dan bermuara padamu.
Sayang, maaf jika taruhanku kali ini tidak lagi akan melibatkan harapanku tentang kita. Aku sudah malu pada Tuhan sebab begitu banyak meminta. Lalu suatu waktu akupun menyadari, tak peduli seberapa keras do’aku, semuanya tak akan menjadi lebih baik.
Saat itu pula aku mengawali kasih untuk melepaskanmu pelan-pelan. Karena saat kuterjemahi bahasa Tuhan yang sukar ini, seolah Ia memintaku melepaskanmu karena aku menggenggammu terlalu erat. Kau— terlebih aku, sangat kesakitan.
Aku tidak mampu lagi menolong hatiku yang tengah durjana ini sebab kecewa padamu terlampau dalam. Aku tidak bisa lagi menjadi gadis kecil yang selalu menyenangkanmu dalam setiap percakapan. Aku kehilangan sosok diriku yang amat kau cintai. Ia jera untuk kembali.
Semuanya telah kuserahkan padaNya, termasuk dirimu. Sungguh aku tak dapat menyembuhkan luka ini sendirian. Setiap kali aku harus menatapmu, kali itu juga aku selalu teringat semua yang kau lakukan dengan sempurna. Sangat disayangkan bakat mahirmu kau gunakan untuk melukaiku.
Memang sudah benar saat itu kau tinggalkan aku saja dan pergi pada perempuan lain. Mengapa kau selalu saja kembali pada orang yang sudah berkali kau khianati? Apa yg ada dipikiranmu sesungguhnya?
Kurasa kau harus juga pahami, kapanpun aku juga bisa berhenti dan menutup hati. Menyerah karena sudah kepalang lelah. Sesekali, pikirkanlah perasaanku. Sesekali, selamilah aku dari hati.
Sesekali, aku ingin kau menjadi aku.
112 notes
·
View notes
Terimalah dia di surga
Dia tahu dia salah
Dia hanya ingin dicintai
Tapi dia mencintai seseorang pria toxic
Dan dia mendapatkan masalah
Masalahnya ditutupi dengan sangat rapi
Sehingga tak seorang pun tahu
Dan semua penderitaannya ditutupi dengan sebuah senyuman
Membuat dia ingin mengakhiri hidupnya
Dia tahu dia salah
Dia hanya ingin dicintai
Apa yang dia dapatkan?
Dia hanya mendapat penderitaan
Jika dia mati
Terimalah dia di surga
Sehingga dia bahagia
Dan hilangkan semua penderitaan yang dia dapatkan
6 notes
·
View notes
Pemandangan Ketika Agak Serius Sedikit
Harapan dengan pasti akan memudar,
segala binar itu pelan-pelan akan tanggal,
meranggas kesegala yang dulu sempat hinggap,
sempat bikin sejenak lupa,
bahwasanya kita dilahirkan beriring dengan air mata,
itu juga masih harus mengais kasih agar bisa menumpuk duka,
setidaknya kelak, bila telah pada saat yang semestinya,
kita bisa tersenyum tanpa pernah khawatir,
apa bisa tinggal lebih lama.
.
.
.
PR/11'23
0 notes
16.29
Berlari sejauh mungkin
Bersembunyi serapi mungkin
Berdalih sekuat mungkin
Rupanya yang sudah terpaut akan bertemu
Melihat seluas mungkin
Mendengar sebanyak mungin
Merasa sedalam mungkin
Rupaya yang sudah terpikat akan kembali
Berpisah berminggu-minggu
Indonesia dibagian lain waktu
Mana ada kala untuk bertemu
Tabung saja dulu semua rindu
Hingga dua pasang mata itu akhirnya bertatapan
Kemudian sepasang raga itu akhirnya berhadapan
Duduk mereka ditepi penantian
Haruskah mereka kembali saling berpamitan?
16.30 tepat akan kembali ke jalanan
60 detik tersisa dibawah rindang bayangan
Mereka enggan bertukar kegundahan
Karena mereka tahu pasti meski perlahan
Jarak tak pernah bermaksud meniadakan
Seringkali, jarak itu justru menyelamatkan
Sampai jumpa kembali, di waktu yang penuh pengharapan🌻
{Ccl}
6 notes
·
View notes