Tumgik
#keluh kesah dalam islam
mamadkhalik · 5 months
Text
Catatan Kemenangan : Kenapa Dakwah?
*Baca judul pake nada, "Kenapa Bandung?
Kenapa dakwah? kenapa harus capek-capek ngurusin orang lain? ngurus diri sendiri saja belum selesai.
Tumblr media
Pernahkah kamu ketika aktif di Lembaga Dakwah Kampus merasa lebih baik dari orang lain? pernahkah kamu sekadar membaca satu atau dua buku tentang dakwah lantas merasa paling paham akan masalah umat? Saya pernah!
Satu realitas yang perlu dipahami, ketika aktif dan masih istiqomah dalam agenda dakwah, belum tentu kita lebih baik dari orang lain yang tidak ikut LDK, atau belum tentu juga kita lebih baik dari mereka yang "berguguran di Jalan Dakwah"
Pernah suatu masa saya membuka lockscreen HP seorang kawan yang bukan golongan "ukhti-ukhti LDK". Apa yang terpampang sangat mencengangkan. Checklist amal yaumi yang cukup penuh dan sangat jauh dibandingkan saya yang aktif di LDK.
Boleh jadi mereka itu lebih unggul dalam amalan ibadah lain, bedanya mereka tidak share di medsos seperti kita saat share agenda-agenda LDK. Jangan pernah ujub diri.
Saya sadar bahwa diri ini sangatlah jauh dari kata sempurna, masih banyak melakukan dosa dan tidak memiliki ilmu yang banyak untuk melakukan agenda dakwah yang besar. Maka, prinsip saya adalah menjadikan aktivitas dakwah hari ini sebagai amalan unggulan untuk meraih pahala, bukan untuk menjudge orang lain, sembari memperbaiki diri, dan mencari ilmu dari orang-orang yang shaleh.
Dalam keberjalanya, saya mengetahui realitas kedua bahwa apa yang kita lakukan melalui LDK ternyata belum cukup. Problem erasa lebih baik dari orang lain adalah satu dari banyak sindrom yang menjangkiti ADK. Kita masih dipandang ekslusif oleh mereka. Banyak gunung es yang belum kita lihat. Sungguh, amanah kita begitu berat kalau hanya dipikul oleh satu orang.
Di jalan dakwah ini, alhamdulillah saya banyak bertemu orang-orang yang memiliki kemampuan sebagai pendengar yang baik. Saya menyimpulkan bahwa salah satu kunci keberhasilan dakwah mungkin sesederhana menjadi pendengar yang baik.
Kita tentu memiliki segudang masalah kehidupan dan terkadang kita juga sudah tahu penyelesaianya. Tapi di hati kita yang terdalam butuh validasi dan didengarkan. Mungkin dari tahap ini akan meluluhkan mad'u dakwah dan perlahan siap untuk menerima fikrah islam yang lurus.
Realitas ketiga, banyak yang tidak menyadari bahwa sejak kecil model pendidikan Islam kita adalah membiasakan ibadah tapi minim pemahaman kenapa kita harus berislam. Maka tak heran munculnya gelombang hijrah sebagai sarana mencari jati diri dan alasan untuk berislam. Banyak yang berhasil, banyak juga yang gugur.
Kembali ke bagian sebelumnya, ini menjadi tantangan terkhusus untuk LDK menjadi perantara bagi orang di luar sana, agar kembali memahami esensi kenapa harus berislam, dimulai dengan menjadi teman yang baik, mendengarkan setiap keluh kesah mereka, lalu mengajaknya dalam proyek kebaikan.
Terdengar mudah tapi sulit dipraktekan. Kurang lebih itu alasan saya kalau ditanya kenapa berdakwah.
Arsa Coffee & Library, 13 Syawal 1445 H.
youtube
23 notes · View notes
swit-purple · 1 month
Text
Apa maksud redha..😊
Redha ialah kita terima sesuatu ujian Allah dengan hati yang sabar dan terbuka ,perasaan yang tenang serta berlapang dada..
Kita tidak akan boleh menyelesaikan sesuatu masalah berpandukan emosi dan akal semata-mata.
Bahkan perlukan keimanan kepada Allah sebagai tempat pergantungan dan penyerahan kita.Barulah kita akan berasa lega dan tenang.
Lihatlah ujian dari sisi yang baik kerana setiap yang berlaku ada hikmahnya. Allah tidak pernah menzalimi hambaNya dan tidak pernah menjadikan sesuatu perkara dengan sia sia.
Jadikan ujian itu sebagai pembakar semangat yang memberi kekuatan, bukan melemahkan kita.Hadapinya dengan jalan sabar dan solat.
Sabar menghadapi ujian tidak bermaksud kita hanya tunggu dan berserah tanpa sebarang usaha.
Sabar dalam Islam ialah menerima, menghadapi dan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik tanpa menyalahkan taqdir.
Bagi orang mukmin, redha dan tenang hanya dapat dikecapi apabila mereka kembali kepada Allah tiap kali ditimpa musibah.
Sifat suka mengeluh dan sentiasa resah adalah fitrah manusia. Namun mereka yang mengambil Allah sebagai jalan penyelesaian pasti akan redho dan tenang ketika dilanda masalah.
Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam firmanNya :
"Sesungguhnya manusia diciptakan bertabiat keluh kesah. Apabila ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah dan apabila mendapat kebaikan dia sangat kedekut. Kecuali orang yang mengerjakan solat. Iaitu mereka yang sentiasa mengerjakan solat".
(Al Ma'arij : 19-23)
=================
3 notes · View notes
retorikadyf · 1 year
Text
Katanya Kader Dakwah Kok Mastatho'tum Diri Saja Rendah ?
Mastatho'tum kita itu terlalu rendah terlalu banyak keluh kesah dan keputusasaan dalam fikriyah dan jasmaniah padahal dalam perjuangan dakwah dan menebarkan kebermanfaatan Mastatho'tumnya itu saat ruh di ujung kerongkongan.
Mana yang katanya pengen bermanfaat? Mana yang katanya ingin memperjuangkan dakwah islam wabil khusus dalam politik islam? Kita adalah kader dakwah jangan cengeng, jangan baperan hadapi persoalan apapun dengan tauhid dan niat yang kuat karena kita sengaja di persulit agar kita terbentuk, sengaja kita diberikan rasa berat dan capek agar kita menjadi umat yang tangguh dan dirindukan oleh Rasulullah.
Siapa lagi yang akan meneruskan perjuangan Rasulullah dalam berdakwah kalo bukan kita? Seberapa sulit Rasulullah membangun peradaban dari politik dan negara kecil yastrib menjadi negara besar islamiyah tetapi kita tidak mau berjuang dalam politik dan kebermanfaatan umat, bayangkan dengan satu kebijakan politik mampu menghancurkan khilafah ustmani dan peradaban islamiyah. Mari teruskan warisan langkah dakwah dan kebermanfaatan , mari berlelah lillah di jalan Allah dan Rasulullah
Didi Yusup
7 Juni 2023
21.27 WIB RS PUSRI
6 notes · View notes
abubuaa · 1 year
Text
Ikat dulu Perutnya
Malam ini kembali berkumpul dengan jamaah tangguh yang sedang membuktikan bahwa alumni Ramadhan tahun ini makin semangat dalam menjaga amal ibadahnya.
Ada begitu banyak bahasan perihal umat baik terkait kondisi medan dakwah dilingkungan masyarakat agar syiar dakwah tersampaikan, mengevaluasi beberapa program kerja masjid, dan membahas rencana kegiatan memakmurkan masjid baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Diskusinya begitu alot, pengalaman dan pemikiran sesepuh berdaging semua. Sehingga begitu lahap untuk disantap anak muda seperti saya.
Begitu banyak point yang dapat diambil, dan sudah tergambar cukup jelas kedepan mau dibawa kemana arah syiar dakwah masyarakat ini.
Tak lupa juga ada begitu banyak keluh dan kesah dari pembahasan problem-problem yang terjadi beberapa waktu belakang.
Ada ucapan yang saya pin malam ini yakni "Memang cakinilah capek mengurus umat" Wkwk ujar salah seorang ustad
Mengurus umat itu memang begitu melelahkan, tetapi itulah tantangannya. Pahalanya juga InsyaAllah sebanding bahkan bisa jadi berlipat-lipat kali lebih besar jika ditimbang menggunakan neraca Allah, tidak ada yang sia-sia dalam lelahmu untuk mengurus umat"
Mereka yang berjuang memakmurkan masjid, menghidupkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat, terus menerus mengkobarkan semangat dakwah.
Setidaknya hal itulah yang bisa saya ambil pada perkumpulan dengan bapack² pengurus masjid malam ini.
Sebagai seorang pemuda sudah sepantasnya menjadi garda terdepan. Akor?
Sehat-sehat selalu pak :)
-Abubua
Tumblr media
*Pengurus Inti Peribadatan Masjid dan Syiar Islam banyak job nih.
4 notes · View notes
sunda-akur · 1 month
Text
Para sufi menggunakan kata huzn (kesedihan) sebagai lawan kata dari kegembiraan dan kegembiraan, dan untuk mengungkapkan rasa sakit yang diderita seseorang saat menjalankan tugasnya dan mewujudkan cita-citanya. Setiap mukmin yang sempurna akan terus menderita kesakitan ini sesuai dengan derajat keyakinannya, dan menjalin jaringan kehidupan dengan “benang” kesedihan di “alat tenun” waktu. Singkatnya, seseorang akan merasakan kesedihan hingga ruh Kebenaran Muhammad dihembuskan ke seluruh penjuru dunia, keluh kesah umat Islam dan masyarakat tertindas lainnya berhenti, dan aturan-aturan Ilahi diamalkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
0 notes
ngajidenganwan · 6 months
Link
Explore the Quran as a timeless treasure map, where every verse is a signpost guiding you towards the treasures of faith, wisdom, and inner peace. 🗺️💎 #QuranicTreasureMap #SignpostsOfFaith
0 notes
wahyu-----putra · 8 months
Text
Alasan Rasional mengapa banyak yang masih pacaran ...
Alhamdulilah ...
kita semua tahu bahwa mengapa pacaran sebelum halal itu dilarang dalam agama...
bahkan agama lain pun juga melarangnya...
untuk anda yang penasaran maka yuk simak dan baca hingga habis yaa 😊
sekarang kita menggunakan dalil agama yaa ;
agama islam Al-Quran surah Al-Isra ayat 32 oke Fix tidak bisa diganggu gugat ...
Dalil Rasional :
Semakin dewasa Seorang perempuan, semakin besar pula sandaran yang ia butuhkan... dan itulah mengapa ketika seorang wanita terlalu kaku ketika sharing dengan sahabatnya ataupun keluarganya maka ia akan mudah sharing dengan telinga yang siap mendengar keluh kesah kehidupanya...
ini adalah fakta lapangan yaa...
2. sementara lelaki ...
ia adalah makhluk visual tapi kalau diriku lebih ke makhluk rasional yaa hehehe...
dan mereka terbagi menjadi 2 yaitu
seorang yang menggunakan akalnya untuk masa depan
seorang yang menggunakan akalnya untuk mencari kenikmatan semata ... entah itu dari harta yang gak selesai-selesai entah itu dari judi online, miras dll (lingkaran setan) dan juga mereka yang memberikan perhatian (kepada wanita) akan tetapi tidak ingin bertanggung jawab di dalamnya ...
itulah mengapa Allah SWT melebihkan dari segi akal pikiran bukan untuk kenikmatan semata, akan tetapi untuk memikirkan masa depan yang ada ...
dan ingatlah ...
seorang pria itu tidak akan lahir dari seorang perut unta seperti halnya kisah nabi sholeh yang mana seorang unta yang muncul dari sebuah batu ...
tapi pria itu akan lahir dari rahim-rahim yang beriman serta bertaqwa dan juga dari rahim-rahim pilihan Allah SWT dan juga melalui proses pendidikan serta rezeki yang halal dari kedua orang tuanya ...
semoga menginspirasi dan memberikan gambaran baik untuk kita semua aammiin yaa rabbal "Aalaamiin....
maka inilah alasanya kenapa banyak yang pacaran ...
Perempuan (Ingin didengar) tapi hanya untuk kebutuhan semata
Lelaki (ingin pelampiasan) tapi tidak ingin bertanggung jawab
ini diluar dari konteks fitrah kehidupan manusia yaa ...
semoga Allah menjaga kita semua dimanapun kita berada yaa...
jadi ingin pacaran setelah halal ?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
yaa menikah dulu lah wkwkwk😅
1 note · View note
alfxrmdhn · 1 year
Text
Jangan pernah berhenti melangitkan pinta kepada-Nya.
Salah satu bentuk kemuliaan dan kesempurnaan islam, seorang hamba diwajibkan untuk selalu bermunajat kepada Dzat yang menciptakannya. Doa termasuk ibadah bahkan yang paling mendasar dalam ibadah, oleh sebab itu pastinya tidak boleh dipersembah kepada selain-Nya. Doa merupakan salah satu ibadah yang paling banyak yang bisa kita lakukan dalam sehari semalam. Mulai bangun tidur hingga hendak tidur lagi, doa-doa pada dzikir pagi dan petang hari, keistimewaan doa keluar rumah, masuk dan keluar masjid, atau bahkan saat ibadah shalat.
Shalat secara bahasa berarti ad-du’aa’ bi khair, doa kebaikan. Diawalnya saja sudah dimulai dengan doa, seperti salah satu doa iftitah “Allahumma baa’id baynii wa bayna.... dan seterusnya” yang berisikan agar dijauhkan dan dibersihkan dari kesalahan-kesalahan. Lalu berlanjut ke permintaan yang minimal 17x kita minta sehari semalam. “Ihdinash-shiraathal mustaqim”, tunjukilah kami jalan yang lurus. Terus saat ruku' dan sujud pun berdoa, “Subhaanakallahumma rabbana wa bihamdika, allahummaghfirlii” yang artinya: Maha suci Engkau Ya Allah, Rabb kami dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku. Lanjut lagi poin-poin permintaan yang terkumpul padanya kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu doa diantara 2 sujud.
Tidak sampai disana, salah satu sunnah yang mungkin banyak dilupakan ialah doa yang dipanjatkan sebelum salam padahal ini termasuk waktu yang mustajab dalam berdoa. Sebagaimana wasiat doa yang diajarkan Nabi kepada Mu’adz,
اللَّهُمَّ أ��عِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, tolonglah aku agar selalu mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, shahih). Dan banyak versi doa sebelum salam yang lain.
Salah satu poin dari doa diatas adalah agar kita selalu ingat kepada-Nya. Dengan kita berdoa, maka saat itulah kita ingat Allah. Tuhan yang selalu mendengar segala keluh kesah, senantiasa mengabulkan segala permintaan dan harapan. Jangan tunggu sampai kesulitan dan musibah datang, barulah kita meluapkan segalanya. Rasulullah bersabda, “Ingatlah Allah di waktu senang pasti Allah akan mengingatmu di waktu sempit.” (HR. Tirmidzi dalam Shahihul Jaami').
Jangan pernah berhenti melangitkan pinta kepada-Nya. Saat lapang maupun sempit, pagi maupun sore, kapan pun dan di mana pun. Karena lagi-lagi, ada waktu-waktu dan tempat-tempat semacam 'booster' agar doa kita mustajab. Semisal diantara adzan dan iqomah, di sepertiga malam, bahkan saat hujan turun membasahi bumi.
Tidak akan merugi orang-orang yang berdoa. Meminta sepenuh hati agar asa menjadi nyata. Karena apa? karena berdoa salah satu ibadah yang 'effortless', ibarat cuma bermodal hati yang tunduk dan lisan lirih merangkai kata per kata. Dan, Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS. Ghafir: 60).
Cukuplah kisah Nabi Zakariya 'alaihissalam menjadi motivasi agar terus menerus berdoa sembari terus bersabar sampai Allah Al-Mujiib memperlihatkan kuasa-Nya. Di usia tua beliau, dikaruniai anak bernama Yahya 'alaihissalam. Yang secara logis tidak mungkin bisa terjadi, akan terjadi jika Allah berkehendak. Sebagaimana tertuang kisah tersebut dalam QS. Maryam: 4-9.
“dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku” (QS. Maryam: 4). Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam juga mengabarkan dalam haditsnya, doa seorang muslim dikabulkan dalam tiga cara: (1) dikabulkan, (2) ditunda dan diselamatkan dari bala sesuai dengan yang semisal atau (3) disimpan untuk hari kiamat, jadi pahala untuknya.
Tugas kita hanya menghambakan diri dengan memanjatkan doa, pun halnya dengan penerimaan sepenuh hati dan menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang terus berpinta, bersabar, dan ikhlas terhadap jawaban yang Dia beri pada doa-doa yang kita langitkan. Allaahumma aamiin.
1 note · View note
meowningful · 1 year
Text
⅓ + ⅓ + ⅓
"Gimana ya, Bu? Saya bingung. Anak saya berubah banget. Biasanya dia ga pernah kayak gini. Sekarang makin susah kalo dibilangin sama orang tua. Terus jadi jail banget sama adiknya. Belajar sama saya juga gamau, sekarang maunya belajar sendiri, gatau beneran belajar atau cuma baca-baca aja. Kalau saya ajak ngobrol baik-baik malah diam. Kalau saya kasih tau dengan nada tinggi malah marah balik ke saya. Adabnya ke orang tua jadi beda bu. Saya bangunin subuh pun susah, malah marah. Muroja'ah juga jadi ga semangat kayak dulu".
Sebuah keluh kesah dari seorang bunda yang anaknya diajar oleh saya. FYI, ini bukan yang pertama kalinya wkwk. Mungkin udah lebih dari 3 kali saya dapet keluhan senada dari beliau. Jujur, pertama kali saya denger keluhan itu rasanya seperti dipojokkan. Seolah-olah saya lah yang punya andil besar atas perubahan sikap anaknya. Saya lah yang belum bisa mendidik anak itu dengan baik. Pokoknya saya yang salah dan gagal. Padahal di sekolah, anaknya adalah anak yang baik adabnya dan juga cerdas.
Sekali, dua kali, tiga kali, sampai sekarang entah yang ke berapa kali, akhirnya saya punya sudut pandang lain. Fase merasa disalahkan, merasa bersalah, atau merasa gagal mendidik udah terlewati. Karena apaaa? Karena saya ingat sebuah pepatah wkwk.
"It takes a village to raise a child", isn't it?
Untuk mendidik seorang anak, kita butuh orang sekampung. Kebayang ga tuh sekampung kayak apa banyaknya. Berapa banyak orang yang harus terlibat dan bersinergi dengan kita untuk mendidik seorang anak. Kita butuh ekosistem pendidikan yang baik. Ayah, bunda, kakek, nenek, guru, teman sekolah, tetangga, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Bahkan, menyekolahkan anak di sekolah Islam aja ga cukup. Ga menjamin anak itu langsung jadi anak yang berakhlakul karimah atau auto hafidz Quran. Sinergi dengan orang tua, dan lingkungan yang kondusif juga punya andil besar dalam proses mendidik anak. Intinya adalah, ini tanggung jawab bersama.
Kembali pada keluh kesah sang bunda. Akhirnya saya dapet jawabannya, ada di kata bercetak tebal. Ternyata, bunda tersebut memilih saya sebagai teman berbagi. Berbagi tentang bagaimana bingungnya ia dengan perubahan perilaku sang anak. Tentang bagaimana belum siapnya ia menerima fakta, bahwa perubahan adalah sesuatu yang pasti pada diri manusia.
Beliau bingung, belum juga terlihat akar masalahnya. Belum juga nampak penyebab perubahan perilaku anaknya.
Saya sampaikan kepada beliau, bahwa perilaku anaknya sangat baik di sekolah. Ia cerdas, nilai akademiknya pun bagus, adabnya baik, dan juga akur dengan teman-temannya. Apa yang menjadi keresahan sang bunda sama sekali ga saya temukan jawabannya di sekolah.
Terussss gimana dong?
Gini, kepribadian anak dibentuk dari 3 hal. ⅓ dari keluarganya, ⅓ dari sekolahnya, dan ⅓ dari lingkungannya. Tapi, ⅓ dari keluarga (pola asuh) itu lah yang menjadi pondasi. ⅓ itu lah yang paling mengokohkan langkah sang anak. Sehingga guncangan dari luar ga akan terlalu berpengaruh terhadap pribadinya.
Maka, kalau kita ga nemuin jawaban itu di luar (eksternal), udah seharusnya kita mencari jawaban ke dalam (pola asuh keluarga).
Saling lempar kesalahan ga akan membuahkan perbaikan. Kurang bijak rasanya kalau kita saling tuding. Karena mendidik ini memang pekerjaan bersama.
Orang tua ga bisa sepenuhnya mengandalkan atau menyalahkan sekolah, dan sekolah juga harus siap untuk bersinergi—membangun komunikasi—dengan orang tua. Ditambah lagi menghadirkan lingkungan yang kondusif, supaya anak bisa mengimplementasikan ilmu yang didapat. Damai dan tenteram sekali bukan kalo kayak gitu? Saling dukung dan juga saling introspeksi 🙃
Semangat pokoknya untuk para guru, apalagi yang masih melajang. Harus mau belajar gimana cara mendidik anak, psikologi anak, cara handle keluh kesah orang tua biar ga panik duluan, dan malah ngawur jawabnya. Karena sejatinya mereka adalah partner kita dalam mendidik.
Selamat mendidik, semoga berbuah baik :)
0 notes
blogalloh · 2 years
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Baik Selamanya Selalu Merahmati Malaikat Pencatat Amal #Dakwah #Islam
Tumblr media
Roqib dan ‘Atid bukanlah nama malaikat, namun menunjukkan sifat malaikat. Sifat roqib itu menunjukkan malaikat yang senantiasa mengawasi manusia, berada di sisi kiri dan kanan. Sedangkan ‘atid menunjukkan malaikat yang selalu hadir di mana pun kita berada. Alhamdulillah Alloh Maha Baik Selamanya Selalu Merahmati Malaikat Pencatat Amal Allah Ta’ala berfirman, إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْ��ِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18) “(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 17-18). Ayat di atas menerangkan adanya malaikat yang mencatat amalan manusia. Setiap yang diucapkan oleh manusia pasti dicatat oleh malaikat yang selalu dekat dan selalu hadir. Malaikat tersebut tidaklah meninggalkan satu kata pun kecuali akan dicatat. Sebagaimana pula Allah menyebutkan dalam ayat lain, وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Infithar: 10-12). Para ulama berselisih pendapat apakah yang dicatat adalah seluruh ucapan. Al Hasan Al Bashri dan Qotadah mengatakan seluruh ucapan dicatat baik kebaikan, keburukan dan ucapan yang sifatnya mubah. Sedangkan Ibnu ‘Abbas berpendapat yang dicatat adalah ucapan yang bernilai pahala dan bernilai dosa (hukuman). Namun tekstual ayat menunjukkan seluruh ucapan dicatat, bukan hanya yang bernilai pahala dan dosa saja. Dari Thowus, Imam Ahmad berkata, يكتب الملك كل شيء حتى الأنين. فلم يئن أحمد حتى مات رحمه الله “Malaikat akan mencatat segala sesuatu sampai pun keluh kesah ketika sakit.” Oleh karena itu, Imam Ahmad tidak pernah berkeluh kesah ketika sakit sampai beliau rahimahullah menghembuskan nafas terakhir. Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat (yang artinya), “(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri”, lalu ia berkata, “Wahai manusia, telah dibentangkan padamu catatan amalan. Di sisi kalian ada dua malaikat yang mulia yang satunya berada di sisi kanan, yang lainnya di sisi kiri. Yang berada di sisi kanan, itulah yang mencatatat amalan kebaikan. Sedangkan yang berada di sisi kiri, itulah yang mencatat amalan kejelekan. Jadi beramallah semaumu. Baik sedikit maupun banyak, semuanya akan dicatat dalam catatan amalanmu. Dan itu akan bersamamu di lehermu hingga engkau di kubur sampai engkau keluar untuk dihisab pada hari kiamat. وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا “Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu“.” (QS. Al Isra’: 13-14). Al Hasan kemudian berkata, “Kelak engkau akan menghisab dirimu sendiri.” Pembahasan di atas disarikan dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir. Jika kita lihat dari perkataan para ulama, yang dimaksud dengan roqib dan ‘atid bukan nama malaikat namun menunjukkan sifat malaikat. Roqib adalah malaikat yang sifatnya selalu mengawasi. Sedangkan ‘atid adalah malaikat yang sifatnya selalu hadir di sisi manusia. Sebagaimana diterangkan dalam Tafsir Al Jalalain karya Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi. Begitu pula diterangkan dalam Zaadul Masiir karya Ibnul Jauzi bahwa roqib adalah sifat malaikat yang senantiasa mengawasi di sisi kanan
atau sisi kiri. Sedangkan menurut Az Zujaaj, ‘atid adalah malaikat yang memiliki sifat selalu hadir di mana pun seseorang berada. Dari sini, kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa setiap kita akan diawasi oleh dua malaikat yang bertugas mencatat amalan yang baik dan buruk. Jika memahami demikian, semestinya kita semakin serius untuk beramal kebaikan dan berusaha menjauhi kejelekan di mana pun kita berada. Karena ingatlah semuanya akan dicatat! Hanya Allah yang memberi hidayah untuk beramal sholih dan meninggalkan keburukan. — Ditulis saat waktu senggang di Kampus UMY, Gamping, D. I. Yogyakarta, 25 Jumadal Ula 1434 H www.rumaysho.com Sumber https://rumaysho.com/3289-roqib-dan-atid.html بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. Alhamdulillah Alloh Maha Baik Selamanya Selalu Merahmati Malaikat Pencatat Amal
0 notes
punteuet · 2 years
Text
Cara Melawan Setan Dengan Mudah
Cara Melawan Setan Dengan Mudah
Ahmadalfajri.com – Cara Melawan Setan Dengan Mudah Cara Melawan Setan Dengan Mudah Hikmah diciptakan manusia dan jin adalah untuk beribadah kepada Allah. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah yang terdapat di dalam Alquran. Manusia sebagai hamba Allah memiliki sangat banyak kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan perintah syariat. Manusia juga memiliki kewajiban untuk menghindari…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hellopersimmonpie · 3 years
Text
Childfree
Ramainya diskusi tentang Childfree di akun masjid Salman membuat saya ingin berbagi sedikit uneg-uneg. Sebelum saya menulis tulisan ini, saya sempat menuliskan tentang hikmah pernikahan dalam Islam. 
Dalam konsep peradaban yang diajarkan Islam, keluarga memegang peranan penting unruk menghadirkan generasi Ribbiyuna Katsir. Namun apakah mendidik generasi Ribbiyuuna Katsir tersebut hanya menjadi tanggung jawab muslim sebagai anggota keluarga ataukah termasuk tanggung jawab muslim sebagai bagian dari ummat?
Kalau misal mendidik generasi Ribbiyuna Katsir menjadi tanggung jawab yang hanya dibebankan kepada keluarga, konsekuensinya memang tiap keluarga harus menyumbang banyak anak sholeh. 
Katakanlah kita ingin memiliki 5 anak sholeh dengan jarak kelahiran masing-masing dua tahun. Artinya, perempuan harus melewati siklus hamil - melahirkan dan menyusui yang tidak berhenti selama 9 - 10 tahun. Peran ini memang menghadirkan banyak sekali pahala bagi perempuan. Tapi support system apa yang bisa kita tawarkan untuk perempuan yang ditugasi pekerjaan tersebut?
Sementara selama ini pola pikir kita sudah terbelenggu bahwa perempuan memang seharusnya multitasking, perempuan itu support system bagi keluarga sehingga dia tidak bisa punya suara sendiri. Setiap tindakan perempuan harus mendapatkan ridho suami sementara setiap tindakan suami boleh dilakukan tanpa persetujuan isteri.
Tahun lalu, saya sempat terlibat diskusi rumit tentang Marrital Rape. Apakah benar dalam pernikahan ada Marrital Rape? Jawabannya bervariasi. Ada yang setuju dan ada yang tidak. Dari jawaban yang tidak setuju, ada teman saya yang bilang bahwa perempuan harus manut sama suami dan nggak perlu takut karena Al Quran mengajarkan adab agar suami bercocok tanam dengan cara yang baik.
Siapa yang bisa menjamin bahwa laki-laki akan selalu lurus? Bagaimana dengan perspektif perempuan? Tidakkah perempuan diizinkan untuk menyampaikan keluh kesah kepada suaminya?
Jika laki-laki diajarkan adab untuk bercocok tanam, mengapa perempuan tidak diajarkan untuk mengkomunikasikan kondisinya saat merasa tidak nyaman dalam berhubungan suami isteri? Kenapa seolah Islam hanya ramah kepada laki-laki? Apakah benar Islam yang mengajarkan demikian? Ataukah ini hanya sudut pandang yang berasal dari interpretasi sempit kita?
Di sisi lain, banyak juga yang berpendapat bahwa tugas perempuan adalah melahirkan dan mendidik anak. Jadi, jika dalam sebuah rumah tangga, perempuan tidak dapat menjalankan tugas tersebut maka dia boleh dipoligami. Pertanyaannya adalah, kalau poligami tersebut dimulai atas dasar kekurangan isteri pertama, apa suami mungkin bersikap adil? Dan jika poligami membuat rumah tangga pertama menjadi rusak, apakah hukum pernikahan kedua akan tetap sunnah atau mubah? Tidakkah hukumnya bergeser menjadi terlarang?
Apa yang saya tulis ini hanya kondisi-kondisi ekstrim yang kalo dalam kurva normal tuh hanya ada di ekornya. Saya tidak menafikan ada banyak keluarga fungsional yang memberi banyak ruang kepada isteri untuk bersuara. 
Akan tetapi....kembali lagi.....
Kok rasanya berat sekali jika kita berasumsi bahwa tanggung jawab mendidik generasi hanya dibebankan kepada keluarga. Sementara kondisi keluarga sangat bervariasi. Selain itu, kita sendiri juga belum terbiasa membicarakan lemahnya posisi perempuan dalam tatanan seperti masyarakat kita hari ini.
Dalam banyak diskusi tentang perempuan, kita seringkali belum melihat kondisi di lapangan, tapi kita buru-buru mengakhiri diskusi tersebut dengan label:
Ah kamu Feminazi....
Saya nggak tahu sewaktu menulis ini pikiran saya sedang condong pada kebenaran atau tidak. Tapi semoga Allah memandu kita semua. 
Keluarga memang bagian terkecil penyusun peradaban. Jika ada banyak keluarga yang baik dan menghasilkan orang shalih, maka peradaban kita akan diuntungkan. Tapi apakah mendidik generasi hanya tanggung jawab keluarga?
Mungkin kita perlu menengok skenario lain bahwa mendidik generasi shalih adalah tanggung jawab seorang muslim sebagai bagian dari ummat.
Ketika kita belajar hikmah dari setiap aturan, kita akan bisa memandang fiqih sebagai sebuah sistem yang saling mendukung satu sama lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hikmah pernikahan adalah menghasilkan keturunan. Tapi hal tersebut tidak mutlak. Ada banyak kondisi yang membuat sebuah keluarga tidak memiliki anak. Entah karena tidak subur, entah karena tidak mampu secara finansial, entah karena tidak siap dari sisi psikologis dan seterusnya.Hal ini tidak bisa kita nafikan. Penderitaan-penderitaan orang yang trauma juga nggak bisa kita abaikan begitu saja.
Saya sendiri bukan penganut Childfree meskipun sampai sekarang belum menikah. Saya hanya berusaha berhati-hati agar yang mubah tidak digeser menjadi haram secara serampangan hanya gara-gara perspektif kita tidak bisa bertemu dengan perspektif orang-orang yang memilih tidak menikah atau memilih tidak punya anak.
Allah sangat menganjurkan kita untuk menikah dan punya anak. Iya. Tapi anjuran tersebut tidak lantas membuat orang yang memilih tidak menikah atau memilih tidak punya anak menjadi berdosa. Ulama kita banyak yang tidak menikah karena menenggelamkan diri untuk menuntut ilmu.
Di sisi lain, dalam adab jima’, kita mengenal konsep kontrasepsi alami. Dan penggunaan kontrasepsi ini hukumnya mubah. Tanpa syarat.
Lalu apakah orang yang tidak memilki anak tidak dapat berkontribusi dalam menghadirkan generasi Ribbiyuna Katsir?
Kita mengenal satu hadis tentang tiga sumber pahala yang tidak terputus meskipun kita sudah meninggal. Pertama adalah shodaqoh jariyah, yang kedua adalah ilmu yang bermanfaat dan yang ketiga adalah doa dari anak-anak shalih.
Manusia hadir di muka bumi dengan berbagai macam kondisi. Maka Allah memberi kita keluasan dalam beramal. Jika kita tidak mampu menjalankan yang satu, kita diberi ruang untuk melakukan amal yang lain..
Ada orang-orang beruntung yang bisa meraih semua hal dalam hadist tersebut. Tapi banyak juga yang hanya bisa meraih satu atau dua. Mana yang lebih dicintai Allah? Wallahu a’lam. Tugas kita hanya menjaga niat dari amal-amal kita. 
Generasi Rabbani adalah generasi yang akalnya terpelihara. Kalau kita menjadi orang tua, mungkin kita akan melakukan banyak hal sekuat tenaga agar anak-anak kita tumbuh cerdas. Tapi bagaimana dengan anak-anak yang terlahir dari keluarga underprivilege? Siapa yang memelihara akal mereka?
Itu tugas kita. Sebagai bagian dari ummat. Jadi mendidik Ribbiyuna Katsir hanya melalui keluarga itu tidak cukup. Tidak semua keluarga fungsional. Masih ada banyak anak yang terlantar.
Apa yang bisa kita lakukan? Untuk merawat akal manusia, haruskah kita membangun sebanyak mungkin institusi pendidikan? Tidak selalu.
Ada banyak pendekatan yang bisa dilakukan. Di antaranya memastikan kebutuhan sandang, pangan dan papan semua orang tercukupi. Selain itu, kita juga perlu memastikan semua orang punya jam kerja yang manusiawi. Kenapa?
Karena jam kerja yang manusiawi bisa memberi ruang yang lebih lebar bagi manusia untuk belajar dan berpikir. Jadi waktu mereka tidak habis untuk memenuhi kebutuhan makan esok hari
Nah, demi memahami kebutuhan-kebutuhan ini, kita perlu ilmu. Kita juga perlu biaya. Dan itu tercakup dalam hadist tentang anak adam yang tidak terputus amalnya setelah mati tadi.
Jadi, ketika berbicara tentang upaya mendidik generasi Ribbiyuna Katsir, jangan hanya berfokus pada mendidik anak-anak shalih dalam keluarga kita. Masih ada dua amal lainnya yaitu mendayagunakan harta dan ilmu kita untuk masyarakat.
Shadaqah jariyah....au ‘ilmin yuntafa’u bihi... au waladin shoolihin yad’ulahu. 
Dalam hadis ini, Rasulullah menggunakan kata au (atau) bukan wa (dan). Allah itu luas rahmat-Nya. Tidak ada manusia yang sempurna melakukan semua amal. Maka hadis ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada kita.
...
Ada satu hal yang perlu kita ingat saat menilai perkara yang sifatnya mubah seperti Childfree. Amalan mubah itu sifatnya fleksibel. Kita berhak memilih untuk melakukan hal tersebut atau tidak. Dan jika segala pertimbangan kita dalam melakukan hal mubah ini karena Allah, Allah akan tetap mencatat kita sebagai hamba yang mengingat-Nya setiap waktu.
Banyaknya manfaat tidak akan menggeser hal yang mubah menjadi wajib. Apalagi jika manfaat tersebut hanya berdasarkan asumsi kita.
Di dunia maya, kita sering sekali menemukan perkataan yang jahat dan tone deaf. Semisal:
“Kamu tuh nggak pengen punya anak pake alasan trauma. Padahal ya males berkembang aja“
atau di sisi ekstrim lainnya:
“Orang miskin itu harusnya nggak punya anak sih. Soalnya anaknya pasti menderita“
Apa hak kita mengatur hidup orang lain atas sesuatu yang sebenarnya menjadi hak mereka untuk memilih?
Allah sudah menyediakan tiga opsi. Shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak-anak yang shalih. Jika saudara kita kesulitan menjalankan satu amalan, tidakkah lebih baik jika kita mengingatkan bahwa ada amalan lain yang sama utamanya?
246 notes · View notes
syuraik · 3 years
Text
Berkeluh kesah memang sudah menjadi fitrah manusia. Hanya saja masing-masing berbeda mengungkapkannya. Ada yang mengumbar di sosial media, ada pula yang cukup menceritakan di sepertiga malamnya. Dan semua kembali pada masing-masing. Akankah bijak atau justru sebaliknya. Tidak perlu melihat orang lain, lihatlah diri sendiri menjadi bagian yang mana. Jika Allah senantiasa menjadi tujuan dan senantiasa diingat dalam kehidupan, niscaya keluh kesah itu akan selalu disandarkan pada-Nya semata. Sedangkan sosial media adalah ladang untuk menyebarkan kebenaran dan kebaikan Islam.
Dan sebaik-baik tulisan adalah sebagai pengingat diri sendiri. Bukan untuk mencari simpati. Mari berbenah menjadi pribadi lebih baik dari sebelumnya, selagi Allah masih beri kesempatan.
47 notes · View notes
ainunilma · 2 years
Quote
Kalau kamu punya kesempatan berdoa, dimana waktu doa itu mustajab. Maka jangan minta apapun selain meminta keadilan.
Imam Ahmad
Sebuah quotes yang saya dapatkan ketika mengikuti kajian tadabur hadits di awal Ramadhan. Kajian itu membahas tentang menjaga hak hidup seorang muslim yang diambil dari hadits Arba’in An-Nawawiyah ke -14. 
dari Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dihalalkan darah (membunuh) seorang muslim yang bersaksi tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali karena salah satu dari tiga sebab: seorang yang telah menikah berzina, membunuh jiwa dihukum dengan hukuman mati, dan seseorang yang keluar dari agamanya serta memisahkan diri dari jamaahnya.” (HR Bukhari & Muslim).
Dalam kajian yang singkat tetapi bermanfaat itu. Dijelaskan hukuman yang sesuai syariat islam apabila terjadi hal-hal yang seperti disebutkan dalam hadits, seperti hukum rajam dan qisas. Kedengarannya hukuman tersebut sangat kejam. Tetapi apabila hukuman tersebut ditegakkan. Saya yakin orang-orang akan berpikir seribu kali untuk melakukannya.
Membahas hukum ini, saya teringat sewaktu masih menjadi mahasiswa baru pernah diberikan tugas berupa pertanyaan “Apakah hukum Qisas sesuai apabila diterapkan di Indonesia?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya meminta bantuan kepada kakak tingkat yang memang sesuai bidangnya, hukum. Seingat saya jawabannya kurang lebih seperti ini “Tidak sesuai dengan hukum di Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai HAM.”
Saya pun menggunakan jawaban itu untuk memenuhi tugas mata kuliah saya karena menurut saya pada saat itu memang kurang sesuai. Tetapi saat saya mengikuti kajian ini. Saya memiliki pengetahuan lain dan pandangan lain. Saya menjadi lebih tahu mengapa sebagian orang menginginkan jika hukuman tersebut ada. Sejujurnya kedua hal ini, cukup menjadi pengetahuan saya saja dan tidak ingin memperdebatkan karena saya sadar ilmu saya yang masih sangat terbatas.
Saya ingat “Ketika syariat tidak ditegakkan maka akan mengalami kehancuran” begitu kata sang Ustaz. Pikir saya, rasanya cukup sulit, hidup dengan berbagai macam manusia dengan pemikirannya, jika ingin menegakkan syariat. Setelah merenungkannya beberapa waktu, selama ini mungkin saya lupa. Bahwa ada Allah yang tak akan pernah lelah mendengar keluh kesah hamba-hambanya.
Quotes dari Imam Ahmad yang saya tuliskan diawal memiliki makna yang sangat dalam. Saya punya Allah yang mampu menegakkan keadilan di dunia ini. :)
Saya masih belajar menulis. Maaf jika masih berantakan. Hehe
2 notes · View notes
goresanpenaku · 3 years
Text
Mentalitas Juara
Islam adalah agama yang menganjurkan umatnya agar memiliki mentalitas yang tinggi dalam menjalani kehidupan. Inilah barometer karakter muslim sejati, sebagai tolak ukur tinggi rendahnya kehormatan dan kedudukan hamba disisi Allah.
Adapun istilah mentalitas menurut KBBI bermakna aktivitas jiwa, cara berpikir, dan berperasaan. Mental diartikan sebagai suasana kejiwaan dan pola pikir (mindset) seseorang atau sekelompok, penyakit mental bisa terjadi pada siapa saja, mulai dari yang ringan sampai berat.
Ada banyak faktor yang bisa memicu terjadinya gangguan mental, mulai dari menderita penyakit tertentu sampai mengalami stres akibat peristiwa traumatis.
Jika kesehatan mental terganggu, maka timbul gangguan mental atau penyakit mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri.
Ciri-ciri mental lemah, yaitu mudah menyerah, seorang yang bermental kuat akan sadar bahwa untuk mencapai sesuatu pasti tidak selalu mulus, menuntut untuk selalu dimengerti, tak mau mengambil tanggung jawab, minim empati, haus pengakuan.
Lalu bagaimana seharusnya mentalitas bagi seorang muslim?
Seorang muslim dituntut memiliki mental yang kuat, mental yang kuat adalah mental yang bisa bertahan dari apapun cobaan yang terjadi, tentunya yang diperlukan adalah selain mental kuat tapi juga baik. Dalam Alquran, kaum muslim diingatkan agar memiliki kesiapan mental sebagai pemenang, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan tidak boleh memelihara sikap keluh kesah, apalagi sindrom rendah diri.
Mental sebagai pemenang ini, menurut Sayyid Qutub, harus menjadi watak dan karakter kaum Muslim. Iman yang kuat, perjuangan yang tak kenal lelah (jihad), tahan uji, dan kesabaran yang membaja (shabrun wa tsabat), disertai penyerahan diri secara total kepada Allah semata (tawakkulun wa tawajjuhun ila Allahi wahdah), merupakan jalan kemenangan yang diajarkan Islam. (Ma`alim fi al-Thariq, 1978).
Bagimana menjadi seorang bermental kuat yaitu memiliki ilmu dan visi atau cita-cita yang tinggi (himmah aliyah). Perlu disadari bahwa manusia hanya sebesar visinya, tak lebih dari itu. Visi adalah kekuatan, karena menurut para ulama visi bisa merobohkan hambatan sebesar gunung sekali pun.
Kemudian memiliki keberanian (syaja'ah) dalam mencapai cita-cita. Keberanian, kata Al-Ghazali, termasuk salah satu keutamaan yang menjadi pangkal kebaikan dan kemenangan. Tak ada keberhasilan tanpa keberanian, baik dalam soal agama maupun dunia. Keberhasilan hanya milik orang-orang yang berani. Yaitu, keberanian dalam mengambil keputusan serta membela dan mempertahankan apa yang diyakini sebagai kebenaran apa pun risikonya.
Mental dan karakter pemenang. Salah satu karakter pemenang adalah menjadi pelaku atau pemian bukan penonton apalagi hanya objek tontonan. Sebab, hanya pemainlah yang berpeluang besar menjadi pemenang. Maka, perintah Alquran agar kita bersaing (QS al-Baqarah: 148), bersikap profesional, ihsan dan itqan (QS an-Naml : 88), hidup dan mati sebagai yang terbaik (QS al-Mulk : 2), semuanya merupakan pembelajaran agar kita memiliki mental dan karakter sebagai pemenang.
Wallahu a'lam bishawab
#PR8kelasbasic
#revowriter36
#kelasmenulisonline
2 notes · View notes
faridhafk · 4 years
Text
Taa-haa (طه)
A while ago, I told someone about one of my favorite surah in Quran, Taa-Haa QS:20. At that time I did not even know what was that person going through and I regretted that I was unable to help. I don’t have a chance to explain why I favor this surah so much. Thus, not even knowing whether that person will reach this explanation or not, I still would like to present it in this blog. 
I write this on last September 2019 with some improvements.
------------------
Setiap orang memiliki lagu, quote, kisah, ataupun tulisan favoritnya. Beberapa bahkan ada yang memiliki doa favoritnya, ayat favoritnya ataupun surat dalam Qur'an favoritnya. Saya pernah mendengar seseorang menyatakan bahwa jika bagaimana Qur'an mempengaruhi dan memberikan keajaibannya itu akan dirasakan berbeda oleh tiap individu. Beberapa mendapatkan keajiaban Qur'an karena suatu ayat-ayat tertentu, dan sebagian lain mungkin akan merasakan keajaiban itu dari surat yang berbeda. Dan jika ada yang menanyakan pada saya apa ayat atau surat favorit saya maka saat ini akan saya jawab ayat ke 4 surat ke 19 dan bagian awal surat 20, surat Maryam dan surat Taha.  
Kenapa Surat Taha?
Sebelumnya merupakan ketidaksengajaan, kira-kira setahun lalu (2018), tahun dimana saya diberikan sentilan terkait keimanan saya. Antara perasaan, bakti pada orang tua, ketakutan dan kekhawatiran terkait masalah aqidah yang selama ini digenggam erat tiba-tiba digoyahkan dan salah satu yang saya lakukan untuk mengatasi itu adalah mencari tahu tentang aqidah saya lebih lanjut dan jadi senang mendengar tilawah. Dulu yang paling membuat saya tenang adalah tilawah oleh Ust. Abu Usamah Syamsul Hadi. Namun setelah saya mendengar kajian seorang asatid dan bercerita mengenai doa nabi Musa (Taha : 25 -27), dan juga terkait kisah sahabat Umar bin Al Khattab yang akhirnya memeluk Islam karena surat Taha, akhirnya saya mencoba mencari surat Taha ini (saya terkhususnya menyukai yang dibacakan oleh reciter Ismail An nuri)
Cukup surat ini membuat saya tersentuh, hingga sampai ayat 37 - 40, terkait cerita Ibu Nabi Musa alaihisalam yang harus membuang putranya ke sungai Nil, pertahanan itu runtuh. Kenapa? Dalam kondisi saya yang saat itu diliputi ketakutan tiba-tiba melalui ayat itu Allah berikan petunjuk melalui Ibu Nabi Musa (as) Karena keyakinan yang sangat kuat terhadap pertolongan Allah bahkan pada situasi yang paling tidak memungkinkan. 
Saya yakin, ada satu titik dimana kita merasa iman kita diuji pada titik terendahnya, saat merasa sendirian, saat rasa ketakutan yang tidak bisa dijelaskan, saat khawatir diam-diam menyapa di tengah malam, saat kita merasa ditinggalkan, saat kita merasa Allah menolak permohan kita, saat kita dibayangi kemungkinan terburuk, saat kita bahkan tidak bisa menceritakan ini kepada teman terbaik kita, saat kita begitu takutnya ditinggalkan Allah, saat bayang-bayang kedurhakaan menyelimuti, saat kita akhirnya mencoba merelakan, saat menangis menjadi suatu kebiasaan tiap malam, pada saat seluruh dunia mencemooh dan mengabaikan, saat tidak ada lagi orang percaya dan yang paling mengerikan adalah pada saat kita mulai merasa kehilangan kepercayaan pada pertolongan Allah. Kita akan mencari berbagai macam cara untuk menenangkan hati. Untuk saya Taha adalah salah satu jurus mujarab.
Ketika membaca awal-awal surat Taha, Allah menetapkan kebaikan untuk diri-Nya, menetapkan nama-nama terbaik untuk-Nya dan menyatakan bahwa kitab ini tidak Ia turunkan untuk menyusahkan kekasihnya (Rasulullah), melainkan sebagai pengingat. Pengingat bagi siapa dan terhadap apa? Pengingat bagi mereka yang takut pada Allah dan bagi mereka yang membutuhkan rahmat Allah. Pengingat terhadap ancaman Allah bagi mereka yang lalai dan terhadap kasih sayang Allah bagi mereka yang mendekat pada Rabb-nya.
Awal surat Taha (1-8) adalah bagian dimana Allah memperkenalkan diri-Nya pada hamba-Nya, bahwa Dia adalah ar-Rahman (yang paling baik, penuh kasih sayang, yang maha pengasih bahkan untuk hamba-Nya yang lalai). Bumi dan langit dibawah kendali Allah, maka Allah pula yang mengatur apa-apa yang terjadi pada kita, dan Allah menetapkan bagi-Nya kekuasaan untuk mengetahui yang paling tersembunyi dalam hati manusia, termasuk dosa yang ia tutup rapat dan apa-apa yang membahagiakan hamba-Nya, kesakitan yang hamba-Nya rasakan, kesedihan yang tersembunyi dalam setiap tarikan nafas, luka yang dikubur dalam-dalam, Allah mengetahui itu. Dan alasan pertama mengapa saya jatuh hati dengan surat ini “karena saya dikuatkan”, bahwa Allah mendengar setiap ungkapan kesedihan, setiap keputusasaan yang terucap, “bahwa saya tidak ditinggalkan”. Dan pada bagian ini adalah bagian dimana sahabat Umar bin Al-khattab mengenal Allah. Mungkin sudah selayaknya hijrah akan dimulai saat seorang hamba sudah mengenal Tuhannya. Tahu kan kisah Sahabat Umar bin Al-khattab? Terlalu banyak yang bisa dikisahkan tentang beliau, tapi diantara para sahabat yang menjadi khalifah, kisah sahabat Umar memang yang paling saya senangi, karena beliau tidak seperti tiga khalifah lainnya yang memeluk Islam di awal dakwah Nabi dan sejak semula memiliki akhlak yang baik, Umar bin Al-khattab pernah ada niatan membunuh Nabi, masa lalunya kelam, namun setelah mengenal Allah, bahwa Allah adalah Ar-rahman, Allah terima tobatnya, Allah angkat derajatnya bahkan menjadi sahabat mulia di sisi Rasulullah. Bukti bahwa Allah akan membukakan ampunan dan jalan bagi yang tulus bertobat dan berjuang di jalan Allah, meskipun pada akhirnya perjalanannya itu tidaklah mudah (kalau mudah kan nggak hijrah namanya :) ) dan amalan kan dilihat dari akhirnya. 
Bagian surat Taha selanjutnya adalah Kisah Nabi Musa alaihisalam (9 - 36), pada saat Allah bercakap dengan Nabi Musa di lembah suci Tuwa. Saat Allah perintahkan kepada Nabi Musa untuk memperingatkan Fir'aun dengan kelemahlembutan. Para asatid selalu mengingatkan bagian berlemah lembut pada musuh ini, Fir'aun yang sudah melampaui batas, bersikap bengis pada bani Israil, menyiksa, menindas, dan mengaku sebagai Tuhan namun Allah perintahkan untuk bersikap lemah lembut kepadanya, adalah perintah bagi kita untuk berlemah lembut dan bersikap baik pada orang-orang yang bersikap kurang pantas pada kita, sekalipun kita berkemampuan untuk membalas perbuatannya. Kenapa? Karena Allah maha lembut dan penyayang, karena Allah mencintai mereka yang berlemah lembut. Dan Allah tahu beratnya perintah ini untuk Nabi Musa, Allah tahu beban yang Nabi Musa pikul, dan Allah dengan kasih sayang-Nya mengabulkan permintaan Nabi Musa untuk memberikannya seorang kawan dalam urusan ini, Dan inilah alasan kedua saya, bahwa Allah yang maha mengabulkan doa, Allah tahu dan paham bahwa hamba-Nya tidak mungkin ditinggalkan sendirian tanpa pendampingan dan solusi. Bagi beberapa orang bahkan doa nabi Musa (29-35) adalah doa untuk meminta pendamping hidup yang shaleh dan shalihah ("Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, yakni Harun saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan adanya dia, dan jadikanlah dia teman dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya engkau maha melihat keadaan kami"). Dan bagian terindahnya adalah, pada ayat-ayat ini, bukti interaksi Tuhan Allah pada hamba-Nya. Kenikmatan yang paling menenangkan adalah pada saat keluh kesah kita didengar tanpa penghakiman. Dan siapa lagi kan yang dapat melakukan itu selain As-samii yang maha mendengar, disaat manusia mulai lelah dengan segala kegusaran kita.  Karena pada ayat setelahnya (36) secara langsung Allah memperkenankan permintaan Nabi Musa “Dan Allah berfirman, “Sungguh telah diperkenankan permintaanmu wahai Musa!”
Dan bagian selanjutnya adalah kenikmatan Allah pada Nabi Musa dan Ibundanya (37-40). Bagian paling sulit bagi manusia adalah tentang mengikhlaskan dan ketaqwaan. Dan rentang ayat ini menceritakan bentuk ketaqwaan Ibu Nabi Musa melepaskan penjagaan putranya yang masih kecil kepada Allah, mengalirkannya ke sungai Nil, beliau bertaruh pada kemungkinan-kemungkinan yang ada dibandingkan harus melihat anaknya dibunuh oleh Fir'aun ataupun tentaranya. Beliau bermuamalah dengan Allah dan menempatkan percaya-nya pada Allah untuk mengurus urusannya. Dengan kasih sayang Allah, Allah kembalikan nabi Musa pada Ibunya, agar tidak sedih lagi hatinya. Dan alasan terakhir saya mencintai surat Taha, bahwa mungkin ada hal-hal yang tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi, tapi siapapun, siapapun yang menyerahkan urusannya pada Allah, akan Allah bantu dia, Allah permudah urusannya, Allah kembalikan apa-apa yang diambil darinya, entah diganti atau dikembalikan dalam kondisi yang lebih baik, Seperti bagaimana Allah menolong Nabi Ibrahim dan Ismail dengan mengembalikan Ismail pada pangkuannya atau seperti bagaimana Allah mengganti dan melipatgandakan rezeki Nabi Ayyub pada pengelolaannya. Ustz Yasmin Mogahed pernah mengatakan bahwa Allah mungkin saja mengambil darimu sesuatu yang berharga untuk nantinya akan dikembalikan lagi padamu agar cukup kau genggam dalam tanganmu tidak dengan hatimu. Atau ungkapan Imam Syafi'i (rahimahullah) bahwa kita pantas untuk memiliki sesuatu saat kita siap kehilangan sesuatu tersebut. 
Tidak mudah memang, namun bukti keimanan seorang hamba adalah saat dia sanggup percaya dan yakin bahwa Allah akan mendekap dan mengijabah doanya. Bukankah salah satu buah ketaqwaan adalah pertolongan Allah dari arah yang tidak disangka-sangka [At-talaq : 2 - 3] ?
Dan untuk menutup tulisan ini, perkenankan saya mengutip pernyataan Mbak Aji Nur Afifah dalam buku “Melangkah Searah”. Pada saat hatimu kalut, saat kamu merasa doa mu tidak ujung dikabulkan, ketika perlahan percayamu pada Allah mulai meluntur, hujamkan dalam hati kuat-kuat pernyataan ini.
“Dan Allah tidak pernah main-main dengan doa hamba-Nya” -- Aji Nur Afifah
Percaya dan bersabarlah, bahwa dalam hal yang paling tidak kita inginkan, akan Allah tumbuhkan harapan-harapan. 
10 September 2019,
--FK--
92 notes · View notes