#buya HAMKA
Explore tagged Tumblr posts
Text
You're trying to read a novel you've read once a long time ago, and you completely forgot there's more than 10 pages of the two characters exchanging letters to each other

My goodness, I get the whole thing ok, they're 1930s folks, it's their only form of communicating, what did I expect? Plus Hayati also broke her oath, But dang 😂😂🤣, I swear I love to read but it does took a wind out of me to finish it.
2 notes
·
View notes
Text
vino bastian as buya hamka my beloved
0 notes
Text
[Book Review] Berbicara Tentang Perempuan - Buya Hamka
🧮Skor: 4.3/5.0

■ Penulisan HAMKA tak pernah menghampakan. Great mind produced great book, Allahumma Barik! Buku ini seemingly light tapi impactful. Kalau belum ada, saya teringin dan berharap sangat buku ini diterbitkan ke dalam bahasa-bahasa lain, terutama dalam bahasa masyarakat majoriti yang bukan Islam. English version is a must! Agar hujah & mesej beliau dapat dimanfaatkan oleh lebih ramai orang.
■ Gaya bersahaja beliau pasti menarik hati orang untuk lebih tahu kebenaran, inshaAllah. Disamping mendidik dan mengingatkan kita sebagai orang Islam atas kebagusan ajaran yang dianjurkan Islam, isi buku ini pastinya menjawab banyak kesalahfahaman utama orang ramai terhadap martabat Wanita kononnya ditindas di mata Islam. Dan, membuka pekung tamadun barat yang sebenarnya lebih mundur and their uncontrollable retaliations.


■ Mukadimah setiap bab baru biasanya dimulakan dengan potongan ayat Quran yang berkaitan. Pengolahan beliau sungguh bernas membuatkan kita sangat bangga sebagai wanita Islam dan rasa dihargai & dicintai! Beliau juga menegur para lelaki yang mungkin telah menyalahgunakan “hak” kerana kecetekan ilmu agama.
■ Terima kasih kepada pihak Jejak Tarbiah atas semakan hadis-hadis dan sumber rujukan bukti-bukti yang dikemukakan, dibentangkan dalam hujah HAMKA. Semua dituliskan di nota kaki. Sangat membantu.


■ Memang wajarlah buku ini jadi BESTSELLER! Belilah buku ini untuk diri sendiri dan juga untuk dihadiahkan kepada orang lain. . ---- ● Beli di Book Cafe
#buku agama#Islamic book#reviu buku#book review#ulasan buku#buya HAMKA#HAMKA#Jejak Tarbiah#Berbicara Tentang Perempuan#motivasi#ilmu perkasa bangsa
1 note
·
View note
Text
Tidak ada yang tetap di dunia ini kecuali perubahan. Jangan menolak perubahan hanya karena Anda takut kehilangan yang telah dimiliki.
-Buya Hamka
202 notes
·
View notes
Text
Pesan Buya
Jika ditanya siapa penulis favoritku, tanpa ragu aku akan menyebut nama Buya Hamka.
Pertama kali mengenal Beliau dari film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, sebuah film roman berdasar karya novel yang ditulis Beliau, bukan semata soal roman, namun berangkat dari kritik sosial terhadap adat Minangkabau.
Buya Hamka adalah patriot sejati. Seperti yang diceritakan dalam Buku "Ayah" tulisan Irfan Hamka, Beliau bergerilya dari satu tempat ke tempat lain, dari gelapnya malam, meninggalkan keluarganya untuk mengupayakan kemerdekaan Indonesia. Beliau yang mengobarkan semangat perlawanan, menjaga persatuan, dan tak lupa mengingatkan dalam ketakwaan.
Dari Novel-novel beliau, banyak sekali nasihat-nasihat yang mendalam. Sebut saja novel Di Bawah Lindungan Ka'bah, kisah seorang Hamid yang menggantungkan perasaanya kepada Allah dan wafat di tanah suci tersebut. Atau judul Merantau Ke Deli, sebuah kisah dinamika keluarga yang mengajarkan siklus kehidupan. Juga, Novel Angkatan Baru, berisikan pesan yang mendalam mengenai makna pendidikan, bahwa gelar bukan semata-mata hanya status sosial, tapi juga pembuktian.
Dari novel, aku juga cukup takjub dengan rihlah ilmiah beliau melalui buku di Tepi Sungai Dajlah. Buku ini menceritakan negeri Irak yang Indah, yang didalamnya banyak sekali pelajaran zaman meliputi bangkitnya sebuah peradaban, persoalan sosial, dan kisah para sahabat. Dari novel ini, aku punya mimpi, semoga suatu masa kelak bisa mentadabburi langsung peradaban Islam yang gemilang langsung di tempatnya.
Dan buku yang menginspirasi bagiku, di dalamnya ada satu kalimat sederhana, namun maknanya begitu dalam, seakan beliau berbicara langsung di depanku, tahu akan semua masalahku, dan kalimat ini juga yang aku baca sebagai pengingat di masa-masa sulit :
bunyinya :
Kepada pemuda: Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu.
Mungkin terdengar sederhana, namun apabila dikaitkan dengan cerita hidup beliau, sungguh, beban yang kita miliki ini tidak ada apa-apanya.
Beliau seperti mengingatkan kembali, bahwa hidup ini tidak akan sepi dari ujian. Namun percayalah, pertolongan Allah akan selalu hadir untuk mereka yang beriman dan pantang menyerah.
Surakarta, 17 Februari 2025 Mengenang Kelahiran Sang Ulama
#abamenulis#menyambutkemenangan#seperempadabad#mengerikan#catatankemenangan#pemudaislam#dakwahkampus#ceritabukuaba#monologpemimpin
41 notes
·
View notes
Text
Menjadi pemimpin di organisasi
Aku teringat ucap buya hamka " Sejatinya pemimpin adalah menderita'
Ku resapi kembali makna itu
Aku relakan raga dan jiwaku tapi rakyatnya berkhianat. Mungkin memang benar Cita terbentuk dari luka.
Aku hanya ingin semua saling percaya dan satu kepakan sayap perjuangan. Ayolah kawan kita bisa
Terimakasih tumblr disini aku bisa bebas bercerita dengan merdeka, dan tak ada di kelilingku yang tahu.
24 notes
·
View notes
Text
Tanggung Jawab Moral
“Jangan ikut campur masalah orang.” Begitulah kira-kira yang sering kita dengar ketika di suatu keadaan ada pihak tertentu yang mencoba memperingati atau menasehati orang lain, namun nasehat itu akan ditangkis dengan, “Urus diri sendiri deh, nggak usah campuri urusan orang lain.” Padahal kondisinya tidak selalu permasalahan personal, bisa jadi itu adalah kondisi di mana kita melihat perilaku orang lain bertentangan dengan moral yang kita percayai. Dan inilah yang ingin coba saya telusuri, sejauh mana saya bisa memberi pemahaman ke diri saya sendiri untuk mengemban tanggung jawab moral ini.
Baru-baru ini saya membaca tulisan Buya Hamka tentang tanggung jawab budi atau batin, di mana beliau menjelaskan semakin dalam keimanan seseorang maka bertambah pula tangung jawab batinnya. Sehingga saya turut sepakat jika seseorang yang masih memiliki tanggung jawab moral yang kuat dalam dirinya itu sebab ia masih seseorang yang memegang teguh kepada moral-moral baik.
Mengingat Buya Hamka menulisnya lebih dari 60 tahun lalu tentulah keadaan sosial budaya kita sudah mengalami pergeseran, begitu juga dengan moral masyarakat, namun yang namanya tanggung jawab batin akan selalu ada dalam sanubari manusia dari masa ke masa.
Tapi sayangnya kita sudah tiba di masa di mana rasa tanggung jawab itu mulai dihilangkan. Rasa enggan untuk memberi tahu hal baik kepada orang lain karena takut atau barangkali malas mendengar tuduhan ‘ikut campur’ sering sekali menjadi cikal bakal di mana kita mulai mengabaikan sekitar. Katanya bentuk pengertian, kita sudah hidup di masa urus saja urusanmu, tapi tidakkah terdengar seperti membunuh kebaikan dalam diri kita dan membunuh kebaikan yang terjadi di masyarakat kita?
Dahulu tanggung jawab ini terus-menerus dipupuk pada jiwa masyarakat kita. Guru-guru mengajarkannya di sekolah, orang tua mengulanginya di rumah, di langgar-langgar tempat kita mengaji disampaikan berkali-kali; tolonglah orang lain, ingatkan mereka yang salah, sampaikan kebaikan, dan lain sebagainya. Tapi sekarang masyarakat kita lebih suka mendengar figur publik yang menyampaikan uruslah urusanmu sendiri, jangan ikut campur masalah orang lain, tidak apa-apa untuk egois, yang sayangnya ditujukan dalam banyak situasi.
Akibatnya secara kolektif generasi kita mulai percaya bahwa yang baik adalah yang tidak mencampuri urusan orang lain, tanpa mengkaji terlebih dahulu urusan orang lain ini dalam koridor apa. Sehingga kita yang memberi nasehat atau hanya sekedar memberi tahu kepada orang lain tentang kesalahan mereka yang kita anggap tidak sesuai dengan moral, menjadi salah.
Sebelumnya saya pernah membahas ini dari perspektif yang mendengar komentar orang lain, dengan tajuk Polisi Moral, Salah? Di mana saat itu saya masih menekankan kepada pemahaman situasi. Jika ada keadaan yang membuat kamu mendapat kritikan moral dari orang lain, kenali terlebih dahulu keadaannya.
Namun seiring saya belajar lebih banyak hal dan mengenali situasi lebih banyak lagi, betapa pentingnya kita tetap saling memberi tahu dan menasehati kesalahan satu sama lain. Kita tidak bisa terus-menerus bersikap seolah pilihan hidup kita adalah yang paling benar. Tidak ada salahnya untuk menerima nasehat dan kritikan, kita tumbuh dari itu. Tapi ya sebelumnya pastikan, kamu sudah menjadi seseorang yang memiliki pedoman moral yang baik.
Saya tahu kita tidak lagi memiliki pedoman moral yang sama. Bahkan datang dengan latar belakang budaya, adat dan agama yang sama tidak serta membuat kita satu pedoman. Tentu saja saya katakan ini dalam lingkup pilihan hidup, meski jika kita mau belajar lebih jauh tentulah pedoman moral itu masih ada di sana, di tempat yang kita singkirkan sebab kita ingin menjadi sebebas-bebasnya manusia, yang barangkali tidak bermoral. Atau jika kita mau sedikit lebih jujur, kebebasan akan pilihan hidup bukanlah membuat standar moral baru, tapi mengolah dan mengkritisi peletakan salah benar terhadap situasi yang terjadi di lingkungan kita dengan pedoman yang ada.
Keadaan-keadaan itu bukankah kita bisa melihat fungsi manusia lain di hidup kita, saat kita tidak tahu, kita lupa atau kita ingkar, ada orang lain yang memberi tahu bahwa kita sedang keliru.
Mungkin yang akan selalu menjadi pekerjaaan kita bersama adalah, dari sisi yang mendengar barangkali kita tidak langsung menangkis, ada refleksi yang harus kita lakukan. Dari sisi yang bicara, sebelum menyampaikan ada bahasa yang kita pilih, ada kondisi dan situasi yang kita baca. Tapi dari sisi manapun, kita tidak seharusnya mematikan tanggung jawab moral dalam hati hanya karena tiba di masa orang-orang sudah mulai antipati.
Dicatat, 15 Februari 2025
26 notes
·
View notes
Text
"Jadilah Hamka saja"
Begitu kata Siti Raham dalam episode dimana saat itu Buya Hamka diminta memilih antara Masyumi dengan jabatannya saat itu.
Saat menonton film Buya Hamka sejak volume 1; ya atau bahkan ada yang sudah membaca buku-buku karya beliau atau tentang beliau, aku berfikir—mungkin kalian juga; kok bisa ada orang setegar beliau
Ah, apa itu karena kita hari ini kehilangan sosok teladan?
Mungkin tidak hanya Buya Hamka, tapi yang saat ini difilmkan dan lumayan viral itu soal beliau; oh ya dulu juga sudah ada soal Hasyim Asyariy dan Ahmad Dahlan, klo yang soal Soekarno belum nonton si
Tapi coba kita bayangkan, saat itu, negara kita punya tokoh sekaliber beliau semua, gimana ya rasanya melihat dan hidup sezaman dengan orang-orang seperti beliau
Oh ya, tapi satu hal yang bisa kita perhatikan adalah keberadaan Siti Raham disamping Buya Hamka, dan pertanyaannya masih adakah hingga hari ini?
Jujur, pas nonton agak sedikit mengeluarkan air mata—kan katanya cowo gak boleh nangis; ya dibalik sosok yang jago berpidato, ada seseorang yang mengurusi, memasakkan, menjaga kehormatan untuk beliau; Siti Raham
Maka begitulah Islam memuliakan perempuan, menjadikan mereka makhluk yang terhormat, bukan seperti pada masa jahiliyyah dulu; sungguh Islam menempatkan perempuan dengan kedudukan yang mulia, disebut tiga kali sebagai orang yang harus dihormati sebagai 'Ibu' baru kemudian 'Ayah'
Tapi tentu, menjadi sosok seperti Siti Raham, perlu ilmu; ilmu soal kesadaran menjadi hamba Allah, ilmu soal kesabaran dalam perjuangan, ilmu soal rela berkorban di jalan kebenaran
Hingga saat pilihan pelik itu datang bisa menyakinkan dan berkata "Jadilah Hamka saja"
94 notes
·
View notes
Text
Ngabuburit, Waktu Terbaik Memaksimalkan Ramadhan
Istilah "Ngabuburit" saat ini telah menjadi bahasa populer masyarakat selama bulan Ramadhan. Arti dari "Ngabuburit" sendiri yaitu berasal dari serapan kata bahasa sunda yaitu "ngalantung ngadagoan burit" atau bermain sambil menunggu waktu sore/maghrib.
Ngabuburit pertama kali dipopulerkan di era orde baru, saat Buya Hamka menjadi ketua umum MUI pertama tahun 1975. Saat itu Buya Hamka mendapatkan arahan dari Presiden Soeharto untuk mengisi momen jelang berbuka/menunggu waktu maghrib dengan kegiatan keagamaan.
Namun, pengertian dari Ngabuburit sendiri saat ini telah diisi dengan beragam aktivitas; seperti berkumpul bersama kerabat atau keluarga, jalan-jalan sore, berburu makanan bukaan, dan lain sebagainya.
Memaksimalkan waktu ngabuburit tentu menjadi sebuah bagian dari memaksimalkan waktu saat berpuasa di bulan Ramadhan. Sebab, waktu-waktu menjelang berbuka adalah salah satu waktu terbaik diijabahnya do'a orang yang berpuasa. Sebagaimana kutipan sebuah hadits :
"Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak tertolak pada saat berbuka." (HR. Ibnu Majah).
Sebab, pada waktu menjelang berbuka, menjadi waktu puncak kita sedang dalam kondisi yang paling lemah, maka menyadari kelemahan kita lalu memohon pada Sang Pencipta, adalah sebuah langkah agar do'a kita dapat menjadi nyata.
Sebab, pada waktu menjelang berbuka, menjadi waktu tempat kita hampir menyelesaikan ibadah shaum kita, maka memastikan bahwa kita tetap istiqamah hingga garis akhir adalah ikhtiar yang niscaya.
Memaksimalkan Ramadhan di waktu Ngabuburit, dapat dilakukan lewat berbagai aktivitas sederhana, selain dengan memperbanyak doa. Seperti misalnya mengisi dengan tilawah, mendengarkan ceramah dan kajian ilmu, memperbanyak dzikir, berolahraga ringan, atau bahkan dapat memberikan makanan berbuka untuk orang lain.
Maksimalkanlah waktu ngabuburit kita dengan hal-hal sederhana namun bermakna yang kita bisa. Jika pun bisa, ajak serta lah keluarga dan kerabat kita untuk bersama-sama mengisi waktu ngabuburit dengan agenda yang tak sia-sia. Pun agar kita memiliki pengingat dan alarm saat kelak kita lupa.
Yang terpenting agar aktivitas yang kita laksanakan tak terasa menjadi beban. Yang terpenting agar waktu menjelang berbuka dapat menjadi ladang pahala untuk kita meraih taqwa.
8 notes
·
View notes
Text
Tidak berjudul, baca saja omong kosong di bawah ini. Jika tertarik, sempatkanlah berkomentar, caci maki juga boleh. Jadikanlah ruang komentar sebagai ruang bebas kritik.
"Lebih mulia jika dianggap buruk namun sebenarnya baik, daripada dianggap baik tapi sebenarnya buruk" kata sebuah quotes di google. Hehe.
Beberapa kali tampak didepan mataku orang-orang suci itu bertikai karena sesuatu. Entahlah. 🎭 Ilmu yang telah ditimba sejak dini sampai dewasa hingga ke pelosok-pelosok negeri China itu dikemanakan?
Manusia tetaplah manusia. Kita semua berpakaian di hadapan manusia dan telanjang di hadapan Tuhan. Kita semua pembenci, serakah, sombong, dan selalu merasa diri sudah baik. Seperti halnya dalam cerita di golongan kaum Bani Israil, yaitu Khali dan Abid sang ahli maksiat dan ahli ibadah. Kira-kira begitu lah, dan faktanya di zaman ini merajalela yang seperti itu.
Ahh biarlah, panjang umur untuk semua hal-hal baik. Semoga selalu diberikan kesehatan dan dilimpahkan rejekinya. Karena membenci dan me-review keburukan orang lain butuh tenaga dan materi untuk mengisi perjamuan di atas meja-meja pergibahanan.
Sesekali cobalah untuk menggali lagi lebih dalam diri sendiri. Mungkin kita lupa perihal itu lantaran terlalu fokus belajar, menilai banyak hal dan mengejar sesuatu.
••••
Hmmm. Oke. Tulisan diatas hanya omong kosong yang gue buat yah. Jangan diseriusin. Gue cuma orang goblok yang tersesat dan terlena oleh keadaan. Tapi jangan khawatir, "karena sejauh jauhnya kita tersesat, pada kebenaran lah kita kembali" kata Buya Hamka pada suatu ketika. Bismillah.
••••
Ya Allah, jauhkan hamba dari sifat dengki dan serakah. Jauhkan hamba dari perasaan membenci saudara sendiri. Bukalah pintu hati hamba agar selalu bisa menebar kebaikan. Dan ya Allah, rengkuh aku dengan sapa dan anugerah mu. Hamba jenuh berjalan di gelapnya ketersesatan ini. Hamba ingin kembali kepada kebenaran tanpa menjadi manusia yang munafik. 🤲🏼
Aku tidak butuh harta, aku tidak butuh uang, aku hanya ingin terbang dan ruang dimana aku benar-benar merasa nyaman akan kebaikan di dalamnya. Hingga tibalah waktu dimana aku benar-benar harus pulang.
Jakarta 18/6/2024
Fadliansyah Ramadhan
27 notes
·
View notes
Text
Dunia, bercanda.

Betul sih, dunia ini, bercanda sekali ya. hina. mainan saja. tiada nilainya. Mengetahui ada keabadian dan telaga yang hanya menerima manusia suci, kenapa kita harus menyeriusi yang bercanda ini.
Syukurlah, Allah 'azza wa jalla utus Rasulullah. Qudwatun hasanah. Sebenar-benar teladan. Pengampu terbaik semua konsep petunjuk kehidupan.
Sehingga, manusia berpikir sempit macam aku, tidak bisa berpegang pada cara berfikir serupa ucap diatas.
Sedangkan ia saja, Ia yang paling tau seberapa rendahnya dunia, sungguh serius menapakinya.
Ia, yang mencintai Allah dan tentu dicintai-Nya, sama sekali tidak membercandai, si hina ini. Dunia yang sebercanda ini, diseriusi sedemikian rupa.
'Alaihis shalaatu was salaam.
Ah, bahkan bukan Ia saja. Mereka semua, pendahulu yang betulan tau betapa recehnya dunia, kulihat mereka yang paling gila menghadapinya. Menapaki detik-detik seperti tiada esok hari. Menorehkan kitab berjilid-jilid, seperti akan hidup selamanya disini.
Ah, mereka semua yang tahu, justru paling serius.
Hem.
Tadi, mengorek-ngorek galeri, aku menemukan ini. Penyemangat tahun lalu di kala mengerjakan tugas akhir SPI yang bikin mual. Jiwa tidak mau kalahku, sangat mudah terpantik bila disinggung perihal musuh-musuh ini.
Kalo kata Buya Hamka, ghirah ya namanya. Tak sudi rasanya mengetahui musuh diseberang bisa mengeluarkan disertasi bodong, bisa teguh menggapai mimpi, padahal Allah saja tidak tertanam di jiwanya.
Tak sudi, dan malu, aku yang mendakwa diri kenal Tuhan semesta alam, kok mandet. dan layu. ah. tak sudi sekali.
Dan berakhirlah, TA-nya Allah izinkan untuk tuntas. meski tentu tak baik dan gompel-gompel dan hadeh tidak layak. namun, tetap, indah saja. proses diajari Allah apa-apanya, selalu indah. semua bodohku dan salah-salahku, jadi bisa ditertawai sambil menangis ketika menyadari bahwa itu tak luput dari pengajaran-Nya. hehe. huhu.
Begitu saja, hari ini kita akhiri. Dengan hanya memastikan ada Dia di ujung perjalanan. yang menuju kesananya, entah bagaimana. perhitunganku buruk sekali. entah seluka-luka apa. pengorbananku juga receh sekali. entah segembel apa. lelahku masih tiada artinya.
yah, namun, Siapa pula sih yang lebih bisa menerima diriku, kecuali Dia. Siapa pula yang lebih mampu memberiku kemuliaan, kecuali Dia.
ya, begitu saja. Selama ada Dia, dipatrikan, dipastikan, ditancapkan, di ujung jalan. sudah cukup. meski masih ngang-ngong-ngang-ngong dan makin terlihat buruknya perhitunganku, yasudah, yang penting 'jujur' dulu saja kan, yaa Rabb?
Sisanya, biar Dia yang memperjalankan dan memberi pelajaran,
الرحمن
علم القران
خلق الانسان
علمه البيان
di mula keempat, bulan kedua, setelah dua puluh tiga tahun Allah beri nyawa.
8 notes
·
View notes
Text
Lentera
Di dunia ini masih banyak orang-orang baik. Ya, aku percaya itu. Seringkali aku melihatnya tanpa sengaja. Pada orang-orang tak di kenal di jalan raya. Juga ketika ku melihat tayangan di sosial media. Dalam nyata dan sembunyi-sembunyi, kebaikan itu akan diketahui. Karena ketulusan hati selalu memancar untuk sekitar.
Sesederhana ketika aku melihat seseorang yang mendorong motor orang lain yang mogok. Atau ketika ada penumpang memberikan tips untuk tukang ojek. Atau ketika pemotret jalanan membagikan foto hasil jepretannya. Juga pada anak kecil yang membagikan makanan pada satpam yang sedang bertugas. Dan masih banyak lagi.
Aku terenyuh pada kebaikan-kebaikan kecil itu. Yang mungkin menjadi sangat besar di mata orang lain. Bagi orang yang menerimanya, dia akan sangat bahagia karena diberikan perhatian lebih. Bagi orang yang melakukannya, ia akan merasakan damai tak terkira. Bagi orang yang melihatnya, akan terharu dan terispirasi untuk melakukan hal yang sama di lain waktu. Doaku, semoga hal itu menjadi pemberat timbangan amal kebaikannya.
Hari ini, setelah bangun tidur, aku berusaha mengingat-ingat pesan dari sebuah buku. “Kebaikan apa yang hendak kamu lakukan hari ini ? Siapa saja yang hendak kau ajak sambung silaturrahim lagi? Hal apa yang akan dipelajari hari ini?” Semoga dengan melakukannya, aku tak lupa lagi.
Welcome Juli. Ternyata beberapa bulan lagi sudah 2024. Apa kabar, wahai diri?
Ternyata Juni berakhir cepat sekali. Juli pertama, semoga menjadi awal muhasabah agar menjadi lebih baik lagi.
“Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat berharga. Memiliki waktu tidak menjadikan kita kaya, tetapi menggunakannya dengan baik adalah sumber dari semua kekayaan.” (Buya HAMKA)
80 notes
·
View notes
Text
I think we need to hyping the level of yearning that pujangga-pujangga minang had
0 notes
Text
"Semua kembali lagi kepada Iman. Serahkan semua kepada Allah SWT"

Saat tidak semua harus disandarkan pada logika. Saat meyakini bahwa karunia akal yang diberikan Allah pada kita ini sejatinya memiliki keterbatasan.
Saat segala keputusan sulit untuk diambil. Saat segala rasa dan emosi ingin dimuarakan. Saat semua jalan terasa buntu dan pikiran yang penuh sembilu.
--------------------------------------
Saat logika tak sanggup berperan, maka kembalikan semua kepada iman. Sabar dan Ikhlas, Iman yang percaya pada Yang Maha Tak Terbatas.
-------------------------------------
Mungkin Allah ingin berinteraksi lebih dekat dengan kita. Ingin melihat hamba-Nya introspeksi diri atas apa yang telah dilakukan dan dilaluinya. Ingin menguji seberapa kokoh imannya saat ini.
"Sebanyak apapun ilmu terhimpun atau masalah yang mengerumun, selalu ada iman sebaik-baik penuntun. Iman yang dilahirkan dari ilmu agama yang terus dirajut, layaknya benang yang sedang ditenun."
Itulah alasan pentingnya kita untuk selalu mendalami agama. Dengan harapan pondasi iman menjadi kokoh. Dengan harapan dapat tenang dan memaknai apa yang datang baik dalam kuasa maupun yang di luar kuasa kita.
Buya Hamka dalam bukunya berjudul "Pribadi Hebat" (96), pernah menulis kutipan gurunya A.R St. Mansur yang berkata;
"Dalam agama ini, seumpama kita lahir dua kali. Kelahiran pertama yaitu kita dalam Islam. Tetapi setelah dewasa kita harus lahir sekali lagi, yaitu dengan pelajari agama itu sedalam-dalamnya dan kita sesuaikan hidup dengannya."
Saat usia terus bertambah, yang mana semakin lama semakin sadar bahwa kekuatan manusia terbatas. Aku tersadar, bahwa iman yang baik kepada-Nya adalah sumber "aset" kekuatan yang sangat besar bagi seorang pribadi.
- Introspeksi, menginjak tahun ke-27
.
.
17 notes
·
View notes
Text
Kecemburuan
Memilih buku untuk dibawa pindahan ke US adalah salah satu hal tersulit. Rasanya seperti berpisah dengan teman-teman terbaik. Rasanya ingin membawa 8 kardus tersebut ikut pindah, sebagaimana saat pindahan dari Jogja ke Jakarta.
Kami pun membuat inventory perpustakaan rumah — sebagai ikhtiar adab terhadap ilmu dan menghormati buku-buku ini.
Aku katakan pada diriku kalau aku hanya akan membawa 3 buku (walau akhirnya 5). Itu pun setelah menenangkan diri kalau pasti akan ada banyak kesempatan untuk jalan-jalan ke perpustakaan dan tur toko buku di US. Sebagaimana toko buku selalu jadi destinasi tiap dapat rezeki jalan-jalan ke luar negeri.
Selain MKUI, aku membawa karya fenomenalnya Buya Hamka: Tasawuf Modern.
Buku yang jadi teman Buya Hamka ketika dalam penjara, buku yang jadi penghibur dan pengingat dirinya sendiri.
Pernah seorang teman yang datang, mendapati saya sedang membaca “Tasauf Modern”. Lalu dia berkata: “Eh, Pak Hamka sedang membaca karangan Pak Hamka!”
“Memang!” –jawab saya: “Hamka sedang memberikan nasihat kepada dirinya sendiri sesudah selalu memberi nasihat kepada orang lain.“
Namun ada juga buku Hamka yang aku ingin baca ulang. Untuk menasihati diri. Iya, buku berjudul Ghirah. Buku tipis, tapi Ustadz Akmal Sjafril sering mengutipnya.
Dengan segala yang sedang terjadi di dunia, aku rasa perlu mengulang lagi membedah buku tersebut. Walau sambil menangis terisak atas lemahnya kecemburuan itu.
Iya, ghirah, diterjemahkan oleh Buya Hamka sebagai “kecemburuan”.
Kecemburuan. Bukan makna kecemburuan yang selama ini dipahami. Tapi cemburu, ketika islam dihina. Ketika Allah direndahkan, Rasulullah SAW dicaci. Ketika saudara seiman disakiti, dijajah, dilecehkan.
Hari-hari ini rasa itu begitu nyata. Hari-hari ini rasa itu nyata tapi diiringi bersalah karena merasa lemah.
Ampuni kami, ya Allah.
Ampuni kami, ya Rabb.
Ya Allah. Ghirah yang mengalir dalam darah kami, semoga kami bisa mewariskannya.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 49]
-h.a.
Also please read this:
https://malakmalakmal.com/ghirah-sang-buya/
35 notes
·
View notes