Tumgik
#alat makan anak
ruang-bising · 1 year
Text
Sepenggal Tulisan Bising Diri Sendiri [ Bag. 2]
***
Bising, bising sekali omongan orang lain tentang keluargaku. Aku sudah bias, mana peduli mana yang hanya gosip. Ayah yang menafkahi kami dengan harta yang haram, ibu yang jarang dirumah, kami yang tercabik-cabik nama baiknya. Aku malu sekali. Aku hanya bisa berdo'a semoga suatu saat nanti mereka diberi hidayah oleh Tuhan.
Saat aku Kelas 3 SMA, Ayah jatuh sakit, parah sekali. Habis fasilitas yang kami punya, mulai dari rumah, transportasi, alat komunikasi. Mobilitas hidup kami benar benar hancur. Mungkin ini cara Tuhan membersihkan dosa masa lampau keluarga ini. Kakakku mengungsi di rumah kerabat, dekat dengan kampusnya. Aku terpaksa diasuh oleh yayasan tempatku bersekolah, aku yang setiap hari mencicipi masakan yang entah seperti apa rasanya. Tapi bagiku itu lebih enak kebanding memakan harta haram ayah.
Hampir setahun ayah sakit, akhirnya menemukan titik terang. Apa ayah bertaubat dari pekerjaannya? Tidak. Dan aku terpaksa masih betah diasuh yayasan lagi.
Satu bulan kemudian, pandemi menyerang. Itu tidak berpengaruh terhadap pekerjaan ayah. Aku berjanji tidak ingin lagi memakan harta haram. Aku kembali bertahan di asrama yang berukuran 3x5 m ini. Aku menghidupi mimpi-mimpiku sendiri sejak tahun itu. Masa kejayaan orang tua yang telah habis, kata orang. Aku menarik diri dari keramaian satu tahun itu, lebih dari puasa sosmed yang anak muda sekarang katakan. Aku harus segera menuntaskan perjuangan ini, hingga lulus bersekolah. Aku mengajar di surau seberang sekolah dan berdagang untuk sampingan.
"Nanti kalau udah lulus SMA, langsung kerja!!! Bales budi orang tua!!!" Ujar salah satu bibi dari ayah saat lebaran. Berat sekali bertemu keluarga besar ayah yang berpikiran kolot, dan setolol itu. seolah anak lahir, diasuh kedua orang tua berarti sama dengan berhutang. Bukankah itu kewajiban orang tua membesarkan anak? siapa pula yang menginginkan dilahirkan? "nasib tersial adalah dilahirkan" celoteh filsuf yunani seolah memenuhi kepalaku.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Aku bisa saja mengambil beasiswa prestasi di perkuliahan, berkat sertifikat lomba yang sering kujuarai. tapi reguler, yang berarti akan hidup dengan harta haram keluargaku lagi. Dan itu juga berarti aku harus hidup berdesakkan di kontrakkan petak, karena rumah ludes terjual. Akhirnya aku memilih jalan dengan mencoba berbagai beasiswa keagamaan, dan berakhir di asuh oleh salah satu yayasan pesantren terkemuka di kota ini. Seratus persen!!! Tentunya setelah mengikuti panjangnya seleksi. Persetan! Aku hanya ingin keluar dari lingkaran iblis ini.
Sesekali ibu menelponku dan ingin mengirimiku uang, tapi aku tak pernah mau lagi.
Berat sekali rasanya, kamu bisa membayangkan?
Memasuki tahun ke dua menjadi santri yayasan, Ayah mendapat hidayah, berhenti dari pekerjaannya, do'aku terkabul, terimakasih Tuhan. Ia berdagang, Ibu masih bergelut menjadi ART semenjak badai melanda keluarga kami. Pembersihan dosa, ujarku dalam hati.
Tahun kedua merupakan tahun terberatku di tempat ini, tuntutan dari yayasan semakin banyak, maklum, beasiswa seratus persen. "Kalian harus bener belajar di sini, setoran 2 lembar perhari, hadist juga, kitab pun jangan terlewat. Makanan yang hari ini kalian makan ga gratis, donatur, UMMAT yang membiayai kalian! Malu kalian kalau makan tapi gasampe target!!!" Bentak salah seorang ustadz kami. Semenjak itulah lidahku mati rasa memakan makanan yang di sungguhkan di sana.
Ajaib, aku berhasil lulus lebih cepat dari kalender pendidikan. Berbagai target di sana telah kucapai. Alhamdulillah. Aku bisa pulang ke rumah. Aku berjanji tidak ingin pulang sebelum pendidikan selesai di sana. Sisanya hanya persiapan mengabdi.
Liburan semester 4 dari total 6 semester, aku kembali ke rumah. Aku tersenyum melihat kontrakkan petakan. Tak apa, ujarku, Aku ikhlas, Tuhan. Kebanding menempati harta haram yang mendarah daging di setiap sudut tembok. Satu hal yang baru kusadari, ibu jarang di rumah, Terlibat hutang selepas badai keluarga kami.
Ayah? yang ayah lakukan hanyalah duduk di teras, tatkala di rumah, lebih sering makan dan tidur di rumah saudaranya yang kolot dan bodoh itu. aku dan kakakku (yang satu tahun kedepan akan menikah) terpaksa berkecimpung melunasi hutang mereka. kami menyisihkan uang dari keringat kami sendiri. Adikku? Adik kecilku bahkan masih kelas 2 SMP, ia masih terlalu lugu untuk memahami kondisi keluarga kami, yang ada dipikirannya mungkin masih bermain dan mencari jati diri.
Akhir semester 6, hutang mereka habis dan lunas, begitu pula tabunganku dan tabungan menikah kakak. Kakakku terpaksa menikah sederhana. habis sudah dream wedding dia, "gapapa, yang penting halal dulu." Ujarnya. Ya Tuhan, aku melihat wajah paling ikhlas di wajah kakakku. Bahkan aku menangis saat menuliskan ini.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Saat ini aku sudah bisa menabung diam-diam, aku ingin melanjutkan sekolah, aku juga ingin mempersiapkan masa depan. Tidak banyak, tapi aku ingin memulai rumah tangga lebih siap nantinya.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana. Aku ingin sekali saja tidur, nyenyak, tenang, tanpa memikirkan apa yang akan datang, hari esok, tuntutan. Tanpa memikirkan keluargaku yang begitu berkecamuk. Aku ingin sekali beranjak. Meninggalkan semua ini. Keluarga... yang membuat hidupku segetir seperti ini.
Kamu bisa bayangkan? Kontrakkan ini, tepatnya keluarga ini, bising sekali, sehingga aku tidak bisa mendengar diriku sendiri.
Aku hanya perlu terus berlayar, mengembara, jika besok pun kalian tidak lagi mendengar kabarku, mungkin aku tersesat di samudera atau di suatu pulau, atau bisa juga kapalku karam, sebab perjalanan ini kususuri sendiri.
*****
Satu jam aku menceritakan detail kejadian menyakitkan itu kepada seseorang yang kupanggil "umi". Pandanganku kosong, aku ingin menangis tapi tak memiliki tenaga. Sudah terkuras, aku tak memiliki kalimat sedih untuk menggambarkan itu semua.
Tiba tiba pelukan menghantamku. Umi memelukku sembari terharu.
"De, kamu sekarang udah umi anggap anak umi. Jangan pernah ngerasa sendiri ya de. Umi bangga sama kamu, kamu hebat."
Tangisku baru pecah. Saat aku menyadari bahwa ada orang lain, bukan dari keluargaku, yang memiliki sebongkah hati sehangat itu. Aku tak lagi mampu menahan hebatnya kesedihanku. Aku tak mampu lagi membohongi perasaan sedihku. Aku menangis. Aku benar-benar merasa ditemani. Kebisingan ini sedikit mereda. Penerimaan. Kepercayaan diri yang lama hilang seolah hadir kembali. Kekhawatiranku, mereda. Aku menangis. Aku merasa lemah ketika menangis, tapi bolehkah aku menangis kali ini saja? Karena besok aku harus kembali berjuang untuk mimpi-mimpi, aku harus kembali berlayar, aku tak boleh berhenti sekarang.
44 notes · View notes
maitsafatharani · 1 year
Text
The First, a Letter to the Dearest You
Nak, nggak terasa waktu semakin dekat.
Sekarang usiamu sudah menjelang 35 minggu ada di rahim ummi. Tanpa sadar, kenangan berminggu-minggu lalu kembali berputar.
Bulan pertama, Allah belum hadirkan kamu. Abi dan ummi sama-sama mencoba menerima. Introspeksi dulu, mungkin Allah belum titipkan kamu, karena banyak hal yg harus abi dan ummi benahi sebelum hadirnya kamu.
Bulan kedua, setelah terlambat siklus bulanan selama berhari-hari, ummi memberanikan diri untuk mengecek. Siklus yang terbiasa mundur beberapa hari membuat ummi tidak langsung terburu membeli alat tes. Ummi menunggu sampai siklus itu benar-benar terlambat. Dan ternyata, Allah mengabulkan doa kami saat itu, positif. Kamu ada, sudah Allah titipkan, walau ummi belum bisa sepenuhnya merasakan adanya kamu.
Alhamdulillah, selama mengandungmu, Allah banyak berikan kemudahan Nak. Ummi nggak merasakan mual muntah yang parah, nafsu makan tetap normal, emosi pun masih terbilang stabil walau kadang sesekali ummi merasa sedikit sensitif. Perkembanganmu di rahim ummi pun baik. Setiap pemeriksaan, selalu ada kabar yg melegakan hati Abi dan Ummi. Kamu tumbuh dengan baik, terimakasih ya Nak.
Hari ini, kurang lebih satu bulan lagi dari hari kelahiranmu.
Senang sekali akhirnya dekat waktu perjumpaan kita, Nak. Meski Ummi tak lepas rasa khawatir, tentang diri ummi sendiri yang masih perlu banyak belajar ke depan. Ummi sering merasa kuatir, tidak bisa memenuhi hakmu, tidak bisa menjadi teladan yg baik, dan banyak lagi.
Tapi Nak, nggak apa ya, kita sama-sama belajar? Kita belajar bareng. Ummi belajar menjadi ibu, abi belajar menjadi ayah, dan kamu belajar menjadi seorang anak.
Nak, begitu banyak harapan, doa-doa baik yg kami panjatkan untuk kamu. Namun terlepas dari semua itu, yg paling kami harapkan adalah kamu tumbuh menjadi seorang perempuan yg sholihah, sehat. Sampai nanti ummi dan abi nggak bisa lagi membersamai, kamu punya bekal yg cukup untuk menjalani hidupmu sendiri.
Nak, semoga abi dan ummi juga bisa menjadi orangtua yg sholih. Yg bisa menjadi teladan buat kamu. Memperkenalkanmu dengan Allah dan segala kasih sayang-Nya. Menjadi rumah tempat kamu pulang. Menjadi tempat yg nyaman untuk kamu menjadi dirimu sendiri.
Semoga, abi dan ummi selalu ingat, dan memanfaatkan waktu-waktu terbaik bersamamu di kehidupan awalmu untuk memberikanmu sebaik-baik bekal. Supaya kamu menjadi perempuan yg sholihah. Baik budi pekerti, baik ibadah, baik dalam amal, dan selalu memperbaiki diri.
Warmest hug,
Ummi.
NB: ditulis pada 6 April 2023
48 notes · View notes
hongibi · 3 months
Text
Manifesto 18 September
Di satu sore yang murung, yang senjanya berwarna merah, bukan oranye. Seorang bapak tua sedang duduk di beranda sambil membaca warta berita. Saking serunya membaca warta, huruf-hurufnya ngos-ngosan kelelahan. Dia sedang seru membacakan berita-berita hari ini. 
Bapak tua itu tinggal di tengah hutan. Hutan yang kaya, flora fauna bermacaman. Duit tak ada harganya di sana. Butuh apa, mau apa, cari apa, semua tersedia. Namun sayang, sebab begitu kaya, hutannya didatangi modal-modal dari luar pulau. Hidupnya sudah tidak tenteram seperti saat modal-modal itu belum berdatangan. Mereka datang sepaket dengan serdadu yang berwajah garang. Bapak tua bingung, “Kalau niat baik, kenapa harus datang dengan seperangkat alat perang?” 
Hobinya memang membaca, terutama setelah datangnya modal-modal dari luar pulau. Tiap hari selalu membaca warta, “Ada berita apa hari ini?” pikirnya tiap melihat warta yang selalu dikirim burung cendrawasih pada waktu pagi. Di sana berita perampasan lahan, di sana lagi tembak-tembakan sampai renggut nyawa, di mana lagi berita kurang gizi, di mana lagi pembabatan hutan. “Setelah kedatangan modal-modal itu, kenapa di tanah ini beritanya selalu berita duka? Apa tanah ini tak berhak bahagia?” tanyanya dalam hati. Bapak tua khawatir, ia takut tempat tinggalnya akan dirampas, tanah ulayat yang sudah dijaga selama ribuan tahun secara turun temurun diambil paksa oleh kekuatan kapital. 
“Mau makan apa saya? Mau tinggal di mana? Di sini semuanya ada, saya tidak akan bisa hidup kalau tidak di sini. Ini tanah air saya, tanah nenek moyang, saya mau tetap di sini sampai Tuhan datang.” renung bapak tua dalam sekali. Air matanya hampir jatuh, air mata yang warnanya emas. Konon katanya, air mata emasnya disebabkan karena tanah tempat si bapak tua tinggal penuh sekali dengan emas, air yang ia minum dari tanah itu mengandung emas, maka dari itu air matanya jadi berwarna emas. 
Suatu waktu, bapak tua heran, kenapa hari itu tidak ada warta yang tergeletak di beranda rumahnya. Burung cendrawasih yang biasa kirim warta waktu pagi entah ke mana, “Mungkin sedang cuti, sedang mudik ke kampung.” pikir bapak tua. Berhari-hari, berminggu-minggu, ditunggunya burung cendrawasih itu, namun tak kunjung nampak si pembawa warta tersebut. Untuk memutus rasa penasaran, bergegas ia menuju agen warta berita yang berada di distrik sebelah. Berjalan kaki ia melewati pohon-pohon besar dan sungai-sungai yang arusnya tenang, sungguh indah tempat ia tinggal. Sesampainya ia di distrik sebelah, ia sungguh kaget, distrik itu sudah porak poranda, penghuninya kabur masuk ke hutan belantara, takut dikejar-kejar oleh serdadu berwajah garang. Semakin terkejutnya ia ketika melihat agen warta berita yang selalu mengiriminya warta sudah hangus oleh api, agen itu nampak diamuk api sampai jadi abu. Hancur hatinya, remuk redam, sedu sedan. Terduduk ia di depan agen warta berita, “Sebab ini burung itu tidak pernah lagi berkunjung ke rumahku, ia kehilangan tempatnya, bahkan mungkin ia sudah mati sekarang. Di mana engkau wahai burung berbulu cantik?” katanya dalam hati dengan penuh renungan. Berdiri dan berjalan lagi ia mengelilingi distrik yang porak poranda itu, dilihatnya banyak nyawa-nyawa tak berdosa tewas, perempuan muda, ibu-ibu, anak-anak. Tewas mengenaskan. “Sekarang aku tahu, kenapa akhir-akhir ini senja di tanahku sinarnya berwarna merah. Senja di tanah ini telah terciprat darah dari nyawa-nyawa tak berdosa, alam mengisyaratkan murung dan kelam.” pikirnya sambil termenung. 
Setelah lelah hati dengan apa yang ia lihat, bapak tua memutuskan untuk kembali pulang ke rumahnya. Berjalan ia ke rumah dengan  hati yang berduka. Saudara-saudaranya pergi dengan merana, tak sempat anak-anak kecil itu merasakan nikmatnya hidup di tanah surga. Ia kembali berjalan melewati sunga-sungai dan pohon-pohon besar, pemandangannya yang indah tidak dapat menghibur hatinya yang nelangsa. Tanah seindah itu akan terus terasa penuh luka dan air mata ketika kebebasan untuk hidup masih dibelenggu. Kebebasan adalah keindahan yang sejati, ia membawa keindahan bagi yang merasakannya, bagi yang mendambakannya. Sampai juga akhirnya ia di rumah, hal pertama yang ia lakukan ketika sampai adalah membersihkan badan yang penuh debu dan luka, perih rasanya luka-luka itu ketika terkena guyuran air. Sambil terus mengguyur lukanya ia berseru dengan lantang, “Pada hari ini secara tegas, kami masyarakat adat Papua menolak deforestasi yang merusak tanah, hutan, dan air kami masyarakat adat Papua. Karena di situ tempat kami hidup, kami makan, bahkan generasi kami turun temurun sampai Tuhan datang.”
Leo Naldi
Jakarta 13 Juni 2024
3 notes · View notes
tulisanditaputri · 4 months
Text
Rokok adalah Maut
Tumblr media
Senja kini berganti malam. Entah sudah berapa gelas kopi yang kamu teguk, serta berapa puluh batang rokok yang kamu bakar.
"Uhuk. Uhuk. Uhuk." Kamu terbatuk-batuk.
Semakin sering batuk, semakin banyak pula batang rokok yang kamu hisap.
"Mas, makanannya sudah siap," istrimu memanggil.
"Sebentar, kuhabiskan dulu batang terakhir."
"Iya. Terserah," istrimu melenguh pasrah.
"Mama, ayok makan! Boy sudah lapar," rengek seorang anak laki-laki.
"Tunggu Papa sebentar ya Nak," pinta istrimu.
"Gak mau makan sama Papa, bau, bau asap rokok."
Mendengar ucapan anakmu, kamu diam saja, pura-pura seolah tidak mendengar apa-apa.
"Uhuk. Uhuk. Uhuk." Rupanya anak laki-lakimu tengah batuk juga.
Pada akhirnya, perut lapar tak bisa tertahankan, batang rokok akhirnya kamu matikan. Kamu beranjak pergi dari pelataran menuju ke ruang makan.
"Ayo makan!" ajakmu kepada anak dan istri.
Lahap sekali kamu makan. Rupanya puluhan batang rokok tak bisa juga membuatmu kenyang. Usai makan, kamu pergi ke kamar dan tertidur dengan tenang.
"Mas, bangun Mas!" Istri tiba-tiba berteriak membangunkanmu.
"Kenapa sih?" gerutumu.
"Boy Mas. Anak kita sesak nafas begitu hebat."
Sontak kamu terkejut dan langsung bangkit dari tempat tidur. Tanpa pikir panjang, kamu mengambil kunci motor, dan langsung menyalakannya. Kamu dan istri bergegas membawa Boy menuju UGD rumah sakit terdekat.
Sesampai di UGD rumah sakit.
Anakmu langsung disambut oleh tim medis bagian depan, kemudian ditempatkan di ruangan label merah.
Kamu berdiri menunggu kabar, sambil merogoh kantong depan, mencari rokok kesayangan.
"Mas, jangan merokok disini! Itu ada bacaannya," tutur istrimu.
"Asma boy kambuh karena tak tahan asap rokokmu, Mas!" istrimu menimpali.
Kamu mengurut kepala dan memasukkan kembali rokok itu ke dalam kantong celana.
"Maaf Pak, Bu. Bisa saya bicara sebentar?" ucap salah seorang dokter.
"Ada apa Dok?" sahutmu bersamaan dengan istri.
"Anak Bapak dan Ibu sedang mengalami asma serangan berat yang mengancam nyawanya. Kami meminta izin cepat untuk melakukan tindakan intubasi atau pemasangan alat bantu napas sebagai usaha menyelamatkan. Peluangnya kecil, tetapi kita tetap harus mencoba dan berusaha," jelas dokter kepadamu.
Mendadak tubuhmu lunglai. Gemetar dan keringat dingin membasahi tubuhmu. Sontak, kamu terjatuh pingsan.
Kamu hanya pingsan, sementara anakmu sudah tidak sadarkan.
***
3 notes · View notes
infinityzzzz · 4 months
Text
CCTV.
"Mbak-mbak, izin kami pasang CCTV di dapur ya..sy tunggu sampe besok, kalo belum dibersihin nnt saya buang barang-barangnya…"
Kurleb gitu chat ibu kost karena dah gemes sama anak-anak kost yang sering banget naruh alat makan dan alat masak yg kotor di wastafel dan entah kapan nyucinya wkwk.
Menariknya, setelah Ibu Kost bilang gitu, dapur jadi bersih wkwk. Sekarang udh bertahan 2 mingguan lah. Lumayan banget. Keren sih kataku.
Yang jadi bikin mikir adalah tingkat disiplin kita yang meningkat signifikan krn diancam dengan cctv, yg notabene 'cuma alat' buat mantau kita 24/7 di area wastafel…
Apa kabar sikap kita yang lain? Yang Allah pantau 24/7, dimanapun, kapanpun.
Tobat-tobat..
Yogyakarta, 24 Mei 2024
2 notes · View notes
retorikadyf · 1 year
Text
PENGHIANAT BANGSA!! Perselingkuhan HARAM Pejabat Negara Dengan Oligarki Kapitalis
Tepat 1 Mei 2023 pada peringatan hari buruh dunia menjadi momentum yang tepat memperingati hari buruh dan memperingati hari kekecewaan rakyat Indonesia, mari menggerakan masa untuk melawan ketidakadilan bagi masyarakat pekerja dan para kaum buruh. Pada hari ini menjadi salah satu sejarah penghianatan para pemimpin bangsa negara ini mereka melangsungkan perselingkuhan atas birahi politik bersama para oligarki yang merusak moral bangsa dan menciderai hati rakyat Indonesia. Meraka yang katanya pemimpin bangsa, pelindung bangsa, pengayom bangsa namun nyatanya hanya alat bagi para cukong-cukong oligarki, para pebisnis yang curang dan hina yang mengahalalkan segala cara untuk mencari keuntungan yang lebih.
Pemimpin Negara Hanya Petugas Partai dan Budak Oligarki
Inilah buruknya saat memilih pemimpin negara yang bekerjasama dan tunduk kepada para oligarki dan pemimpin partai. Mereka membuat kesepakatan-kesepakatan kebijakan yang hanya menguntungkan diri pribadi, partai nya dan para oligarki tersebut, bisa di sebut sebagai petugas partai dan budak oligarki, rakyat hanya menjadi bahan perasan finansial.
Pada kepemimpinan di pemerintahan pak Jokowi sebagai pemimpin negara dan Puan maharani sebagai ketua DPR-RI bersama-sama memuluskan terkait dengan dikebutnya hanya dalam waktu 7 bulan dari pengusulan hingga terjadinya pengesahan RUU CIPTAKERJA dimana rancangan undang-undang ini terlihat sekali sangat dipaksakan dan mendukung serta membela para cukong oligarki beberapa pasal sangat merugikan masyarakat pekerja dan para buruh.
Pasal-Pasal Pembela Oligarki Selingkuhan Pejabat Negara
Beberapa pasal yang penulis soroti adalah pasal 88D dan pasal baru 88F dimana pada pasal tersebut memperlancar terjadinya upah murah bagi masyarakat pekerja dan para buruh dimana pada pasal ini juga memuat pemerintah menentukan formula upah minimum ini disinyalir menjadi celah akal-akalan saja untuk untuk membela kepentingan para pemodal cukong oligarki untuk meraup keuntungan lebih dari para pekerja dan para buruh untuk memberikan upah yang rendah.
Dalam UU CIPTAKERJA ini para pekerja atau para buruh ini seperti sapi perah dimana mengalami penambahan waktu bekerja lembur yang biasa hanya 14 jam dalam seminggu namun terjadi penambahan menjadi 18 jam dalam seminggu ironisnya penambahan waktu bekerja tersebut tidak setimpal atas upah yang didapatkan hal ini ini dikarenakan upah tambahan waktu bekerja tersebut melalui penghitungan upah minimum dalam mekanisme pasar berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Para Pekerja dan Buruh Hanya Menjadi Sapi Perah Para Pemodal, Cukong, Oligarki
Bayangkan masyarakat pekerja atau buruh hanya menjadi seperti sapi perahan saja bagi para oligarki ketidakadilan dalam pemberian upah padahal waktu dan tenaga sudah diberikan dengan lebih dan upah yang didapat tidak setimpal, ingat para pekerja juga manusia membutuhkan makan untuk keluarga kecil mereka. Para pekerja dan buruh tidak meminta lebih hanya meminta keadilan dimana mereka bisa hidup dengan upah yang cukup untuk memberikan makan, tempat tinggal, sekolah bagi anak dan keluarga mereka agar hidup dengan makmur tanpa ada yang namanya pemerasan dan kecurangan pengurangan upah hal ini bedasar cita-cita bangsa ini untuk keadilan, kesejahteraan, kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ingat wahai para pemimpin ataupun pejabat dinegeri ini, semua yang engkau lakukan pada hari ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. kepemimpinanmu, kebijakanmu, sikapmu dan seluruh yang ada pada dirimu berlakulah adil dan bijaksana.
Rasulullah SAW bersabda : “Setiap  kamu  adalah  pemimpin,  dan  setiap  pemimpin  akan  mempertanggung jawabkan kepemimpinannya.
(HR. Bukhari Muslim)
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah. Menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah ayat 8)
Didi yusup. Palembang, 2 Mei 2023
17 notes · View notes
temanceritaa · 6 months
Text
Ramadhan 4
Pernah ngalamin perasaan yg kaya gini ngga sih? Tiba-tiba sepi, tiba-tiba sedih, tiba-tiba pengen nangis. Ngerasa kaya sendirian banget hidup di bumi, sedih amat ya :(
Drama puasa ramadhan jauh keluarga pasti begini, kita yg dulu nya dirumah sahur dan buka puasa ngga bingung makan apa, seketika jauh bingung mikirin menu sahur dan buka puasa.
Iya aku tau, grabfood ada, gofood ada, shopeefood ada. Warteg banyak, orang ngelapak jualan makanan juga banyak. Kalau ada uang, tinggal beli! Tapi bukan itu maksudnya.
Aku kangen suasana rumah, aku kangen suara ibu bangunin sahur, aku kangen suara dentingan alat masak kalau ibu lagi di dapur, aku kangen suara radio bapak yg tiap malem diputar sebagai pengantar tidur bapak. Aku kangen semuanya, mohon restu dan doa nya semoga anak bungsu mu ini sehat dan kuat ya bu, pak 🤍
2 notes · View notes
dhiyashofa · 10 months
Text
tutorial cara membuat
bola bola kentang
 1. Nama Produk 
Tumblr media
𝐃𝐞𝐬𝐤𝐫𝐢𝐩𝐬𝐢 𝐏𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤
  Bola-bola kentang keju bisa menjadi cara tepat untuk memasukkan kebaikan kentang dan keju ke dalam makanan balita. Bumbu-bumbu yang ada di camilan ini juga meningkatkan selera makan anak yang sedang berkembang, sehingga si Kecil bisa mendapatkan manfaat berikut ini:
➢ Kentang adalah sumber Vitamin C, kalsium, magnesium, potasium yang sangat baik yang membantu tubuh membangun dan memelihara struktur dan kekuatan tulang. Vitamin C memperbaiki kulit dan mengurangi keparahan pilek.
➢ Kandungan serat dalam kentang membantu mencegah sembelit sekaligus melancarkan pencernaan.
Karena kentang menyediakan banyak serat, maka dapat memuaskan rasa laparnya untuk waktu yang lama.
➢ Keju adalah sumber kalsium, lemak, vitamin, dan protein yang baik. Ini menawarkan energi yang dibutuhkan anak untuk tetap aktif sepanjang hari. Ini juga baik untuk kesehatan gigi dan tulang.
Tumblr media
Bola-bola kentang sosis adalah hidangan yang terdiri dari bola-bola kentang yang diisi dengan potongan sosis. Hidangan ini biasanya dibuat dengan mencampur kentang yang telah direbus dan dihaluskan dengan sosis cincang, bumbu-bumbu seperti garam, merica, dan rempah-rempah lainnya. Setelah itu, campuran ini dibentuk menjadi bola-bola kecil dan digoreng hingga berwarna keemasan. Hidangan ini umumnya disajikan sebagai camilan atau hidangan pembuka, seringkali disertai dengan saus atau bumbu tambahan sesuai selera. Bola-bola kentang sosis memiliki cita rasa yang gurih dan tekstur yang renyah, membuatnya menjadi pilihan yang populer di berbagai tempat makan dan acara sosial.
2. Alat dan Bahan
𝐀𝐥𝐚𝐭 - 𝐚𝐥𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐧
• Sosis 
• Mika 
• Kentang 
• Saos cabe 
• Saos tomat 
• Tepung terigu 
• Minyak 
• Tepung panir 
• Royco
• Tepung maizena 
• Plastik klip kecil 
• Telur 2pcs 
3. Langkah - langkah pembuatan
𝖫ɑngƙɑ𝗁 1
Kentang dikukus hingga matang kemudian angkat, lalu tiriskan.
𝖫ɑngƙɑ𝗁 2
Selagi hangat, tumbuk kentang hingga halus.
𝖫ɑngƙɑ𝗁 3
Sosis dipotong kecil-kecil, lalu digoreng setengah matang, angkat, sisihkan terlebih dahulu.
𝖫ɑngƙɑ𝗁 4
Kemudian, dalam mangkuk, campurkan kentang halus, tepung bumbu, tepung tapioka, aduk rata, tambahkan 3-4sdm telur kocok, sampai adonan dapat dipulung.
𝖫ɑngƙɑ𝗁 5
Ambil 1 sdm adonan, pipihkan lalu tambahkan sosis, kemudian bulatkan.
𝖫ɑngƙɑ𝗁 6
Selanjutnya gulingkan adonan kedalam telur hingga merata.
𝖫ɑngƙɑ𝗁 7
Lalu balurkan kedalam tepung panir hingga merata. Lakukan sampai semua adonan habis.
𝖫ɑngƙɑ𝗁 8
Selanjutnya panaskan minyak, goreng bola kentang hingga matang merata, angkat. Siap disajikan.
4. Produk yang di hasilkan
➢ 𝐏𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢 𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥𝐤𝐚𝐧 : 𝟐𝟎𝐩𝐜𝐬
5. Modal
➢ 𝐌𝐨𝐝𝐚𝐥 : 𝐑𝐩 𝟗𝟎.𝟎𝟎𝟎
6. Harga Jual
➢ 𝐇𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐉𝐮𝐚𝐥 : 𝐑𝐩 𝟔.𝟎𝟎𝟎
7. Keunggulan Produk 
Tumblr media
Cemilan bola-bola kentang memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
1. Rasa yang lezat: Bola-bola kentang seringkali diolah dengan berbagai bumbu dan bahan tambahan, sehingga mereka memiliki rasa yang gurih dan lezat.
2. Tekstur yang renyah: Ketika digoreng dengan baik, bola-bola kentang memiliki tekstur luar yang renyah dan garing, sementara bagian dalamnya lembut dan lezat.
3. Varian rasa: Bola-bola kentang dapat dihidangkan dalam berbagai varian rasa, seperti pedas, atau original, sehingga cocok untuk berbagai selera.
4. Mudah disantap: Bola-bola kentang umumnya merupakan makanan yang mudah diambil dan dimakan, membuatnya menjadi pilihan yang nyaman sebagai cemilan atau camilan.
5. Cocok untuk berbagai acara: Cemilan ini sering digunakan sebagai camilan dalam berbagai acara, seperti pesta ulang tahun, dan acara keluarga
2 notes · View notes
syifafauziyaaah · 1 year
Text
Hari ini mau cerita.
Agenda utama hari ini adalah ke Kampus UI Depok karena ada jadwal pengambilan toga untuk sarjana dan magister FEB UI yang akan wisuda bulan September ini. Sejujurnya exited banget dari lama entah kenapa haha mungkin karena wisuda adalah momen yang udah lama banget ada di bayangan tapi selalu ngerasa nggak mungkin dan sulit untuk aku capai, dan finally, my graduation day is coming soon! Mohon doa ya!
Datang kesana berdua sama ibu dan overwhelming banget rasanya, lihat orang-orang banyak yang sedang berfoto pakai toga bahkan bawa rombongan keluarganya, sama temen seangkatannya, sama temen se-geng-nya. Jadi flashback gimana serunya dulu waktu S1 ngerasain hal yang sama, setelah ambil toga langsung fitting dan foto-foto cantik bareng temen wkkw lagi dan lagi, dibuat bersyukur atas momen-momen dulu yang pernah Allah izinkan untuk merasakannya.
Tapi di saat itu juga, banyak suara dan gemuruh yang berkecamuk di kepala. Perandaian mulai muncul kesana kemari. Mulai sedih, mulai sensitif, mulai khawatir. Sedih harus jalanin hari ini dan wisuda nanti dengan langkah berat, pincang, harus pakai tongkat, nggak bisa kayak orang-orang foto-foto cantik di rumput depan rektorat bareng temen dan geng-nya. Makin parah saat harus naik ke Gedung Annex dimana tinggi dan banyak tangganya. Tiba-tiba sedih sekali dengan kondisi ini. Merasa lemah dan tidak berdaya, merasa berbeda dan kurang. Tertatih-tatih dan ngos-ngosan menaiki setiap anak tangga. Kukira masalah ini sudah selesai, tapi ternyata diri ini tidak bisa menyembunyikan perasaan ini alias aku tidak bisa pura-pura baik saja, bahkan di hadapan diri sendiri.
Belakangan ini isi kepalaku memang ini, tentang apakah harus aku tunda wisuda sampai aku selayaknya orang normal lagi? Tentang penyesalan tidak memikirkan pilihan untuk wisuda nanti saja saat aku bisa pakai heels dan sepatu cantik. Tentang apakah harus tetep jalanin wisuda yang sekali seumur hidup ini dengan kekurangan ini. Wisuda kali ini berat, terutama secara psikis.
Sampai pulang pun, isi kepalaku masih tidak dalam kondisi baik. Setiap aku lihat siapapun, di kepalaku cuma ada kalimat, enak banget ya kayak mereka. Waktu makan siang, rasanya kesedihan itu memuncak, dan aku sadar, aku harus segera selesaikan ini.
Selama ini, segala overthinking dan kekhawatiran aku biasanya bisa diringankan dengan bercerita ke ayah. Kalau sudah numpahin ke ayah, rasanya aku bisa ketawain semua itu, walau seringnya nangis bombay dulu kayak orang disakitin wkwkw
Sebenernya mungkin aku sudah tau dan mengerti, tapi memang terkadang merasa perlu diyakinkan kembali dengan ucapan dan nasehat ibu dan ayah, yang mana mereka pasti sebenarnya lebih merasa sedih melihat kondisi anak perempuannya ini dibanding aku sendiri.
"Ayah, teteh tadi sedih pas ke UI, lihat orang-orang, sedih aja gitu teteh nggak bisa wisuda normal kayak orang-orang, hehe".
Ayah cuma bilang, "Tau ga teh? Ayah bahagia banget Allah masih kasih teteh kesempatan nafas padahal waktu itu udah lemes di ICU, nafas aja harus pakai alat, pakai ventilator. Eh sekarang alhamdulillah Allah Maha Baik banget kasih nikmat teteh kuat lewatin tesis, dimana itu ketakutan teteh 4 tahun belakangan ini, bahkan sekarang sudah mau wisuda. Buat ayah ini kebahagiaan yang nggak terkira, buat ayah ini lebih banget teh. Masalah kecil-kecil gitu cuma hiasan aja, justru cerita teteh sekarang lebih unik dan berkesan kan dari pada orang lain. Bisa wisuda S2 UI walau masih penyembuhan, keren pisan. Ayah mah bersyukur banget teh. Udah nggak usah dipikirin, mikirin yang perlu aja. Bersyukur teh".
Dari dulu tanpa sadar, aku selalu terbiasa memikirkan dan membayangkan hal-hal yang ideal. Hal ini kadang baik untuk kondisi tertentu, namun kadang buruk dan jadi penyakit untuk diri sendiri, contohnya sekarang. Itu lah namanya, memang manusia yang sering kurang bahkan lupa bersyukur. Hobinya lihat hidup orang lain. Padahal sampai titik ini ada berjuta hal yang dapat dijadikan sebab untuk selalu mengingat bersyukur, tapi aku malah memilih mengeluh dan sedih cuma karena hal-hal kecil.
Bersyukur memang masih jadi pr buat aku, bahkan rasanya bersyukur juga sebenarnya bisa jadi solusi setiap masalah yang dihadapi. Benar kata orang, yang buat kita bahagia dan merasa cukup adalah ketika bersyukur. The power of syukr ✨️
Tapi sungguh proses bersyukur ini memang perjalanan panjang haha nggak mudah bangettt oy! Apalagi memang ketika kita berasa di kondisi yang nggak baik, rasanya ingin terus berteriak mempertanyakan, kenapa aku yaAllah? Kenapa sekarang? Ketika nulis ini pun masih suka sedetik dua detik merasa sedih lagi haha tapi nggak apa-apa Syifa, satu-satu pelan-pelan ya, mari terus coba dan belajar bersyukur sampai suatu saat bisa selalu merasa cukup karena terbiasa bersyukur.
Itu aja hari ini wkwk intinya doain aku ya guys, semoga aku bisa legowo dan enjoy di yudusium dan wisuda wkwk semoga semua lancar sehat, semoga usaha kita untuk terus bersyukur Allah permudah juga! 💓
See you 👋🏻
5 notes · View notes
dromenann · 2 years
Text
Right, It’s My Birthday
18 Oktober 1999
23 tahun lalu Allah SWT. lahirkan seorang bayi perempuan lewat rahim seorang ibu yang sudah melahirkan sebanyak 2 kali sebelumnya, ditemani suami dan kedua anaknya berusia 3 dan 1 tahun. 
Tangisnya pecah saat ia menghirup udara yang berbeda dari sembilan bulan sebelumnya. Mungkin ia bergumam, “ini bukan duniaku, tapi mengapa semua menangis-bahagia ketika aku hadir?”. Kalimat pertama yang ia dengarkan adalah azan yang dikumandangkan seorang ayah pada telinganya, allahuakbar allahuakbar..
Diberi nama lah ia, Dzikrina Annisa - Wanita yang selalu berdzikir/mengingat Allah.
Hari-hari berlalu, satu bulan pertama kedua pasangan ini sedikit kewalahan walau ini adalah pengalaman ketiganya, bayi itu terus terbangun malam, menangis, digendong, diayun-ayun, tertidur. Bulan-bulan berikutnya, mulai terbiasa, 1 tahun, 2 tahun anak tersebut tumbuh dan berkembang dengan cinta kedua orangtua dan kedua kakaknya. 
Such a good memories.
Keluarga ini memutuskan untuk pindah rumah dan daerah, berbeda pulau dari sebelumnya, Kalimantan - Jawa Barat. Semua terasa sangat indah dan menyenangkan tahun-tahun pertama di Taman Kanak - Sekolah Dasar, hingga memutuskan mengikuti jejak kakak pertamanya untuk melanjutkan sekolah di ‘Pesantren’. Entah sejak kapan ia pandai menyembunyikan perasaan. Saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah tersebut, melihat teman sekamarnya menangis dan berpelukkan bersama kedua orang tuanya, ia hanya bisa menahan, “Jangan nangis, aku kuat. Ini pilihanku. Aku malu nangis di depan orang tuaku. Minggu depan mereka akan kesini lagi, kok na!”
Yap, hari-hari, bulan, hingga 6 tahun bertahan disana, diawali oleh kalimat tersebut. Ribuan kali sms yang dikirim untuk meminta ditelfon-menangis-dinasehati, ribuan telfon meminta untuk dijenguk-pulang-menangis-bertahan. Setiap minggu jadi momen terindah, karena pasti ayah atau ibunya datang untuk bertemu anak-anaknya-mengobrol-makan-pulang-menangis. Bahkan ayahnya pernah seminggu bisa mengunjunginya hingga 3 kali, “Na, itu ada ayah kamu kayaknya” atau “itu mobil kamu bukan, na?” selepas isya itu lah kalimat yang kutunggu dari teman sekamarku . 
Such a good memories.
Berkunjung adalah hal yang selalu kedua orang tuanya usahakan, bahkan ketiga anaknya masuk di universitas yang sama di bandung. Hari itu, anak ketiganya berusia 18 tahun. Ia mengirim sms kepada ayahnya, “Pak, ke bandung kapan? aku ulang tahun nih, tapi kalau minggu ini aku sibuk” sungguh kalimat yang kusesali. Tak lama ayahnya menelpon. Berbincang-mengucapkan selamat. “Yaudah, nanti lagi aja ya ke bandungnya, tunggu ga pada sibuk”. 
Kurang dari seminggu setelah percakapan itu, malam yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, Kabar yang sangat membuat siapapun tak akan mau mengalaminya. Ia pergi dari Bandung-Bogor bersama kakak pertamanya, di mobil hanya panjatkan doa yang keluar dari mulutnya, rasa kantuk hilang. 
Sampai di IGD RS PMI kurang lebih pukul 03.00 dini hari, Jumat, 27 Oktober 2017.
Disambut dengan ibunya yang sudah terduduk lemah, kakak kedua yang mencoba memeluk dan menenangkan, adik dan kakak dari ibu dan ayahnya memasang muka khawatir. Tiba-tiba ibunya berkata seraya sambil memelu ketiga anaknya, “Ikhlasin bapak yah, kita kuat.” Tangis anak ketiga itu pecah bersama kedua kakaknya. Tangannya dingin, wajahnya pucat, nafasnya hampir tercekat namun ia berupaya menahannya. Tak lama, seorang perawat memanggil nama yang tak asing, yang sedang dipanjatkan ribuan doa dari keluarganya. Bunyi mesin RS, bunyi alat IGD, aku benci. 
Perawat itu menyampaikan kondisi ayahnya. Semua keluarganya menangis, dan segera melihatnya. Kecuali aku. Ya, aku anak ketiga itu. adalah kebodohan dan kelemahanku ketika panik, nafasku selalu tak beraturan hingga akhirnya shock, dan diberikan oksigen. Saat itu aku ditemani kakak keduaku, saling berpegang tangan dan menangis, “A, aku ga kuat kalo bapak gada-”. Nangis “sama naa-” keduanya tercekat, menangis. 
Sampai pada akhirnya azan subuh berkumandang, ibuku menghampiri “na, pulang yuk” dengan muka tegar yang menutupi seribu kesedihan. Aku bangun dan melewati ayahku untuk terakhir kalinya dengan berbagai alat ditubuhnya. Begitu singkat Allah angkat nyawa seseorang yang sungguh berjasa dalam 18 tahun 9 hari hidupku. Sesampainya di rumah, aku bergumam “ini nyata? rumah yang diibagun oleh ayahku ini tersisa 4 orang. Yang dibangun sebesar ini untuk melihat cucu-cucunya suatu saat nanti”. Aku kuat. Everything will be okay.
“Ini Ina, yang paling shock pas tau ayahnya meninggal di RS, sekarang yang paling cepet untuk biasa aja ya na.” Ibuku mencoba menguatkan berbicara pada temannya. Aku mencerna. “Oh, harus seperti itu ya bu? aku terlihat sekuat itu kah sekarang?” Yang hingga saat ini perkataannya saat berpengaruh di hidupku. Perkataan ini seperti kebiasaan bagiku. Seolah aku terlihat kuat padahal seribu perasaan sedih membayangiku. Seolah aku akan terlihat kuat ketika semua perasaan disembunyikan, perasaanku hanya untukku. Aku cepat menerima sesuatu, cepat menerima keadaan. 
Such a worse memories, nightmare.
Kini usia ku 23 tahun. Kehidupan 5 tahun lalu sangat berpengaruh pada keseharianku. Mungkin kalau ayahku masih ada hingga hari ini, beliau jadi satu-satunya tempat bercerita terbaik di hidupku. Yap, tapi dengan semua kejadian lalu, sekarang, perjalanan naik-turun, bahagia-sedih, berhasil-kecewa tak akan menjadi ina yang sekarang. Pengalaman pahit yang selalu membuatku menelan ludah, tenggorokan yang tercekat, menangis sepanjang malam, hati yang terkadang tersakiti dengan keadaan, pikiran untuk mengakhiri hidup. Terima kasih. Sudah membuat si lemah ini menjadi kuat. Terima kasih sudah menemani hari-hariku kemarin, bahkan mungkin kedepannya. Namun yang pasti, aku tak akan menyerah pada hidup ini. Perjalanan panjang yang lebih panjang dari tulisan ini akan terus berlanjut hingga Tuhan berkata ini berakhir. 
Ya Allah, di hari ini usia 23 tahun telah dibebankan kepadaku, berikan aku kekuatan yang lebih besar, kesabaran yang lebih luas untuk mengahadapinya. Berikan kebahagiaan kepada orang - orang yang menyayangiku, yang memberikan kehidupannya untuk membantu kehidupanku, yang mendengar ocehan-ocehan tak pentingku, yang menyapaku dengan senyum terindahnya, yang bersabar dan membantuku setiap saat. Untuk bapak, yang sudah berhasil membuat anak bungsu ini yang setiap saat menelponnya hanya untuk menangis, menjadi manusia kuat, mengajarkan menjadi orang sabar apapun ujian yang dihadapi, mengajarkan mengikhlaskan segala sesuatu, megajarkan memberikan sebagian rezeki sekecil apapun pada orang lain. Untuk ibu, ah. Aku tau mungkin ibu bukan manusia sempurna. Tapi sungguh, aku belajar kuat dan berjuang darimu. Terima kasih. Untuk kakak pertamaku, semoga keluarga kecilnya diberkahi dan tetap berbakti pada Ibu. Untuk kakak keduaku, terima kasih sudah mau berbagi keresahnmu, nasihat-nasih untuk tetap bertahan. Sungguh menjadi dirimu tidak mudah.
I’m sorry for this too long story. Thank you. Allah bless you.
12 notes · View notes
rekosaputrajaya · 1 year
Text
Bus Kota
“ dek besok jadi kan?” sebuah pesan singkat yang dikirimkan kepadanya, untuk memastikan tentang rencana yang telah dijadwalkan sebelumnya.
“ iya jadi mas…” jawabnya singkat.
Setelah mendapatkan kepastian tentang agendaku esok hari, aku kembali memfokuskan diriku untuk mengerjakan deadline yang harus aku selesaikan agar esok bisa leluasa menikmati hari libur ku untuk bertemu dengan dia.
Desir angin pagi seimbang dengan segarnya udara pagi ini.. bergegas bersiap menuju kota yang sarat akan memorial,, pagi ini ku berangkat dari rumah menggunakan aplikasi ojek online menuju stasiun kereta api, karena ku berencana untuk KRL menuju kotanya. ini kali pertama ku menggunakan KRL ini, sengaja ku datang pagi-pagi agar mendapatkan tempat duduk.
“dek mas udh di kereta ni, nanti turunnya distasiun mana ya?”
“ ihhhh… kebiasaan ya ngabarin dadakan ditanya dri tadi malam gak di jawab. di stasiun J…. mas”
“duh tpi ini mas pesennya tdi untuk di stasiun k.. loh gmn?
“Gpp mas, itu klo stasiun j lebih dekat soalnya��
“okeh..”
masih sangat jelas ketika pertama kali menginjakkan kaki ke kota ini untuk bertemu dengannya. Dengan berbekalkan motor sewaan dan google map ku tempuh jarak yang memisahkan  demi kembali berjumpa dan bercengkerama bersama. Kali ini Ku pijakkan kembali kaki disini, tapi kali ini beda dari sebelumnya kali ini kami sepakat untuk menjelajahi kota ini menggunakan alat transportasi umum sebagai bentuk pengaplikasian ilmu yang sebelumnya kami dapatkan bersama saat pertama kali berjumpa, yaitu tentang jejak karbon.
“mas udh smpai nih distasiun”
“okeh.. tunggu bntr lgi smpai ni”
Ku perhatikan setiap sudut stasiun yang memiliki nuansa bangunan lama ini, ku rekam dengan baik di ingatanku. Tak terasa ternyata dia telah tiba, dengan turun dari angkutan umum.
“haii..”
“haii.. gmn kabarnya” tanyaku
“alhamdulilah baik.. mas gmn?” tanya dia kepadaku
“hemm… ya seperti ini lh, agak kurang baik sih ini” jawabku
“loh kenapa?” tanya dia dengan serius
“laperrrrr “ jawabku sambil ketawa
“oalah… iya udh yok sarapan, disana ada bakso “
“yokkk…”
Di bawa cerahnya Mentari di kota ini kami menyelusuri jalanan menuju tempat untukk sarapan, yang kemudian dilanjutkan jalan menuju halte bus, sesuai dengan rencana sebelumnya hari ini kami menyelusuri kota ini dengan angkutan umum dan random tanpa rencana sebelumnya mau kemana. Hal pertama yang kami coba yaitu naik angkutan umum yang terintegrasi dengan sistem yang ada dikota ini, naik bus yang memiliki pelayanan dan sistem pembayaran yang sangat memudahkan. Ini merupakan salah satu wish list yang ingin dilakukan ketika dikota ini dan hari ini list yang usdah lama dia buat itu akhirnya bisa terwujud, asik menikmati kota sembari bercerita dengan penumpang lain yang silih berganti. Tak terasa ternyata sudah ditujuan akhir sehingga kami pun memutuskan untuk turun dan menuju alun-alun kota untuk kemudian menuju salah satu pasar yang legendaris dan makan disana..
Setelah makan, kembali menyelusuri jalanan dengan berjalan kaki sembari bercerita ria tentang aktivitas masing-masing. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, hingga malam pun datang.
“dek, kemana lagi ni?” tanyaku
“mas maunya kmna? Jawabnya
“tadi kita sudah kesini, sana, situ. yang dekat-dekat sini apa ya?” tanyaku
“hemm,,, ada Ini, itu dan di ujung jalan ada Gramedia”
“yokk ke gramedia aja”
Kembali berjalan dibawah sinar rembulan yang begitu cerah malam ini.. aku pun meminta dia untuk mengabadikan moment ini dengan membuat video vlog ala-ala..
Di Gramedia ini kami mencari beberapa list buku bacaan yang sudah kami miliki sebelumnya beserta buku catatan aktivitas untuk tempat menuliskan apa saja harapan dan keluh atau kesah tentang kita yang akan kembali ditukarkan ketika nanti kami kembali bersua kembali.
Hari ini ku sadari bahwa Bahagia itu sebenarnya sederhana tergantung dengan bagaimana dan bersama siapa kita menjalaninya, bersamamu ku bisa menikmati hari ini dengan begitu ini. Tak perlu mewah tapi kita bisa tertawa bersama bagai anak kecil yang tak pernah ada masalah, tapi ada juga saatnya kita serius membahas tentang tujuan yang ingin kita capai bersama.
“Kita sudah tau bahwa Tujuan kita menuju kebahagian yang abadi nanti disisi-Nya, saat ini kita bebas ingin mencapainya melalui jalan yang mana tak mesti dalam satu jalan yang sama. Bisa jadi jika saat ini kita bersama akan karam tak sampai tujuan. Mari kita buat jalan yang berbeda saat ini akan menjadi bahan cerita indah dan penguat ketika nanti pada saatnya kita dalam satu wadah bersama ”.
5 notes · View notes
hikmahjalanan · 1 year
Text
Seporsi Sate Padang
"Da, satenya seporsi ya! Ususnya abis ya? Yaudah ayam lima daging lima aja da!" Ucapku pada Uda Sagulid, penjual sate Padang langganan di Tubagus Ismail sejak tahun lalu.
Niatku awalnya hanya mampir sebentar, makan seporsi sate Padang, menghangatkan badan sembari menunggu hujan reda, lalu kembali melanjutkan perjalanan ke Sadang Serang, tak jauh, mungkin 3-4 menitan sampai sebenernya, gak apalah makan bentar, nostalgia udah lama ga makan disini.
Selepas memesan aku duduk di salah satu ujung kursi yang tersedia, bayangku bisa menunggu dengan tenang tanpa di ganggu, sate datang, lalu kusantap dengan cepat, dan pergi. Tapi nyatanya tidak semulus yang kubayangkan...
"Mas duduk sini aja yang lega, di samping bapak." Panggil seorang bapak dari kursi sebelah, kulihat ia duduk sendirian.
"Oh siap pak." Jawabku sembari berpindah tempat. Yah cuma pindah aja lah, ga akan ada masalah dan tetep bisa cepet pergi lagi nanti, pikirku.
Tapi ternyata seorang bapak yang setelahnya aku ketahui bernama Pak Sudrajat, "Panggil Pak Ajat aja." Kata beliau. Adalah sosok lelaki tua yang sangat suka bercerita.
Singgah yang kupikir cuma sebentar, barang 10-15 menit, ternyata jadi 1,5 jam 😅
Bermula dari pertanyaan,
"Pulang Kerja apa kuliah mas? Dari mana?"
Berlanjut dengan cerita beliau tentang kehidupan di Tubagus Ismail pada tahun 80-an, saat belum ada jalan raya Tubis, saat semua masih berupa kebun dan sawah.
Lalu berpindah cerita tentang pekerjaan beliau yang ternyata pemilik Apotek Tubis, penyuplai alat-alat Kimia ke ITB dan berbagai kampus di Indonesia padahal beliau kuliah pun tidak, wow kataku. Aku makin khidmat menyimak cerita, hanya mengangguk dan membalas sesekali.
"Udah berkeluarga mas?" Tiba-tiba beliau bertanya.
"Hehehe.... Belum pak, sedang proses mencari, minta do'anya ya pak." Jawabku.
"Nah pencarian itu mudah mas. Allah udah jelas bilang bahwa perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Jadi ya tinggal kitanya aja yang terus menerus jadi baik." Tiba-tiba cerita beliau berpindah ke nasehat pernikahan.
"Harga diri lelaki itu di usahanya mas, ketangguhan dan kegigihannya dalam menafkahi. Belum dianggap gigih dan tangguh kalau belum capek, pusing, mumet, dan stress, apalagi kalau ngejalanin bisnis."
Kemudian beliau mulai bercerita tentang pedagang yang ada ditempat kami makan, satu per satu, mulai dari tukang sate Madura yang udah punya rumah di sekeloa dan sedang bangun rumah lagi di kampungnya Madura. Lalu ke tukang gorengan yang ga buka karena lagi meng-khitan-kan anaknya, sampai ke Uda tukang sate Padang yang ternyata punya 3 rumah dimana yang 2 jadi kontrakan.
Cerita lalu berpindah ke pengalaman beliau bertemu orang-orang penting di ITB dan mensuplai bisnis-bisnis mereka. Tentang anak-anak si bapak yang gagal kuliah di ITB, tentang pegawai tukang sate Madura yang ternyata buka usaha sate Madura sendiri di tempat lain dan untungnya lebih besar dari tempat sate Madura dia bekerja sebelumnya.
Tapi dari semua cerita dan omongan beliau, ada satu nasehat pamungkas tentang rezeki, begini bunyinya:
"Rezeki masing-masing tiap orang udah ada jatahnya mas, Allah udah ngatur tinggal kita mau berusaha apa engga. Munculnya saingan dalam mencari rezeki apalagi di bisnis tidak serta merta mengancam dan membuat rezeki kita berkurang..."
"Liat itu sate Padang, baru jam 9 tapi sekarang tinggal sisa 2 porsi. Sedangkan hari Minggu kemarin jam 12 malem aja masih sisa banyak katanya, padahal kemarin tukang sate Madura ga jualan, libur dia, malahan hari ini dia masuk dan jualan itu sate Madura. Tapi justru hari ini sate Padang lebih laku daripada kemarin."
"Lihatkan betapa unik dan indahnya Allah mengatur rezeki kita. Gak akan tertukar, apalagi berkurang karena sebab orang lain. Justru diri kita sendirilah yang seringkali jadi sebab tertahan, berkurang, dan hilangnya rezeki itu..."
Ucapan beli kali ini, benar-benar aku simak dengan seksama. Aku yang sedang banyak khawatirnya, sedang gelisah-gelisahnya soal rezeki, serasa menemukan jawaban yang kucari, mungkin lebih tepatnya dipertemukan dengan jawaban yang menenangkan hati.
Padahal niatku awal hanya ingin makan sate Padang, satu porsi.
"Berapa da seporsi? 22rb ya?"
Tumblr media
5 notes · View notes
Text
Jalan menemukanmu part 2
Setelah selama seminggu kami survey tempat di desa yang ingin dijadikan objek. Bolak balik kabupaten ke kota ternyata membuat salah satu diantara kami jatuh sakit.
Akhirnya kami tau apa yang dibutuhkan mereka. Pelan-pelan mencoba aku dan teman-teman mencari solusi. Dan ternyata kendala dari mereka adalah orang tua mereka sendiri yang tidak menghiraukan pendidikan mereka dan hanya beberapa orang tua saja yang mau mensekolahkan anaknya ke kota selebihnya selepas sekolah menengah pertama mereka sudah diajarkan untuk mencari uang ke pesisir untuk mencari  ikan dikampung sebelah dan anak-anaknya membantu orang tuanya bersawah. Keseharian mereka hanya bekerja. Bagi mereka asal ada uang untuk makan esok hari bagi mereka itu cukup. Dan dorongan dari orang tua juga minim sekali bahkan tidak ada.
            Hati kami saat mencoba melebur ke mereka untuk mencari sejumlah informasi, sungguh benar-benar tercubit atas segala problem yang mereka alami. Bahkan dijaman yang sudah serba internet ini, saat dimana segala informasi dengan mudahnya untuk kita gali dan kita cari mereka di desanya dan masih jauh dari dunia internet tersebut, jaringannya saat susah untuk mereka jangkau sedangkan kuota internet masih sangat sulit untuk mereka jangkau harganya untuk  makan sehari hari saja masih sulit mba keluh mereka. Apalagi harga beras sudah 11 ribu perkilonya sedangkan apa apa sekarang mahal. Gimana mau sekolah ke kota toh mba, belum lagi biaya beli baju seragam, alat tulis, biaya spp, biaya angkotnya lagi mba. Cukuplah mereka sekolah impress didesa ini aja yang segala sesuatunya masih ditanggung pemerintah. Selepas itu mereka kerja saja mba meneruskan bercocok tanam di sawah dan lading-ladang kami mba.
Aku dan raja saling pandang penuh miris mendengar informasi ibu ati perihal anak-anak muda didesa ini. Tanpa ibu itu sadari ada beban besar di pundak para remaja desa ini yang nantinya akan menggantikan tonggak kepemimpinan para pejabat di kota provinsi.
Air mataku sembunyi-sembunyi kuseka dengan profesionalnya agar ibu ati dan raja yang kini berada didekatku tak mengetahuinya.
Sedangkan kawa dan keyra yang bertugas dikampung sebelah pun sama dengan kami mirisnya, anak-anak sekolah dasar sudah mengenal zat nikotin, yang buat mereka itu hal biasa dan orang tuanya pun tidak ada tindakan tegas untuk itu. Bagi mereka asal itu hasil jerih payah mereka membelinya bebas saja mau beli apa saja.
Mereka sejak kecil sudah dilatih untuk bekerja dengan otot bukan pikiran. Tapi aku bisa menangkap mimpi besar dari sorot mata mereka, saat kami berusaha membaur bermain bersama mereka di lapangan desa mereka sangat antusias dengan kedatangan kami, kami sungguh bahagia. Semangat mereka belajar ternyata sangat besar, tapi mereka tidak tau harus mengadu pada siapa, tidak tau harus bertukaran pada siapa. Mereka butuh dukungan dan motivasi dari orang terdekat seharusnya tapi itu tidak mereka dapatkan bagi mereka. Bagi mereka hidup untuk makan bukan makan untuk hidup.
-----------------
Sejak status kami bukanlah mahasiswa/mahasiswi jadwal bertemu kami pada malam hari, terkadang kami lakukan sampai dini hari.
“aku usul kita buat dulu flayer-flayer yang dapat kita share di akun-akun media sosial, trus kita minta bantuan akun promosi di instragram. Gimana? Usul kawa
Oke lanjut, sahut keyra.
Walaupun kuakui kami berada dalam kondisi tidak dalam kondisi baik, karena semuanya pada kondisi lelah dari rutinitas kerja seharian. Tapi semangat bung tomo seakan saat itu berada dijiwa kami.
“gimana kalau kita juga sebar iklan dimedia cetak usul dhea, yakan dil ucap dhea sambil mengisyaratkan pada dilan sebagai salah satu redaktur pada salah satu media cetak di kota provinsi.
“tapi media cetak bukannya sudah kurang diminati masyarakat, sekarang ini uda serba digital sanggah andi, dengan semangat yang berapi-api dia utarakan pendapatnya.
“apa salah nya kita coba di dhea berusaha tetap mempertahankan usulannya.
Tapi..
Andi berusaha memberi pengertiannya lagi, tapi raja berusaha menengahin peraduan argument diantara mereka.
“sudah, semua pendapat kalian bagus walaupun sekarang sudah masanya digital, tapi apa salahnya kita  pasang iklan di media cetak, untuk hasil kita serahkan saja sama yang kuasa. Yakinlah gak ada yang sia-sia optimis buat kita semua ya.
Wajah dea kembali tegak senyumannya mengisyaratkan dia menang malam itu.
-----
Publikasinya harus kita matangin ni sahut keyra
“kita gak bisa berharap sama postingan saja, ucap keyra sambil menepuk-nepuk meja bundar kami seolah ada jawaban setelah itu.
Sepakat sahut dilan dengan antusias.
Akhirnya kami memutuskan untuk membuat website untuk membantu penyaluran donasi kami isi website kami berisi tentang visi misi project kami lalu kegiatan yang nantinya akan kami lakukan. Serta lokasi lengkap penyaluran donasi yang akan disumbangkan semua jelas kami kami cantumkan di dalam website.
 Tidak sampai disitu saja kami gencar mengirimkan proposal  serta audensi ke instansi serta  ke dinas-dinas sosial di kota provinsi serta kota kabupaten,
Kami membagi tugas sama rata satu sama lain, salin merangkul dalam misi dan visi,  tidak ada aku kamu tapi semua sudah menjadi kita.
Kami percaya semua didunia berproses tidak ada yang instan dan kami sungguh menikmati segala bentuk proses dan tahapan yang semesta gariskan. Kadang kedatangan kami walaupun baik dan tulus untuk adinda tercinta di pelosok desa. Tetap saja ada penguasa yang tak menghiraukan kami. Jika ada walaupun tidak semuanya mereka masih ingin menyisipkan unsur politik didalamnya membuat banyak-banyak mengeluskan dada.
            Sejak awal memutuskan untuk bersatu dalam satu komunitas, kami terapkan untuk saling bahu-mambahu, memaknai filosofi satu tubuh, karena kami tau efek yang dilahirkan dari keegoisan kami jika nantinya itu terjadi pada komunitas kami.
Sungguh mudah mencari pemuda cerdas dijaman ini, tapi mencari yang peduli dengan setulus hati untuk mengabdi pada negri sungguh sukar kutemui, ucap kepala desa setempat,
Kami saling memandang satu sama lain, saling memberi isyarat lewat senyum dan tatapan kami,
Mungkin si bapak sudah terdoktrin oleh citra pemuda ditelevisi yang semakin semarak dengan tema koruptor, semakin diberi kekuasaan semakin merajala batinku.
Hampir dua jam kami berdialog dengan pak kasim selaku kepala desa, 2 orang pegawai di balai desa, serta 2 orang bapak polisi kota setempat, serta tak lupa kepala adat setempat, untuk memastikan keamanan pondok belajar yang nantinya akan kami dirikan.
2 jam kami diberi kesempatan untuk memaparkan alasan kami kenapa memutuskan membuat pondok belajar di kampung duren, kami juga member penjelasan tentang peran pemuda dalam membantu pembangunan didesa serta pentingnya pendidikan untuk para remaja dan anak-anak pemuda desa kampung duren tersebut, pelan-pelan kami beri pemahaman luas kepada bapak kepala desa dan terutama kepala adat didesa untuk memperlancar kegiatan.
Alhamdulillah dana kita cukup untuk awal pembangunan ini sahut raja.
Alhamdulillah ucap ku penuh syukur,
Sebulan ini kami semua sibuk membangun pondok belajar yang lokasinya tidak jauh dari sawah padi bapak-bapak di kampung harapan kami agar selesai membantu disawah mereka bisa langsung belajar, paling enggak mereka  bisa baca buku gratis di pondok.
Sangking semangatnya dilan sampai resign dari kantor, karena jujur personil kami yng masih minim membuat kami sedikit kewalahan untuk membagi waktu yang aku ingat dari kata kata kalau kita menolong orang lain yakin aja Allah gak tidur kok, selagi masih tinggal dibumi nya allah apa yang harus kita resahkan. Kuncinya percaya saja uda itu aja celetuknya.
Mulai pukul 07.00- 12.00 siang mereka belajar disekolah dengan fasilitator guru yang sangat terbatas, karena yang mau mengajar didesa tersebut juga para relawan yang tergabung dalam komunitas sosial juga yang dibayar dengan seikhlas hati, terkadang kepala desa tidak membayar mereka dengan uang tapi dengan hasil panen orang tua mereka.
            Beberapa kesempatan kami juga sempat mewawancari beberapa orang relawan dari kota itu. Kami mencoba bertanya apa motivasi mereka sehingga mau untuk bersukarela mengajar didesa terpencil ini yang  mencari jaringan internet saja harus manjat ketinggian genting atau pohon kelapa.
“kita tidak berbeda dengan mereka dik sambil menepuk lembut pundak kami, mereka saudara kita seibu pertiwi suara mulai serak dan tangannya cekatan menyeka air matanya.
Suasana itu hikmat sekali.
“semesta masih memberikan kita kesempatan yang lebih untuk kita dari mereka, tapi mereka tidak pernah menghardik takdir, paras lugu mereka mencerminkan rasa syukur itu dengan tidak pernah mengeluh, tapi tetap selalu merasa cukup dan penuh syukur.
“saya malu jika tidak berbuat apa-apa untuk mereka dik. Sambil menunduk mengusap air mata yang tak sempat terbendungkan lagi dengan ujung kerudungnya.
“cukup mereka saja yang tetap terus meningkatkan eksistensi nya tanpa menghiraukan kabar disekitarnya, tapi kakak yakin kalian adalah pemuda yang penuh dengan kontribusi nyata untuk negri. Pesan nya sambil membelai lembut pundak kami, kemudian berlalu pamit untuk lanjut masuk kekelas.
Selepas pulang sekolah pukul 12.00 biasanya mereka langsung lari menuju sawah  menemui orang tua mereka masih lengkap dengan buku pelajaran dan seragam di sekolah impress. Pukul 4 sore mereka baru diizinkan ke pondok langit untuk belajar tambahan jika kami datang dan  jika kami lama datang mereka dengan setia menunggu dengan membaca buku.
Sungguh mereka adalah pengobat letih kami, tawa dan antusias mereka adalah bayaran yang lebih dari cukup untuk kami.
“kak kami sudah baca buku ini berulang kali, kalau ada cerita yang lain, gak harus baru kok kak, kami baca ya kak, dengan lugunya salah satu anak kelas  5 sd itu utarakan pada kami,
ada yang menggelitik jiwa kami kala itu, untuk berbuat lebih untuk mereka.
Akhirnya kami putuskan untuk membuat project menulis buku antologi dengan tema anak-anak, yang kami beri judul sejuta mimpi, hasil seluruh royalti penjualan buku ini kami sumbangkan semua untuk peduli pondok pelangi. Dan beberapa ekslampar buku, kami sumbangkan kesuluruh penjuruh pondo-pondok belajar dari komunitas lain yang sudah tersebar di beberapa desa kabupaten. Karena kami sadar jika kami memaksakan untuk berjalan sendiri kami yakin kami pasti akan sampai ke  garis finish tapi dengan jangka waktu lama pastinya.
Hingga akhirnya kami memutuskan untuk banyak menyambung relasi antar komunitas sosial kesukarelawanan untuk mempercepat  gerak sampai tujuan yang sevisi dan semisi.
Di tahun kedua pondok pelangi, aku, raja, viola, andi, keyra, kawa, dea, dilan,  bersepakat membuka perekrutan anggota baru yang dengan sasaran pemuda dengan usia yang produktif untuk menjadi bagian dari kami.
             Harapan terbesar kami adalah agar lebih banyak lagi, pemuda-pemuda yang cerdas tapi juga berjiwa sosial tinggi dengan mau ikut serta  berkontribusi nyata untuk ibu pertiwi terutama  untuk tanah kelahirannya.
Saat pelatihan kami selalu tekankan pada peserta ilmu itu tidak berguna jika kamu tidak bergerak tidak action percuma.
Aku coba memberikan motivasi pada mereka, membagikan apa yang dulu pernah aku dapatkan saat pelatihan seperti mereka,
“ bahwa hidup ini sejatinya diberi lalu memberi lagi,
Aku dan teman-teman selalu member energy magic dari indahnya member dan berbagi tanpa harus, takut kekurangan, kami berusaha menanamkan sikap rasa syukur serta selalu merasa cukup atas apa yang telah tuhan berikan dengan terus mencari lalu berbagi lagi dalam kebaikan.
Setiap tahunnya kami Alhamdulillah merutinkan diri untuk membuat project menulis bertema sosial dan anak-anak yang nantinya menjadi salah satu sumber pendanaan kami,
Karena kami yakin kalau nantinya kami karya sendiri-sendiri kami akan lama gerak ke penerbitnya tapi jika itu kami lakukan dengan bersama kami tidak perlu setahun untuk untuk menyelesaikan tapi  dalam jangka sebulan kami bisa menyelsaikan satu naskah dan satu bulannya lagi diproses oleh penerbit.
Dan pada akhirnya kami dapat duduk setengah lega karena pondok pelangi sudah dapat berjalan lancar memasuki tahun ketiga, dari tanggal berdirinya.
Kami saling ucap terima kasih satu sama lain, dan tidak ada yang merasa paling merasa berjasa, karena kami memulai sama-sama dan hasil yang dicapai adalah hasil bersama, tidak ada yang paling hebat paling berkontribusi semua hasil atas kerja bersama itu yang kami tanamkan sedari awal.
Dalam keanggotaan kami berusaha menanamkan 3 hal saling sapa, saling memaafkan dan saling tolong menolong. kita disini semuanya saudara walaupun banyak perbedaan diantara kita semoga kita sama-sama bisa saling melerai menjadi satu ucap raja.
Dan satu lagi jangan mudah berasumsi sebelum kita bertanya, kita team dan harapannya kita selalu solid dengan tidak adanya prasangka –prasangka tidak baik diantara kita tetap saling menghargai satu sama lain, semuanya bisa dibicarakan dan diselesaikan secara baik dan kekeluargaan sambung andi.
Nikmatilah setiap proses yang semesta hadirkan untukmu, jangan terburu-buru mencela takdir, karena tuhan maha baik, pasti  dia akan kasih terbaik, hanya saja caranya sulit diterjemahkan oleh pirasat, setiap proses yang kau lewati ibarat mata kuliah yang tak mungkin pernah kau dapatkan dalam sks perkuliahanmu.
Yura haura.
2 notes · View notes
imas-rifki-sahara · 1 year
Text
SELIMUT RINDU (Bagian 2)
Rintik hujan mulai turun. Cepat-cepat aku membuka pintu pagar sambil melindungi kepalaku dari guyuran air hujan dengan tas ransel yang kupakai. “Assalamu’alaikum bundaaaa......” sapaku se semangat mungkin. Kucoba menyembunyikan segala kegelisahanku di hadapan ibu. Aku tidak ingin menambah beban pikirannya dengan masalah yang sedang kuhadapi. Sejak bapak meninggal, kehidupan kami penuh tantangan. Terutama dari segi ekonomi. Dulu bapak bekerja sebagai satpam di salah satu bank bumn, sedangkan ibu adalah seorang ibu rumah tangga tulen tanpa pekerjaan sampingan. Almarhum bapak memang tipe suami yang sangat memuliakan istrinya. Tidak diizinkannya ibu bekerja agar ibu fokus mengurus rumah tangga terutama aku. Hingga suatu hari, tanpa pernah kami bayangkan sedikitpun, tiba-tiba bapak meninggalkan kami untuk selamanya. Bapak mengalami kecelakaan saat pulang kerja dan meregang nyawa di tempat kejadian.
Semenjak itu, kehidupanku dengan ibu betul-betul berubah. Aku yang saat itu baru saja lulus SMA, sempat mengurungkan niat untuk melanjutkan kuliah. Aku ingin membantu ibu beradaptasi setelah kepergian bapak. Di hadapanku, ibu mencoba kuat, meski aku tau, dalam ketegarannya, kutemukan isak tangis di setiap sujudnya. Butuh waktu setahun untuk membuat ibu kembali ke dapur. Tempat itu menyimpan banyak kenangan bagi ibu dan bapak. Beliau berdua banyak menghabiskan waktu di sana. Nyaris dalam satu tahun pertama setelah kepergian bapak, ibu tidak pernah menyentuh alat-alat dapurnya. Perihal kebutuhan makanan kami, ibu lebih banyak membeli masakan matang di warung daripada memasak sendiri. Sedangkan aku, sejak kecil tidak pernah diizinkan oleh ibu untuk membantu nya belajar memasak dengan alasan, aku diminta fokus belajar agar bisa melanjutkan kuliah di universitas terbaik di negeri ini, yang tempatnya masih satu kota dengan tempat tinggal kami.
Perlahan-lahan kami mulai beradaptasi. Ibu mulai berjualan kue dan menerima permak jahitan di rumah untuk menyambung kebutuhan hidup kami. Sedangkan aku, berhasil masuk ke universitas impian kami dan aku juga berhasil berkuliah disana tanpa mengeluarkan biaya. Memang benar apa yang dituliskan dalam kitab suci kami, bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.
“wa’alaikumussalam sayangnya bundaa” jawab ibu atas salamku. Beliau rentangkan kedua tangannya dan bersiap memelukku. Kusambut pelukannya, hangat dan terasa nyaman. Sejenak, hilang semua kegundahanku, kupeluk erat beliau, rasanya tidak ingin kulepaskan.
“bun, maaf ya hari ini Sarah pulang telat tanpa memberitahu Bunda” ucapku, masih dalam pelukan ibu. “gak apa apa sayank. Tapi tolong jangan diulangi ya. Karena ini membuat ibu khawatir Sa” sambung ibu.
Kulepaskan pelukannya, “baik bu, Sarah janji akan selalu mengabari ibu jika Sarah pulang telat” jawabku meyakinkan ibu.
“Alhamdulillah, yaudah sekarang kamu segera mandi dan kita makan malam bersama. Ibu tadi membuat sayur trancam kesukaanmu” lanjut ibu. Aku mengiyakan dan bergegas mandi serta ganti baju, kemudian bergabung dengan ibu yang sudah menunggu di meja makan.
Sambil menyuapkan nasi ke mulutku, aku mengambil ancang-ancang untuk memulai obrolan dengan ibu soal ajakan Zian. Kutarik nafas dalam beberapa kali. Sepertinya, ibu menangkap tingkah ganjilku.
“tumben banget nih anak ibu makan sayur trancam seperti tidak berselera begitu? Ada apa Sa? Apakah ada masalah dengan pengajuan judul skripsimu?” tanya ibu mulai membuka obrolan. Ibuku bukanlah tipe orang tua yang suka mengintrogasi anaknya. Jika ada aku sedang ada masalah, biasanya ibu tidak akan menanyakan langsung apa masalahku, namun beliau akan memancing obrolan yang mengarah kesana. Jika aku tidak nyaman dan masih belum ingin bercerita, biasanya beliau cukup dengan memberi nasehat kepadaku tanpa menyinggung masalahku. Namun sepertinya kali ini berbeda, karena beliau langsung bertanya ke inti masalah, tanpa ada intro pembuka. Rasa-rasanya, wajahku benar-benar kusut sampai ibu langsung bertanya seperti itu.
“emmmm....bun.... bunda ingat nggak sama temenku yang namanya Zian?”tanyaku hati-hati.
Ibu berpikir sebentar, kemudian menjawab “bunda lupa tepatnya yang mana. Tapi, kalo tidak salah ingat, kamu pernah cerita soal dia ke bunda. Kamu bilang kalo kamu punya teman yang sama-sama suka baca series novel Artemis Fowl”.
“nah iya betul yang itu bun!” tanpa kusadari aku merespon cepat tanggapan ibuku.
Ibu menghentikan makannya sejenak, menarik kursi dan mendekatiku “wah sepertinya ada yang menarik untuk dibicarakan nih” ucap ibu sambil tersenyum memandangku dengan tatapan sedikit meledek.
Aku menjadi serba salah dengan ucapan ibu, makananku belum habis tapi tiba-tiba aku merasa kenyang. Sayur trancam yang biasanya menjadi favoritku kini terasa hambar dan saat kumakan seperti tercekat di tenggorokan, bertabrakan dengan kata-kata yang ingin keluar dari mulutku.
“gimana gimana, bunda siap mendengarkan nih. Tapi habiskan dulu makanannya” ucap ibu memberi lampu hijau untuk bercerita.
Demi mendengar ucapan ibu, aku langsung bergegas menghabiskan makananku dan membereskan meja makan kami. Setelah mencuci piring dan perlengkapan makan lainnya, aku bersiap menceritakan maksud Zian kepada ibu.
Pelan-pelan kuceritakan kepada ibu tentang siapa Zian, dimana kami pertama bertemu, hal apa yang membuatku tertarik padanya dan bagaimana hubungan kami selama ini.
“wah dari ceritamu, sepertinya Zian adalah sosok yang menarik ya Sa? Atau jangan-jangan ceritamu berlebihan, jadi sebetulnya Zian biasa saja, namun karena kamu tertarik sama dia, jadi kamu mendeskripisikannya dengan sedemikian menarik?” tanya ibu menggodaku.
“ih enggak bun. Zian memang baik dan menarik hihi. Selama ini belum ada yang membuat Sarah se nyaman ini selain Zian bu. Sarah merasa kalo Zian tuh ngertiin Sarah banget bu. Bahkan sebelum Sarah ngomong, Zian sudah bisa menebak apa yang akan Sarah sampaikan. Canggih kan bu hihihi” ucapku menjelaskan panjang lebar soal kelebihan Zian yang aku rasakan. Menceritakannya mengundang kupu-kupu berkumpul di perutku. Rasanya menggelitik, dan pipiku sepertinya juga bersemu merah karena malu kepada ibu.
“hahahaha Sarah... Sarah, ya pasti Zian adalah yang paling ngertiin kamu, lhawong sebelum sama Zian, kamu gak pernah dekat dengan cowok manapun” ledek ibu.
Aku menekuk wajah, demi mendengar respon ibu terhadap penjelasanku soal Zian.
“loh kok jadi cemberut begitu sih hahhahaha ,,,, terus lanjutan ceritanya bagaimana?” tanya ibu memintaku untuk melanjutkan cerita.
“Zian ingin main ke sini bun...” jawabku menggantung. Hanya itu yang mampu kusampaikan kepada ibu. Ternyata nyaliku belum cukup besar untuk menyampaikan niat Zian kepada ibu. Pikirku, biar Zian sajalah yang menyampaikan sendiri maksudnya kepada ibu.
“yaudah kalo mau ke sini ya ke sini saja. Gak harus ijin ibu kan?” balas ibu
“boleh gitu bun?” tanyaku balik
“lah.... kenapa gak boleh? Hahahha” tanya ibu dilanjutkan tawa renyahnya
“hmmm ... kalo nanti tetangga berpikiran yang tidak-tidak bagaimana bun?” tanyaku khawatir.
Ibu mulai bingung mendengar pertanyaanku.
“kenapa Sarah mengkhawatirkan omongan tetangga. Kan Zian kesini bukan mau ngapa-ngapain Sarah” ucap ibu sambil tersenyum. “Zian boleh main ke sini. Kapanpun itu” lanjut ibu.
Setelah itu kami membicarakan hal lain. Hatiku sedikit tenang karena ibu telah mengizinkan Zian datang ke rumah. Aku tidak sabar memberitahu Zian tentang respon ibu. Semoga saja besok kami bisa bertemu di taman kampus seperti biasa.
********
Keesokan paginya, aku pergi ke kampus dengan semangat karena akan bertemu Zian. Jika kufikir-fikir lagi, rasanya aku malu dengan diriku sendiri. Mahasiswa tingkat akhir yang lebih memikirkan pernikahan daripada menyelesaikan skripsinya. Di lain sisi aku membela diri, bukankah pernikahan juga bagian dari masa depan. Siapa sih yang tidak ingin saat wisuda nanti sudah punya pendamping wisuda yang halal. Aku tersenyum sendiri membayangkannya. Rasanya keren sekali, menjadi seorang istri sekaligus mahasiswa. Kalo lagi malas mengerjakan tugas ada yang nyemangatin. Ada tempat berbagi keluh kesah. Punya sobat sambat yang tidak akan menceritakan keluh kesah kita ke orang lain. Aduhai indah nian semua itu dalam bayanganku.
“drttt .... drttt.... drttttt” gawaiku bergetar, tanda ada pesan yang masuk. Kuambil benda mungil dengan cashing berwarna biru muda itu. Kulihat di layar tertera nama “sunbaenim” yang merupakan nama Zian di kontakku. Aku sengaja menamainya dengan bahasa korea karena itu merupakan bahasa yang kusukai. Dan rasanya lucu saja menamai kontak Zian dengan sebutan itu.
“Sa, maaf aku tidak bisa datang ke taman. Ayah nyuruh aku datang ke kantornya”
Ada selisik rasa kecewa saat membaca pesannya. Kumulai mengetik balasan “aku sudah nunggu kamu hampir satu jam. Masa pertemuan kita batal?” pesan terkirim
2 menit ..... 3 menit... dan 5 menit pesanku belum mendapat jawaban.
10 menit kemudian baru Zian membalas pesanku
“kata ayah, kamu disuruh nyusul kesini Sa” isi balasan pesan Zian
“aku takut Zi. Aku belum pernah bertemu dengan ayahmu. Lagian ayahmu itu wakil dekan Zi. Aku tambah malu nanti” balasku.
Kemudian Zian menelfonku untuk meyakinkan bahwa tidak apa-apa aku menyusul ke kantor ayahnya. Kucoba mengumpulkan segenap keberanianku bertemu dengan ayahnya untuk pertama kalinya. Aku menaiki bus kampus dan turun di fakultas tempat ayah Zian mengajar. Fakultas tempat ayah Zian mengajar merupakan fakultas paling elit di kampusku. Dan ayah Zian merupakan salah satu dosen dan merangkap sebagai wakil dekan tiga di sana. Sesampainya di sana, kulihat Zian sudah menungguku di pintu masuk. Dia melambaikan tangan ke arah aku sambil tersenyum. Aku sedikit berlari ke arahnya.
“Zi beneran ini aku gapapa ketemu ayahmu?” tanyaku khawatir
“gapapa, ayah sendiri yang memintamu datang. Aku sudah menceritakan tentang rencana pernikahan kita ke ayah” jawab Zian dengan wajah berbinar.
Aku kaget, kuhentikan langkahku dengan tiba-tiba sampai Zian hampir menubrukku.
“kamu seriuss???” tanyaku kaget. “lalu bagaimana respon ayahmu Zi? Aku kan belum ngasih jawaban ke kamu gimana-gimananya” lanjutku
“ayah merespon dengan baik. Dan memangnya kamu bakalan ngasih jawaban tidak untuk ajakanku?” tanyanya sambil mengerlingkan mata. “yuk ah, ayah pasti sudah menunggu” ajaknya.
Hatiku semakin berdesir, segerombolan kupu-kupu terasa sedang menari di dalam perutku. Tidak kusangka, janji temu siang itu dengan Zian berakhir dengan pertemuan dengan calon mertuaku. Kira-kira bagaimana ya kesan pertama kami saat bertemu nanti. Selama ini aku hanya mengenalnya melalui karya-karya besar dan beberapa kebijakannya yang digunakan oleh pemerintah dalam bidang perekonomian. Dan hari ini, aku akan bertemu langsung dengannya sebagai seseorang yang spesial dalam hidupku. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya dalam hidupku, akan ada skenario seperti ini. Rasanya seperti terlalu sempurna untuk diriku yang biasa ini.
3 notes · View notes
jurnalpelupa · 2 years
Text
Rumah itu rubuh sebelum dibangun..
Dulu ketika bersamamu aku pernah membayangkan ada di suatu rumah, rumah kecil yang tak begitu mewah, halamannya luas, dapurnya bersih, di ruang tengah anak kita asyik bermain dengan mainannya yang berantakan..
Alat makan kita sederhana, satu piring besar untuk berdua.. Saat malam tiba, tubuh kita merebah bersisihan, sambil menunggu mata terpejam kita bercerita tentang mimpi-mimpi dan impian yang akan kita wujudkan
Kita suka bercerita, berbagi keluh kesah dan bahagia.. Seru sepertinya jika tetap bercerita sampai usia senja
Tapi, rumah itu rubuh bahkan sebelum dibangun
21 Maret 2023, kembali sesak
2 notes · View notes
dewiningtias · 2 years
Text
Menjadi Ibu Berdaya
Banyak hal ajaib yang dulu tak terpikirkan aku bisa melakukannya tapi setelah jadi ibu semua terjadi secara otomatis.
Aku tidak pernah tau ketika anak susah makan ternyata itu bisa membuat ibu frustasi dan badmood sepanjang hari. Anak yang susah makan juga menimbulakan rasa bersalah pada ibu, apalagi kalau sudah waktunya kontrol bulanan mengecek tumbuh kembang anak, BB anak stragnan dan cenderung seret membuat ibu merasa menjadi ibu yang gagal. Hal itu membuat saya banyak belajar tentang tumbuh kembang anak, jurnal-jurnal terbaru tentang anak dan kadang membuatku jadi ibu yang keras kepala karena jadi tidak menut dengan apa kata orangtua.
Kelau orang-orang sering bilang anakku pinter, makan apapun mau lahap dan tumbuh gemoy. Percayalah itu tidak terjadi dalam sehari semalam dan tidak setiap hari berjalan lancar. Aku belajar tentang mpasi sejak awal tahu kalau aku mengandung. Aku sudah menyiapkan mental kalau ada beberapa nasihat dan wejangan orangtua yang akan ku tentang dan siap menanggung resikonya. Contoh sederhananya orangtua menyuruhku untuk mpasi dini memberikan pisang ketika anakku berusia 4 bulan. Tentu aku tidak manut dan bersikukuh menunggu sampai usianya benar-benar siap makan. Dan ketika 6 bulan aku tidak memberi menu tunggal seperti yang diajarkan orngtua. Aku membuat menu bubur sendiri dengan panduan buku dan video - video parenting yang ku lihat di yutub juga ig. Awal - awal mila banyak menyembur dan memuntahkan bubur buatanku. Orangtua bilang buburku rasanya hambar, tapi instingku mengatakan ini bukan soal rasa tapi tekstur. Bayi belum tau tekstur yang tepat dan akupun begitu. Jadi trial error ini berjalan kurang lebih 2 hari. Seingatku, aku ijin tidak masuk bekerja demi mpasi hari pertama mila. Dan setelah hari itu semua berjalan lancar aku sudah tau seleranya dan mila sudah terbiasa dengan bubur hambarnya.
Selama 6 bulan tiap pagi kami (aku dan suami) bangun lebih pagi. Suami membantu ku menyiapkan bubur buat mila dan pekerjaan pagi lainnya. Aku bertekad untuk tidak memberinya bubur instan dan bubur praktis di pinggir jalan. Jadi sesibuk, seriweh se capek apapun, selalu tiap pagi menyempatkan membuat menu makan mila.
Usia setahun anakku belum tumbuh gigi, kata orang lebih baik anakku tetap makan bubur karena dia belum bisa mengunyah. Tidak, aku bersikukuh anakku harus naik tekstur ke tekstur cincang dan nasi biasa. Aku percaya pada kemampuan anakku dan terbukti semua baik-baik saja.
Selama 6 bulan ini yang aku pelajari kenapa anak menolak makan :
1. Tekstur
Terlalu encer membuat anak tidak tertantang untuk mengunyah biasanya malah disembur
Terlalu keras membuat bayi tersedak dan memuntahkan makanan
Jadi sesuaikan tekstur dengan kemampuan anak
2. Tools
Alat makan dari stainlesstell biasanya melukai gusi anak jadi anak menolak makan.
Sendok dari plastik juga demikian kadang, jadi pakai sendok yang dari karet empuk tidak melukai gusi anak.
*Kalau ga mau pakai sendok bisa disuapi pakai tangan ibuk auto lahap
Catatan : buat ortu baru belilah kursi makan karena ini penting sekali agar anak tetap tenang makan tidak sambi gendong atau lari-lari.
3. Suhu makanan
Ini kadang terjadi pada anakku, kalau makanan hangat lahap sekali. Saat dingin sudah males makan, terlalu panas menangis. Hmm
Solusi makanan disimpan di wadah kaca dihangatkan sebentar setiap mau makan.
4. Suasana
Terlalu banyak orang kadang membuat anak terdistraksi jadi anak tidak fokus makan. Solusi sendirikan ketika anak makan, cari suasana yg tenang (tidak ada dikudang")
Catatan : makan dengan ayah membuat anak lebih bersemangat
5. Sakit
Anak pilek, batuk panas otomatis selera makan menurun. Segera diobati bun
6. Kurang stimulasi dan sensori
Kasus ini pernah terjadi di aku, ada hari dimana anakku melewatkan sesi makan pagi dan makan siang pas aku titip di ibukku. Saat aku pulang anak kuajak jalan" di rumput, memegang pasir daun" dll.. Setelah itu langsung kuajak makan dan kembali lahap.
7. Anak belum lapar.
Sesederhana itu, tapi kalau kita ga paham jadi kita jengkel sendiri ke anak. Anak belum lapar bisa jadi karena terlalu banyak menyusu, atau terlalu banyak makan camila sehingga melewatkan makanan utama.
8. Rasa
Ini aku taro terkahir karena pengaruhnya ga terlalu signifikan berdasarkan pengalaman. Anakku plain mulai dari awal mpasi sampai sekarang dan oke-oke saja.
Masalah makan anak bukan masalah sepele dan sederhana (menurutku). Karena makanan menentukan nutrisi dan tumbuh kembang anak jadi aku selalu mengusahakan entah gimana cara ngatur waktu atau menunya biar mila tetap makan sehari 3x dengan seimbang. Makan juga bisa membentuk referensi selera yang akan dia bawa sampai dewasa. Menjadi ibu berdaya juga mengusahakan membentuk kebiasaan dan adab makan anak.
Semua hal terasa sulit tapi pasti mungkin dan bisa diusahakan.
Selamat menemani tumbuh kembang anak anak kita semua ❤️
6 notes · View notes