Tumgik
#islamicworldview
byrenfa · 2 years
Text
Takut Menjadi Orangtua
(hanya tulisan hasil overthinking seseorang yang masih lajang)
Beberapa hari yang lalu, saya baca sebuah postingan dari akun instagram 'islamfiy' soal kampanye lgbt di london melalui mata pelajaran siswa sd. Disana menampilkan sosok perempuan berhijab bernama Hafsa yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang lesbian. Disamping ngeri mengingat bagaimana gencarnya paham liberalisme yang berkembang, saya jadi ovt, saya takut membayangkan anak saya nanti harus berhadapan dengan dunia yang semenyeramkan seperti apa.
Dulu jika berandai soal kehidupan pernikahan, yang ada dalam pikiran saya hanya berputar pada kemandirian finansial dan kematangan psikologis. Tapi semenjak kuliah, saya menemukan lingkungan yang tidak pernah saya rasakan, orang-orang yang jauh berbeda dengan mereka yang selama di pondok selalu membersamai saya, dunia yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Karena itu lah saya semakin fakir ilmu dan malah semakin merasa belum siap untuk membangun rumah tangga. Bukan karena tidak mau, tapi di dunia yang sudah serba gila ini, saya khawatir tidak dapat menjadi ibu yang bertanggungjawab. Banyak pertanyaan yang menghantui saya; Apakah ilmu saya sudah cukup? Apakah saya mampu menjadi madrasatul uula bagi anak saya kelak? Apakah nanti saya bisa dapat menjaga dan mendidik anak-anak saya?
“Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orangtuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi” (H.R. Muslim).
Buku yang saya baca blm seberapa, kelas-kelas yang saya ikuti masih dapat dihitung jari, lingkarang diskusi yang saya ikut pun masih sangat sedikit. Saya gundah bukan main. Walaupun teori-teori itu sudah pernah saya dapatkan, tapi saya masih sangat takut untuk mempraktikannya langsung. Tapi itu tidak menjadikan saya ingin childfree ya wkwkwkwk toh ketakutan ini juga yang mendorong saya mengikuti kelas-kelas pemikiran dan membaca buku-bukunya, ya karena saya tidak mau buta tentang mana yang haq dan bathil di dunia yang sudah penuh 'keabu-abuan' ini.
Jika hari ini saya dengan mudah dapat menemukan banyak hal menyimpang seperti lgbt yang dinormalisasi dan bahkan menjadi segmen hiburan yang banyak dinikmati, saya jadi berpikiri, di kehidupan anak saya nanti bisa saja sudah tidak ada lagi kampanye soal lgbt, karena bukan tidak mungkin itu sudah menjadi bagian dari masyarakat. Itu baru lgbt. Belum lagi hal-hal lain yang sedang marak di berita belakangan ini seperti perzinahan, kekerasan, dan bahkan pembunuhan yang tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tapi juga anak-anak. Yang tentu saja akar dari segala permasalahan tersebut adalah perang pemikiran melalu media apapun itu.
Dewasa ini pemikiran islam malah dianggap kuno dan kaku sedangkan pemikiran islam liberal yang juga banyak dikaji oleh para cendikiawan yang belajar islam di eropa dan amerika malah banyak diminati dan dianggap berkemajuan. Padahal ada orang belajar islam di barat saja rasanya sudah aneh. Belum lagi memakai referensi-referensi orang non islam sebagai bahan belajar. Ya boleh sih, tapi yaa seharusnya tetap dikritisi bukan malah iya-iya saja. Ini malah terbalik, karya tokoh-tokoh muslim dan bahkan al-qur'an yang dikritisi, lagi-lagi dibandingkan dengan ucapan tokoh yang bukan islam pula. Sekalinya pakai referensi orang islam, ternyata tokoh syiah ataupun mu'tazilah dan beranggapan bahwa mereka adalah bagian islam yang tidak sesat. Dan budaya belajar islam liberal seperti ini banyak diajarkan secara tidak langsung dalam jenjang pendidikan, tapi dari ceramah para seniornya, dalam forum kaderisasi, diskusi-diskusi ataupun ya hanya ikut-ikutan karena dianggap keren.
Filasafat memang harus dipelajari, tapi dengan panduan yang benar. Bukan sekali dua kali para aktivis islam liberal menganggap islam hanya sebagai produk sejarah. Coba sesekali tanya bagaimana rukun islam mereka. Bahkan dalam tataran kampus, mudah ditemukan para aktivisnya enggan mejalankan kewajiban yang sudah dengan jelas diperintahkan, ada yang memang malas tapi ada juga yang malah dengan berani menggugat otoritas wahyu. Aneh? Ya inilah realitasnya lingkungan yang kita tempati sekarang, mungkin suatu alasan juga mengapa kita umat islam malah ikut terhayut dalam hal-hal yang syubhat dan pada akhirnya keliru membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Lahhh bentar ini jadi kayaknya banyak yang mulai keluar dari judul tulisan wkwkwkwkwk skippp
Jadi, yaa gituuu. Saya dihantui perasaan takut. Di dunia seperti apa nanti anak saya tumbuh. Formulasi apa yang harus saya rumuskan untuk mendidik anak. Sudah siapkah saya menjalani fase tersebut? Sedangkan sebagai anak kecil, mereka pasti akan melihat pada orang tua, karena bagi mereka orang tua adalah ukuran kebenaran. Makanya setiap kali mendapat kabar kawan yang akan menikah, saya kagum bukan main. Keteguhan hati seperti apa yang mereka miliki. Kekuatan besar apa yang sudah mendorong mereka untuk dapat mengambil keputusan yang luar biasa hebat itu. Saya selalu kagum dengan mereka, terutama kami masih di umur belia. Saya tidak bisa membayangkan ujian-ujian apa saja yang sudah mereka lewati sebagai ibu muda yang baru pertama kali memiliki anak.
Namun dengan banyaknya pr serta kekurangan ini, saya tidak ingin menyerah. Saya tetap ingin dapat berkumpul lagi dengan keluarga di surga Allah kelak. Semoga Allah senantiasa mengutkan dan melindungi kita, keluarga kita, dan keturunan-keturunan kita kelak.
🌼 • ┈ ๑ ⋯ ୨ ୧ ⋯ ๑ ┈ • 🌼
Salam sayang, Piwa.
5 notes · View notes
peanutjar-blog · 1 month
Text
Jalan Tol Menuju Seks Bebas Secara Masif Pada Kalangan Remaja
“Mengizinkan anak berzina lebih mudah daripada memaksimalkan bakat minatnya dan menanamkan adab menjadi sosok yang bermartabat” – Influencer Dakwah Kamila Jasmine @grangerzmn
Masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa yang melibatkan perubahan berbagai aspek seperti biologis, psikologis, dan sosial-budaya. WHO mendefinisikan remaja sebagai perkembangan dari saat timbulnya tanda seks sekunder hingga tercapainya maturasi seksual dan reproduksi, suatu proses pencapaian mental dan identitas dewasa, serta peralihan dari ketergantungan sosioekonomi menjadi mandiri. Secara biologis, saat seorang anak mengalami pubertas dianggap sebagai indikator awal masa remaja. Namun karena tidak adanya petanda biologis yang berarti untuk menandai berakhirnya masa remaja, maka faktor-faktor sosial, seperti pernikahan, biasanya digunakan sebagai petanda untuk memasuki masa dewasa.
https://peraturan.bpk.go.id/Details/294077/pp-no-28-tahun-2024
Joko Widodo di akhir masa jabatannya sebagai Presiden RI, pada 26 Juli 2024 mengesahkan PP No. 28 Tahun 2024. Melalui frasa yang termaktub dalam pasal 103 Ayat (1) “Adapun penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja merupakan bagian upaya kesehatan system reproduksi sesuai siklus hidup” kemudian pada Ayat (4) salah satu bentuk pelayanan kesehatan system reproduksi untuk usia sekolah dan remaja adalah dengan menyediakan alat kontrasepsi.
Pada laman berita TEMPO. Juru bicara KEMENKES RI, Mohammad Syahril, menjelaskan edukasi kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi. Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan. “Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” kata Syahril dikutip dalam keterangan resmi, Selasa 8 Agustus 2024.
Menurut artikel yang dipublikasi oleh NCBI (National Center for Biotechnology Information) USA pada 24 Juli 2023 bertajuk Contraception. Kontrasepsi adalah tindakan untuk mencegah kehamilan yang bisa berupa alat, obat, prosedur, atau tindakan medis dan terdapat 21 macam bentuk kontrasepsi. Salah satu yang terpopuler adalah kondom, pil dan IUD, sementara penggunaan IUD semakin meningkat di USA dikarenakan minim efek samping. Jika seorang wanita terinfeksi PMS (Penyakit Menular Seksual), langkah pertama adalah mengobati infeksinya, dan pencabutan IUD hanya dipertimbangkan jika pasien gagal dalam terapi.
Frasa “Penyediaan Alat Kontrasepsi” dalam satu pekan terakhir menuai polemik dari berbagai kalangan, karena berpotensi menimbulkan miskonsepsi dan multitafsir karena justru dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan terhadap perilaku seks bebas di kalangan anak sekolah dan remaja. Kemudian tidak ada kejelasan kategori yang boleh mendapatkan pelayanan kontrasepsi hingga dapat dimaknai bahwa penyediaan alat kontrasepsi dapat diberikan kepada mereka yang belum menikah. Dikutip dari catatan AILA Indonesia (Aliansi Cinta Keluarga Indonesia)
Pasalnya BKKBN (2020) mencatat bahwa pada remaja usia 16-17 tahun ada sebanyak 60% yang melakukan seks pranikah, usia 14-15 tahun sebanyak 20%, dan pada usia 19-20 tahun sebanyak 20%. Hal ini semakin memperburuk kemugkinan yang terjadi jika PP 28/2024 tidak ditinjau ulang, karena dari pengesahan tersebut akan dilakukan sosialisasi ke seluruh lini dalam rangka edukasi kebijakan terbaru.
Di dalam Islam, Tarbiyatul Jinsiyah’ atau Pendidikan Seksual berangkat dari hal mendasar serta kompleks seperti pengenalan konsep tubuh berbasis Wahyu Ilahi dan tidak sebatas hanya pengenalan alat kelamin atau aktifitas seksual saja. Tarbiyatul Jinsiyah mengacu pada pendidikan akhlak dan adab berlandaskan kepada keimanan sesuai hukum syara’ (re. syari’at), pendidikan awalnya dimulai dalam institusi terkecil sebuah negara yaitu Keluarga. Adapun peran orang tua dalam pokok ajaran Tarbiyatul Jinsiyah pada buku Tarbiyatul Aulad Fil Islam karya Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan, sebagai berikut:
Mengajarkan anak tentang konsep mahram (orang yang haram untuk dinikahi)
Mengenalkan anak tentang batasan aurat
Mengenalkan anak tentang konsep pergaulan dalam Islam (‘An-Nizham Al-Ijtima’I fi Al-Islam)
Mengenalkan anak tentang konsep gender
Mengenalkan anak tentang basic skill ketika sudah menikah
Maka dengan terpenuhinya seorang anak terhadap pendidikan seksual berbasis wahyu ilahi di dalam instansi keluarga, juga adanya sokongan dari lingkup lingkungan sekitar dan negara, PP No. 28 Tahun 2024 ini seyogyanya tidak akan disahkan bahkan wacananya pun semestinya juga tidak ada. Karena tanpa adanya kolaborasi antar ketiganya, akan terjadi kemungkinan disfungsi sosial dalam tatanan negara pun sudah jelas bahwa konsep Pendidikan Seksual atau Tarbiyatul Jinsiyah ini telah di atur dalam Islam, dimana Islam mengatur seluruh sendi kehidupan manusia serta memberikan solusi untuk masalah yang ada terutama dalam mendidik anak-anak.
PEANUT JAR | 10 Agustus 2024
0 notes
books-by-gauss · 4 months
Text
Islam's Ideological War of conquest
What does the Bible say about Abraham’s two sons, Ishmael and Isaac and does it impact the Middle East? For 14 centuries, Muslims have been called to persecute and kill Jews and Christians. Why? Is a “two state” solution the answer to peace in Israel and the Middle East? Will the Abraham Accord be successful in bringing about lasting peace in the Middle East? What does the Bible and the Qur’an say about the Holy Land in the Middle East? Do Muslims, Christians and Jews worship the same God? Is this the beginning of Armageddon?
Tumblr media
0 notes
leadmetojannah · 3 years
Text
Maksiat Intelektual
Pernah gak sih, kalian bertanya-tanya, misalnya: “Eh, dia anak pesantren loh, tapi kok lepas-pasang kerudung?” atau mungkin: “Eh, dia hafidz Quran loh, tapi kok pacaran?”
Pertanyaan yang hampir serupa dan mengandung “tapi kok” ini juga dulu tak pernah berhenti hinggap di kepala saya. Meski saya pernah membaca bagaimana aktivitas-aktivitas dan gerakan liberalisasi Islam di Indonesia, tapi dulu selalu ada beberapa hal yang membuat saya heran dan meninggalkan tanya.
Mengapa banyak dosen di kampus-kampus Islam, aktivis di ormas-ormas Islam, dan santri alumni pesantren-pesantren bisa memiliki pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan logika berpikir yang keliru? Padahal banyak orang muslim yang intelektualitasnya biasa-biasa saja atau muslim yang awam tentang Islam atau muslim yang bukan dari background pesantren, tapi masih waras dan berpikir rasional.
Mengapa liberalisasi konsep wahyu yang menggugat otentisitas Al-Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah begitu mudah diterima oleh para intelektual muslim yang saya sebut di atas? Bukankah sejak kecil dan di pendidikan formal kita selalu diajarkan sedikit-banyak tentang apa itu Al-Quran dan bagaimana isinya? 
Mengapa liberalisasi syariah yang menghancurkan hukum-hukum Islam dan menghapus keyakinan umat terhadap “syariah problem solving” bagi segala permasalahan kehidupan manusia begitu mudah diterima mereka? Bukankah kita sering dijejali pemahaman “Islam adalah solusinya”? Dan bukankah harusnya mereka paham bahwa Islam memiliki ciri khas istinbath tersendiri? Mengapa mereka seenaknya ber-ijtihad via Orientalis?
Mengapa pluralisme agama dengan mudahnya oleh mereka dijadikan bentuk toleransi beragama? Bukankah dengan bersyahadat berarti kita sudah paham atas konsekuensinya bahwa Islam adalah agama yang paling benar dan paling sempurna?
Mengapa mereka dengan mudahnya tergiur memandang dan memahami Islam dari kacamata Orientalis?
Mengapa mereka semudah itu terpengaruh doktrin ‘isme-isme’ yang merupakan karangan manusia?
Kalo virus 'isme-isme’ itu menjangkiti orang muslim yang minim pondasi dan pengetahuan Islamnya—misalnya saja selebritis—itu masih wajar menurut saya. Tapi kalo itu menjangkiti para intelektual muslim yang saya sebutkan di awal, rasanya sulit dipercaya atau gak make sense. “Kok bisa ya?”.
Bukankah para intelektual muslim itu harusnya memiliki pondasi aqidah dan pemahaman syari’at yang lebih baik ketimbang muslim yang awam? Logika saya masih belum bisa menerima. Sebab saat mereka tersentuh dengan berbagai aliran-aliran pemikiran dan filsafat, harusnya mereka lebih bisa membendung dan membentengi diri ketimbang muslim yang awam.
Bukan itu saja. Mereka (terutama santri dan alumni pesantren) yang punya bekal beberapa fan ilmu dan ilmu-ilmu dasar lainnya harusnya lebih bersikap kritis dan mau effort untuk menelaah ‘isme-isme’ itu dari sisi historisnya. Padahal sudah ada contohnya, misalnya ideologi feminisme. Lihat saja, aliran-aliran feminisme Barat yang mengandalkan kekuatan akal manusia sudah terbukti gagal dan gak mampu membawa masyarakat ke dalam keadilan dan keharmonisan. Kan lucu, mereka pengen berkiprah di ranah publik dan lepas dari tanggung jawab domestik, tapi justru mempekerjakan wanita sebagai pembantu di rumahnya. Adil gak tuh? Wqwq
Mengapa mereka latah terhadap Barat dan menganggap teori-teori yang ditawarkan oleh para Orientalis adalah suatu hal yang bergengsi?
Mengapa oh mengapa~
Kemungkinan besar jawabannya adalah:
Mengikuti hawa nafsu
Jiwa yang sakit
Nalar yang sakit
Emosi yang super labil
Ya Rabb, tunjukkanlah kami jalan yang lurus.
Jember | Sabtu, 23 Oktober 2021
15 notes · View notes
safscool · 4 years
Text
Uncertainty : antara berharap dan cemas
Menyikapi masa depan ini adalah tugas utama manusia. Mulai dari memahami ilmunya, merencanakan strategi dan mengusahakannya. Ranah usaha yang dilakukan manusia kemudian akan dimintai pertanggungjawaban.
Tentu emosi takut atau khawatir itu datang ketika memikirkan masa depan yang tidak pasti. Setidaknya manusia ingin tahu apa yang terjadi kemudian dipersiapkan dengan baik. Seperti diberi kisi-kisi bahkan diberi kunci jawaban ketika mengerjakan ulangan esok hari. Dengan begitu manusia lebih tenang. Namun gak menutup kemungkinan juga sebagian orang terlalu nyaman sehingga tidak mempersiapkan. Sehingga Allah menciptakan uncertainty sepaket dengan solusinya. Yaitu khauf dan raja'.
Rasa takut yang memiliki standard yang kompleks. Bersifat suci tanpa sedikitpun mudharatnya. Yaitu Khauf, takut atau khawatir atas ketidakridhoan Allah. Sehingga mendorong manusia melakukan kebaikan dengan murni sesuai yang Allah ridhoi. Waktu itu saya takut masa depan saya di kota perantauan. Saya takut terpengaruh oleh kelalaian dunia, sehingga setiap harinya selalu berdoa bahkan setiap ingat harus berdoa "Ya Allah jangan biarkan aku mengikuti perbuatan-perbuatan tercela, melalaikan dan tidak engkau ridhoi" berdoa dengan penuh rasa takut karena sebagai manusia yang lemah tidak dapat memastikan masa depan sedetikpun. Dan bahwa Allah yang maha melindungi dari segala kejahatan dunia. Takut yang tidak menyakitkan hati sama sekali.
Kemudian setelah takut adalah berharap, berharap dengan rasa berserah diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah. Esoknya saya mengikuti jalan yang ada dan Allah pertemukan dengan orang-orang sholeh dan sholehah. Karena sudah yakin bahwa Allah maha baik, maha pemurah dan penyayang. Bagaimanapun caranya, bagaimanapun keadaannya Allah berikan apa yang kita butuhkan.
Saat itu kelemahan bukan menjadi kehinaannya manusia. Malah menjadi bersih hati sehingga Allah sudah percaya bahwa hambaku ini berusaha dengan baik, berserah diri dengan penuh dan mengagungkanku tanpa sekutu sedikitpun. Hati kita bercahaya kemudian Allah berikan kejutanNya. Tiada rasa selain nyaman dan bersyukur tanpa henti karena keajaiban dari taqwa [Khauf dan Raja].
Fattaqullah ❤
2 notes · View notes
firdanfaza · 5 years
Text
Menonton Film Secara Islami, Mungkinkah?
Seorang kawan pernah bilang kepadaku supaya jangan kebanyakan nonton dan berhati-hati dalam menikmati film, nanti bisa kena ghawzul fikr (perang pemikiran) oleh pemikiran “Barat”. Singkatnya kalau film itu termasuk golongan fun bagian dari 3F yang ingin merusak generasi muda Islam selain food dan fashion.
Saya memang agak bandel saat menerima nasihat tentang film, saya pikir orang-orang seperti kawanku ini terlalu paranoid terhadap segala sesuatu berbau Barat. Namun setelah melihat perkembangan industri film sejauh ini, agaknya benar juga ucapan kawanku sekalipun itu tidak bisa dipukul rata terhadap semua film.
Sepengalamanku bahwa film dapat dipandang sebagai hal netral, baik dan buruk dilihat dari penggambaran isi dan orientasi tujuan yang ingin disampaikan, maka kita sendirilah sebagai penonton yang perlu memiliki landasan pemikiran Islam yang baik dalam memfilternya.
Masalah Epistemik pada Film
Film secara umum dapat dibagi menjadi fiksi dan non-fiksi. Film fiksi merupakan cerita yang berasal dari imajinasi individu, karena berangkat dari imajinasi maka fiksi tidak bisa dibenarkan sebagai fakta atau landasan ilmiah. Sedangkan film non-fiksi dibentuk dari dokumentasi hasil kejadian alam ataupun manusia, maka sering juga disebut film dokumenter.
Dalam beberapa kasus, film fiksi dirancang untuk mengeksploitasi kecenderungan subdoxastic (pembentukan pendapat) penontonnya untuk megenali mana yang benar dan salah di dalam cerita. Namun, disisi lain penonton cenderung salah paham terhadap cerita yang bersifat fiksi serta mengaitkannya sama dengan fakta. Kesalahan ini akibat dari ketidakmampuan penonton untuk berfikir secara rasional terhadap film (Gilmore, 2014).
Sebuah studio saat akan memproduksi film tentu bertujuan untuk menghasilkan uang. Terkadang sisi irasionalitas manusia akan digunakan sebagai bahan jualan dalam film. Penonton dibuat untuk membayangkan karakterisasi tokoh yang seolah-olah representasi dari dirinya atau seorang karakter yang diimpikan oleh angan-angan penonton akan laris manis dipasaran sebagai kebutuhan sosial.
Kecenderungan irasionalitas yang dimiliki setiap individu juga dapat membuat parasangka-prasangka yang salah. Contoh paling sering ditemui adalah bias warna kulit pada film-film konvensional dengan menampilkan penjahat sebagai orang kulit hitam atau bangasawan sebagai orang kulit putih. Prasangka rasial terjadi karena penonton gagal paham bahwa seorang tokoh memiliki cerita tersendirinya, sehingga dibenarkan dan dipercayai.
Penggambaran cerita dalam film fiksi perlu ditanggapi secara berbeda dengan kehidupan nyata. Apa pun yang terjadi dalam film biarlah itu menjadi kebenaran fiksi yang disampaikan kepada yang menontonnya dan tidak dibenarkan membawanya keluar menjadi fakta.
Semantara itu, Hongisto (2016) menemukan bahwa sebagian film non-fiksi atau dokumenter sungguh tidak benar-benar objektif. Meskipun merupakan hasil dokumentasi dari representasi kejadian alami tetapi ada sisi subjektifitas penulis naskah atau sutradara yang tidak bisa dihilangkan.
Kekurangan estetika dalam film ditutupi dengan kehadiran tulisan naskah yang menarik untuk menghindari kejenuhan dalam menonton, efek negatif yang terjadi adalah mengurangi keaslian dokumentasi. Maka penonton perlu menyadari adanya ketidakmungkinan menghasilkan representasi yang akurat dari dokumentasi subjek yang direpresentasikan.
Hal ini bukan berarti menghilangkan batas antara fiksi dan fakta, dengan menggunakan rancangan fiksi untuk merepresentasikan kejadian yang lebih akurat daripada yang asli. Sebaliknya, film dokumenter berusaha menginklusifkan antara fakta dan fiksi untuk mendalilkan realitas yang dihadapi.
Bilamana persoalan diatas tidak mampu dicerna dalam menonton film, saya khawatir para penonton akan bertindak secara pragmatis dalam menanggapi persoalan kehidupan nyata yang lebih kompleks. Bahwa kejadian hidup tidak hanya terbatas apa yang direkam dan melupakan sisi luar yang tidak terjangkau kamera.
Selayaknya penonton perlu memahami bahwa film merupakan produk budaya, yang bermakna juga sebagai produk manusia tentu tidak bisa dikatakan netral. Sebab proses pengambilan gambar, narasi, setting, dan hal-hal lain yang berkaitan pasti terbentuk oleh suatu pandangan hidup (worldview), pandangan hidup sendiri muncul dari pengenalan aspek budaya yang melingkupinya.
Menonton sesuai Koridor Islam
Saya disini akan merekomendasikan Islamisasi Al-Attas sebagai pondasi dalam landasan berifikir, berfokus pada pembahasan kebenaran filosofis dan melihatnya dari sisi praktikal isi film. Islamisasi berangkat dari prinsip-prinsip syariah sehingga akan mempengaruhi individu pada tataran normatif (Syamsuddin, 2012).
Tentu ajaran Islam tidak mengenal istilah film baik dalam Al-Quran dan Hadits. Sebab itu Islam membentuk pandangan hidup yang digunakan untuk menghadapi permasalahan kotemporer yang dinamis tersebut. Pandangan hidup Islam utamanya akan membantu dalam pencarian kebenaran dan menolak ide-ide yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Islamisasi dimulai dari dewesternisasi, Syed Al-Attas (2005) menjelaskan bahwa pandangan dunia Barat hanya terbatas pada aspek dunia saja yang bersifat empiristik, dan mendikotomi yang sakral dari yang profan.
Dewesternisasi dilakukan sebagai upaya untuk menerima informasi dari Barat setelah sebelumnya disesuaikan dengan pandangan hidup Islam, sehingga bukan berarti penolakan terhadap Barat secara menyeluruh.
Perlu dicatat bahwa islamisasi menempatkan khabar shadiq (berita yang terpercaya) sebagai salah satu sumber pengetahuan yang diakui otoritasnya. Khabar shadiq membuat kedudukan film haruslah didasari riwayat agama yang otentik atau sifat-sifat saintifik yang ilmiah.
Ketika individu menonton film akan terjadi proses penyampaian informasi dari film kepada individu, islamic worldview akan membantu untuk menolak adegan praktik atau gambaran filosifis yang berusaha dibenturkan pada aqidah Islam. Selain itu, informasi-informasi yang bertolak dengan hal saintifik akan dianggap sebagai hoaks yang tidak bisa diterima sebagai pengetahuan.
Ini akan sangat membantu individu saat menonton film yang penyampaian ide pemikirannya sangat cenderung berlandaskan pemikiran Barat. Isi utama pemikiran Barat berkutat dalam sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme yang akan sangat mudah ditemui dalam adegan serta narasi yang dibawakan.
Dari adegan yang diperlihatkan secara jelas sampai dengan narasi yang disampaikan secara bias namun mengundang unsur yang berusaha membungkam nilai-nilai Islam marak terlihat dalam film Eropa dan Hollywood bahkan ada juga dari studio film di Indonesia.
Landasan berpikir yang benar menghasilkan konsekeunsi alam pikiran terhadap tindakan nyata dalam kehidupan. Aktivtas berpikir tersebut akan menghasilkan implementasi pengambilan informasi untuk mengarahkan pada jalur spiritual.
Selain islamisasi, saya juga merekomdasikan konsep maslahah yang dijelaskan melalui teorinya Imam Al-Ghazali. Sebenarnya jika kita menelisik lebih dalam ide-ide pemikiran Syed Al-Attas maka itu merupakan pemahaman lebih lanjut dari pemikiran Imam Al-Ghazali.
Dalam pembagian maslahah ada yang namanya maslahah al-mursalah yang berupa manfaat-manfaat yang tidak disebutkan secara jelas baik dalam mendukung maupun menolak secara langsung dalam Al-Quran dan Hadits (Hidayatullah, 2018).
Kemaslahatan berangkat untuk mencapai tujuan shara’ yang harus dipelihara, ada 5 bentuk shara’ yaitu memilihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Adapun film, ia tidak ada dalil khusus yang menjelaskannya dan tidak pula ditolak oleh shara’ melalui dalil yang rinci.
Dengan begitu film bisa masuk dalam kategori ini, bahwa dengan menonton film dapat melihat sejarah masa lampau, medium dakwah dan mempelajari kejadian-kejadian alam maka film selayaknya boleh digunakan tergantung sesuai kondisi dan kebutuhan.
Namun apabila menonton film menjadikan sesorang individu melihat agedan yang haram, mempengaruhi cara berpikir sehingga merusak aqidah dan melecehkan orang lain maka menontonnya akan menjadi haram karena tujuan-tujuan tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat harus memahami pandangan hidup Islam dan konsep maalahah supaya tidak gagap dalam menyikapi budaya layar yang semakin hari semakin berlomba-lomba untuk menyediakan film-film terbaru dari berbagai macam genre, serta untuk penjagaaan diri dimana disrupsi membuat setiap orang mudah mengakses dan mengunduh film dari internet baik secara resmi maupun ilegal atau menontonnya secara gratis lewat televisi.
2 notes · View notes
muhammadscilta · 3 years
Text
Rahasia Produktif Menulis ala Ulama
✍🏻 Muhammad Scilta Riska
(Kontributor Majallah WIZ MAGZ)
Ini tulisan serial Menulis Ala Ulama.
Baca tulisan sebelumnya disini
Berbicara menulis ala ulama sesungguhnya kita sedang mengungkap bagaimana menjadi ulama itu sendiri.
Menulis salah satu tradisi keilmuan seorang ulama. Jika bukan ulama yang menulis, maka muridnya.
Ada banyak tips menulis juga lembaga/komunitas kepenulisan.
Menurut kami, para ulama rujukan terbaik.
Bagaimana menghasilkan karya-karya yang menjadi bagian peradaban Islam.
Kota Baghdad pernah menjadi pusat peradaban Islam. Disaat itulah lahir banyak karya para ulama. Demikian berbagai bidang ilmu dan dibukukan menjadi bagian penting peradaban.
Para ulama ketika menulis tidak sekedar menulis.
Kalau boleh dikata, ada spirit of Islam. Sehingga tulisan itu punya ruh.
Lantas, bagaimana mendefinisikan menulis perspektif Islamic Wordlview.
Menulis dimulai keikhlasan niatnya.
Kalau kita bertanya, siapa penulis Kitab Muwattha?
Imam Malik.
Padahal di zaman Imam Malik ramai orang menulis Kitab Muwattha.
Muwattha sebenarnya Kitab hadits yang disusun berdasarkan Bab fiqih.
Namun yang sampai manfaatnya pada kita adalah karya Imam Malik.
"Maa lillahi Baqi, apa yang karena Allah, itulah yang akan abadi" sebut Imam Malik saat ditanya tentang kitabnya.
Inspirasi tulisan ada pada kekuatan niatnya.
Menulis tujuannya apa?
Alasan ini membuat kita tetap menulis.
Jika niat menulis hanya menjadi syarat kelulusan, maka setelah tidak ada tuntutan apakah masih menulis?
Jika menulis hanya ingin mengumpulkan 'cuan', maka kalau tidak ada royalti apakah masih tetap menulis?
Beberapa penulis akhirnya berubah genre ke tulisan yang lebih 'menghasilkan'.
Mendapatkan imbalan dari tulisan hanyalah 'efek' bukan tujuan.
Jika menulis hanya mencari ketenaran, jika ternyata tidak ada yang membaca, apakah kita tetap menulis?
Jadi menurut hemat kami, tujuan menulis adalah jihad bil ilmi. Diniatkan sebagai ibadah. Ada perubahan yang kita harapkan dari sebuah tulisan. Ada dakwah ingin kita tegakkan.
Jika niatnya ibadah, pastinya tidak akan menulis yang 'aneh-aneh'. Seperti tulisan yang mengundang 'kontroversi', memecah persatuan atau mengandung nilai yang tidak sesuai syariat.
Niat dalam menulis sangatlah menentukan kekuatan tulisan.
Paling sederhana kita menulis ingin menebar kebaikan, berbagi manfaat. Tulis yang bermanfaat.
Ingin menunjukkan kebenaran dan menjelaskan keburukan.
Agar kebaikan sampai pada orang lain.
Menulislah.
Ada kebaikan yang ingin kita suarakan.
Ada kebenaran yang akan kita sampaikan!
Menulislah dengan hati. Apa yang ditulis dari hati akan sampai ke hati pula.
Jadi, mulailah menulis dari hal-hal kehidupan sehari-hari. Apa yang kita rasakan, baca, lihat dan saksikan semoga bermanfaat minimal pribadi sebelum orang lain.
Siapa tahu dari salah satu kalimat yang kita tulis menginspirasi orang lain melakukan kebaikan.
Dan itu sudah cukup membantu mewujudkan kebaikan di dunia ini.
Wallahu 'Alam.
1 note · View note
ikhwanrumli-blog · 7 years
Video
@Regranned from @bestary.naufal - Binatang aja paham yang mana pasangannya, apalagi manusia yang mempunyai akal!! Jangan sampai kita lebih bodo dan hina daripada binatang!! Semoga kita terhindar dari penyakit LGBT, karena penyakit ini mengundang laknat Allah.. . . . Tempat. . Masjid Raya Pondok Indah #akhyartv #ustadzadihidayat #madanitv #IslamicWorldView #dakwahmyadvanture #dakwahakhirzaman #instagood #instagram #instagood #mualaf #malaysia #afganistan #indonesia #gaza #muslimcyberarmy - #regrann (di Masjid Raya Pondok Indah)
1 note · View note
jalaninjaque · 5 years
Text
Pusing tapi manis, tapi pusing lebih mendominasi sih...
Mau nulis kata-kata manis, tapi kayaknya gak ada gitu yang bisa mewakilkan perasaan dan pusingnya dua puluh pekan bersama, apalagi pusing menghadapi materi-materi kemarin, tugas-tugas, juga deadline.⁣
Tumblr media
Mungkin kalau ada yang harus diungkapkan, itu adalah betapa seriusnya teman-temanku ini. Keseriusan mereka semua terlihat dengan kerennya materi yang mereka bawakan kemarin. Hasil berpusing-pusing, nyut-nyutan, sakit gigi, sakit pinggang (haha gak deh) selama dua puluh pekan sebelumnya juga terlihat, karena semua paper dinyatakan layak untuk dipublikasikan oleh gurunda kita, ustadz Akmal. Meski kelulusan kita semua masih menggantung di tangan-tangan tak terlihat. Hehe
Tumblr media
Lagian buru-buru banget mau menyandang predikat alumni, emang buat apa sih? Konten? haha haha haha
Tapi sebenernya ngapain sih ikut SPI? Ikut kelasnya pusing, tugas reportase bikin pusing, tugas karya tulis juga pusing, apalagi tugas akhir bikin paper duh pusing banget. Bahkan, selesai kelas dan setelah dinyatakan lulus pun kalian akan merasa makin pusing.
Tumblr media
Loh iya? Ngapain toh kita ikut-ikutan hal yang bikin pusing? Kerjaan udah bikin pusing, kuliah juga, masalah organisasi, atau mungkin masalah keluarga juga udah njelimet. Ngapain memenuhi kepala dengan masalah besar, njlimet, rumit, sulit, jauh lebih sulit dibandingkan menurunkan rumus aliran dua fasa dan deg-degannya juga jauh lebih kencang dibandingkan dengan menjelaskan kenapa aliran dua fasa homogen di horizontal tube menghasilkan daya yang optimal dari yang vertikal. di depan Prof Rangkuti, meski baru membayangkan aja sih hehe.⁣
Namun, bukankah menjalani hidup yang banyak orang bilang "never last" ini akan lebih bermakna jika kita mengetahui perkara masalah dan berjuang untuk menyelesaikannya?⁣ ⁣ Buya Hamka dengan sangat sederhana mengungkapkan, jika kita hendak menyelidiki bagaimana konsepsi yang dikemukakan Islam terhadap susunan masyarakat, pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, dan keadilan sosial, belumlah akan dapat apa yg kita cari itu sebelum kita pelajari terlebih dahulu pokok pendirian Islam.⁣
Tumblr media
Dan dari pernyataan beliau tersebut, aku bisa dengan yakin menyimpulkan bahwa ikut kelas SPI itu sama saja dengan mencari masalah dan berpusing-pusing ria. Namun, tentu kita takkan bingung untuk menentukan yang mana masalah, yang mana sumber masalah, dan bagaimana menguraikan masalah sebelum menyelesaikannya. ⁣ Disini kita pusing bersama karena menjadi paham apa masalahnya, namun juga tidak menyerah karena meskipun pusing, kita terlibat tak hanya di keilmuan, tapi mungkin saja di kemenangan yang tak kita lihat akhirnya. Baarakallaahu fiik guru-guruku. ❤  Semoga sukses saudara-saudariku  ❤
Tumblr media Tumblr media
0 notes
hanifizzatullah · 7 years
Photo
Tumblr media
Hiruk pikuk kehidupan modern yang begitu gemar pada segala yg rasional dan selalu menuntut bukti empiris telah mengantarkan manusia pada titik nadir kegersangan spiritual yang dalam. Manusia-manusia di berbagai penjuru kota dunia telah terpojok pada rasa frustasi yg sangat karena kegagalan mencapai kebahagiaan, ketenangan jiwa, dan keselarasan hidup. Jiwa manusia di musim globalisasi yang gersang semakin merindukan hal-hal spritual, suatu pengalaman batin tentang yang ghaib. Di dunia semacam itu, lahir sebuah paham yg menenteramkan dan seolah memberi jalan keluar bagi manusia. Sebuah ajaran mengenai Pluralisme Agama. Paham ini mengangankan robohnya sekat-sekat antar agama, dimana semua agama dapat berdamai dan berjalan bersama menuju keselamatan dan kebenaran, bahwa semua agama ialah jalan yang sama-sama sah dan sama pula benarnya menuju Tuhan yang sama. Maka kebenaran dan keselamatan begitu menjadi begitu lumer. Setiap agama, apa pun nama dan bagaimana pun ritusnya, ialah sama-sama jalan yang sah menuju keselamatan dan kebenaran yg diangankan sebagai abadi. Apa yang disebut Pluralisme Agama tadi kini telah merayap halus di keseharian kita. Paham ini menjelma seindah mungkin dalam bermacam laman internet, buku, lagu, hingga promosi kebebasan beragama, serta bentuk lainnya. Tentulah kewaspadaan kita teramat diperlukan, sebab paham ini mengalir seperti air sejuk menyentuh tanah kepanasan. Yang tak waspada, boleh saja terpikat olehnya. Dari pemaparan tadi, teramat perlu kehadiran sebuah telaah kritis dan mendalam terhadap paham ini. Buku ini hadir diikhtiarkan memberikan jawaban bagi kerancuan paham Pluralisme Agama tersebut yg membahayakan aqidah ini. Bahwa tidaklah benar kebenaran dan keselamatan ada di setiap agama. Ditulis oleh para cendikiawan yg mengkhususkan dalam bidang ini yaitu Hamid Fahmy Zarkasyi, Adian Husaini, Adnin Armas, Fahmi Salim, Malki Ahmad N, Noor Shakirah Mat A, Sani Badron, Wan Azhar Wan Ahmad, dan M. Azizan Sabjan. Buku ini sangat disarankan bagi khususnya para kalangan akademisi, dan tentunya kita masyarakat Islam secara umum. #insists #islamicworldview #pluralism #islamicbook #bookstagram #book #reading #ulasbuku #bookreview (at IMF Business School)
1 note · View note
alfuwisdoms · 5 years
Text
FILSAFAT ILMU Prof. Dr. Musa Asy’arie
Perbincangan tentang Ilmu pengetahuan tidak akan ada habisnya salahtunya ialah dalam Filsafat. Sedikit tabuh ketika berbicara tentang Filsafat dan Islam, ada kubu yang mengaharamkan dengan keras tentang Filsafat ada juga kubu yang mengatakan dalam tradisi Islam terdafat Filsafat yang luhur bukan berkiblat dari Yunani tetapi ia adalah Akumulasi dari Intisari-intisari Al-qur’an, Sunnah dan Nalar “salim” dari para Ulama.
Dikatakanlah “Filsafat Islam” , Prof. Dr. Musa Asy’ari mengatakan dalam pengantar buku “Filsafat Islam : Sunnah Nabi dalam berfikir”. Beliau berkata:
Filsafat Islam itu sudah terang benderang dan berpusat pada tradisi berfikir seorang Nabi, dan merupakan sunnah Nabi Muhammad saw., dalam berfikir, yang sudah dijalaninya bertahun-tahun dan telah berperan dalam membentuk pandangan hidupnya, yang seharusnya menjadi teladan  bagi umatnya, sehingga keberadaan seorang adalah untuk membangun dan menjaga kebudayaan tetap berkembang diatas martabat kesusilaan dan spiritualitas kemanusiaan universal.[1]
Dari penjelasan diatas, mengandung inti yaitu Filsafat Islam sudah jelas dan terang karena umat Islam mempunyai tokoh yang dijadikan panutan dalam segala aspek totalitas kehidupan,  salah satunya dalam kerangka berfikir atau dalam Filsafat. Dan sepatutnya kita sebagai umat Muhammad SAW meniru cara berfikir Nabi Khotimul Anbiyaa’sehingga keteladanan beliau dapat kita aplikasikan dalam menjaga budaya yang didasai martabat moral yang berwibawa dan semangat spiritualitas untuk manusia secara universal.
Kemudian Prof Asy’arie melanjutkan penjelasannya beliau berkata:
Sayangnya sunnah Nabi dalam berfikir ini tidak dikembangkan oleh umatnya sendiri, bahkan tidak jarang yang meragukan keberadaanya, padahal seorang Nabi pada hakikatnya hadir untuk meluruskan umatnya dalam berfikir dan bertindak sebagai kesatuan yang tak terpisahkan, ibarat proses dan produk, maka umat lebih meniru produknya, bukan prosesnya, padahal produk hanya sebagai hasil akhir saja dari suatu proses, sehingga tanpa memahami secara benar tentang produknya. Mungkin karena umat tidak mengusai prosesnya, maka umatpun tidak melahirkan suatu produk, akibatnya kebudayaan macet dan dinamika kreatifitas mampet, umat menjadi konsumen “peradaban”, tidak pernah, menjadi produsen “peradaban”.[2]
Jika melihat pernyataan beliau dapat diambil deskripsi bahwa tujuan Nabi diturunkan Allah adalah untuk  kemaslahaatan diseluruh lini kehidupan tak terkecuali dalam ranah pemikiran seorang Muslim. Umat sekarang sangat sedikit berfikir dan mencari proses dari produk yang diaplikasikan umat sekarang, sehingga terjadi kemacetan Dinamika dalam berfikir kemudian berimplikasi pada budaya kosumen peradaban bukan budaya produsen peradaban.
Dalam merekonstruksikan apa itu Filsafat Islam, Prof. Musa berangkat dari surat Al-Alaq “Iqro’ bismirobbika aldzii kholaq” dalam penjabaranya, beliau menjelaskan bahwa ayat tersebut adalah dasar sebuah metode rasional transendental yaitu metode yang menjelaskan proses berfikir dan Produknya dalam Filsafat Islam yang disusun secara sistematik.[3]
Selanjutnya beliau menjelaskan maksud dari Rasional Transendental, beliau berkata:
“Dalam Rasional Transendental, maka dimensi rasionalnya dicapai melalui pikir, atau ijtihadyaitu kesungguhan berfikir yang radikal, dan dimensi transendentalnya dicapai melalui dzikir, atau ijtihad yaitu penyatuan dalam kegaiban, rujukannya pada kitab Al-qur’an sebagai doktrin yang menuliskan dimensi transenden dan hikmah profetik dan proses berfikir mendalam, sebagai suatu sunnah Rasulullah dalam berfikir, yang telah dijalaninya secara konsisten, yang menjadi metode filsafatnya. Bisa saja terjadi gugatan atas istilah yang dipakai, sebagai hal yang wajar dalam kehidupan akademik, akan tetapi substansinya tidak akan dapat dihilangkan oleh gugatan itu, karena sudah lama terukir dalam sunnahnya, yang terekam abadi dalam sejarah kenabiannya sendiri”.[4]
Dari pernyataan beliau terlihat jelas makna rasional  yaitu akal atau ijtihad yang sungguh-sungguh atau Radikal kemudian dipadukan dengan Transendental yaitu dimensi gaib yang rujukannya Al-qur’an, Hikmah Profetik dan proses berfikir dari Rasulullah yang mendalam. Dari penjelasan diatas juga mengandung Intregasi antara Akal fikir yang radikal tetapi diimbangi dengan doktrin dasar Islam yaitu Al-qur’an yang difiguri oleh Rasulullah dalam segi cara berfikir. Maka dari Intregasi diatas jalan pemikiran akan terarah dan mendalam. Meskipun kemungkinan ada gugatan tentang teknis penggunaan metode tetapi itu wajar dan yang terpenting adalah substansinya yang tak akan pernah hilang karena keluhuran Rasulullah SAW sendiri.
Dari pengantar diatas bisa direkonstruksikan bahwa sumber dari Filsafat adalah dari Akal “salim” yang mendalam dan merujuk pada Doktrin Al-Qur’an yang diwujudkan oleh proses berfikir sang baginda Nabi Muhammad SAW, dalam kajian ini alangkah baiknya memulai dari makna hakikat dari Filsafat Islam.
1 note · View note
supraha-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
#IslamisasiSains GELORA ISLAMISASI SAINS DI MADINA SCHOOL TEBET Tidak ada yang bebas nilai di dunia ini. Jika kita tidak mengambil jalur Islamisasi, maka yang jelas kita menguatkan jalur selainnya, mungkin Westernisasi atau selainnya. Demikian pula di bidang sains, ia adalah ilmu untuk hidup. Namun bagaimana konsep yang dipahami tentang ilmu dan tentang hidup, sangat bergantung kepada ma'rifatnya kepada Tuhan. #adabinsanmulia #adab #sains #islami #islamicworldview (at Madina Islamic School Tebet)
0 notes
mymisykat · 7 years
Photo
Tumblr media
Like human, you are an grown up now. Semoga makin kokoh akarnya ke bumi, menjulang dahannya ke langit dan memberi 'makan' sekelilingnya dengan ilmu dan hikmah, dengan izinNya. #insistsindonesia #islamdinusantara #15thinsists #niche #misykat #islamicthoughts #thinkthank #education #research #publishing #islamicworldview (at INSISTS Indonesia)
0 notes
gusfaniie · 7 years
Photo
Tumblr media
[Liberty dan Responsibility] . Adalah Victor E. Frankl, pencetus madzhab ketiga Psikoterapi Wina itu memiliki gagasan menarik. Dalam Man's Search for Meaning ia berkata, "...Saya menyarankan agar patung Liberty yang telah ada di pantai timur Amerika diimbangi dengan pembangunan patung Responsibility di pantai barat Amerika." . . Ya, adakah entry untuk kata tanggungjawab dalam kamus peradaban Jahiliah? . . "Apakah bila kita telah mati dan kita menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar akan dibangunkan untuk diberi pembalasan?" (Q.s. Ash-Shaffat [37]: 53). . #bersambung #buku #sbasm #salimafillah #books #tulisulang #liberty #responsibility #bebas #bertanggungjawab #pemikiran #worldview #islamicworldview #pemikiranislam #catatanila #menulis #peradaban #jahiliah #jahiliyah
0 notes
safscool · 4 years
Text
Uncertainly
Masa depan bukan kuasanya manusia. Takdir demi takdir itu sudah rapi tersusun semenjak manusia belum di lahirkan ke bumi. Sudah terurus sedemikian rupa tanpa perlu dipusingkan berlebihan atau pusing tanpa arah.
Namun manusia-tetaplah manusia yang penakut dengan masa depannya. Mengkhawatirkan situasi tidak nyaman atau keadaan yang lara. Besok makan apa ?, bagaimana ujianku selanjutnya ? Apalah aku bisa mengerjakan ? Daganganku besok bagaimana ? Dan segala ketidakpastian yang menanti.
Sebab manusia tugasnya mengemban amanah, bukan menentukan peristiwa. Sesempurna merencakan event seringnya ada tantangan dilapangan yang tidak terprediksi atau ternyata kurang bisa mengendalikan. Sebuah peristiwa yang menjunjukkan bahwa sempurna bukan sifatnya manusia. Ada yang lebih kuasa menyempurnakannya.
Sesuatu yang tidak kita ketahui kepastiannya adalah bentuk belajar mengenali diri, dunia pun Tuhan. Dari ketidakpastian setiap detik ini kita makin tahu bahwa kita adalah hamba yang tidak pantas sombong sedikitpun. Dunia memang terjal tapi selalu ada kejutan yang terselip dari ketidakpastian itu. Dan sungguh sebaik-baik kejadian adalah dariNya.
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Rabb-ki, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (Al-Isra' : 85)
Maka menjadi manusia adalah mengusahakan pencapaian dengan kebaikan-kebijaksanaan. Kemudian berserah diri untuk menerima kesempurnaan dari Allah, serta mengelola jiwa tetap bercahaya.
Fattaqullah ❤
1 note · View note
firdanfaza · 5 years
Text
Mukadimah
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Warahmatuallahi Wabarakatuh
Tulisan-tulisan yang akan saya tuangkan di tumblr kedepan merupakan sebuah opini pribadi dalam menanggapi masalah-masalah kotemporer, terutama pembahasan adab kepada budaya populer seperti film, buku dan berbagai media lainnya, kendati opini pribadi saya harap apa yang terlontar masih dalam koridor pemikiran Islam sehingga ide tulisan tersebut tidak akan memberatkan saya di yaumul hisab kelak, meski tidak seberapa saya tentu ingin amal baik yang didapat, maka berikanlah kritik karena itu sangat diperlukan, semoga itu terhitung kebaikan untukmu dan untukku, semoga.
Wassalamu’alaikum Warahmatuallahi Wabarakatuh
2 notes · View notes