Tumgik
#Berbahagia Tiap Rumah Tangga
Text
SALE, WA 0821-2237-8089, Buku Ilmu Rumah Tangga Coach Hafidin
Tumblr media
KLIK https://WA.me/6282122378089, Buku Suami, Buku Suami Isteri, Buku Suami Isteri Paling Bahagia, Buku Suami Sejati, Buku Nikah Suami Istri, Buku Agar Disayang Suami, Buku Menjadi Suami Yang Baik, Buku Harian Suami, Buku Suami Hebat
Suami Qowwam adalah, Suami TERCERAHKAN secara Mental dan Spiritual, sehingga sangat relevan dengan Istri, Seluruh Masalah Keluarga dan Masyarakat.
SPESIFIKASI BARANG: Judul Buku: Serba 4 Menjadi Suami Qowwam Pengarang Buku: Coach Hafidin Harga Buku: Rp. 150.000 Halaman Buku: 168 H Kualitas Buku: JERNIH
No pesanan : @rojali (wa 0821–2237–8089)
Jalumprit, RT.04/RW.01, Waringinkurung, Kec. Waringinkurung, Kabupaten Serang, Banten Kode Pos 42453
Lebih lengkapnya kunjungi juga : https://www.tokopedia.com/samawapublisher
Media Sosial : https://www.instagram.com/coach.hafidin/ https://www.youtube.com/@samawafamilyid https://www.youtube.com/@idingjoss8455
2 notes · View notes
pradisasta · 3 months
Text
Kamu.
Kemarin, aku coba baca buku karangan boy candra. mungkin, selanjutnya aku akan coba kembali baca karangan rumi atau fiersa besari. buku-buku karangan orang-orang yang kamu suka mas, hehe.
Dulu, aku mencoba membaca mereka membaur rasa bacaan tere liyeku dengan karangan yang kamu dewakan. jujur, aku kurang paham. tapi begitulah caraku mencintai mas, aku belajar dan mencoba menyukai apa yang kamu suka. walaupun, rasanya berat dan ingin pecah ini kepala kurasa.
mas, setelah 6 tahun berlalu aku masih sering mencari bagaimana kamu mencintaiku di setiap orang. waktu yang kamu bagikan cuma-cuma, usaha yang kamu sempatkan walau kamu juga harus sambil bekerja, dan beberapa uang yang sempat kamu bagikan ke rekeningku untuk barang beli perintilan kecil atau merayakan ulang tahunku saat kamu ngga bisa dapet cuti. terimakasih ya mas, atas kebaikan yang mungkin aku tidak dapatkan dari pria lain saat ini.
Mas, agaknya buku itu masih menjadi saksi bagaimana aku tetap bisa mencintaimu hingga kini.
bukan mas, bukan aku tidak mencintai yang ingin lagi memilikimu atau berharap akhirnya aku bersama lagi denganmu. aku ikhlas dengan inginmu yang membersamai perempuan itu. berumah tangga dengannya. dan mengarungi bahtera rumah tangga ibadah yang panjang itu.
mas, doakan aku ya atas apa-apa yang aku harapkan perihal hidup dan karirku. berbahagia ya mas, karena aku tau aku bukan orang yang memang kamu persembahkan dalam tiap doamu untuk membersamaimu.
0 notes
hilyahkamilah · 3 years
Text
Sebelum Sepasang #7
Jadilah diri sendiri, tak perlu merendah. Biar Allah yang menentukan.
“Sepertinya ia tidak mau denganku, sebab aku tidak sarjana sementara ia seorang sarjana.”
“Keluargaku sederhana sementara ia dari keluarga yang berada.”
“Ilmu agamaku biasa saja dibanding ia yang shalihah, bagaimana nanti aku mengimaminya?”
Dan masih banyak kalimat kalimat insecure lainnya.
Kamu mencintainya, tetapi kamu juga merasa tidak pantas utuknya. Patah hati meski belum dimulai kisahnya.
Memang agak disayangkan, Ketika kita sudah menyerah meski belum melakukan apapun, belum memperjuangkannya. Semua hal-hal berputar-putar dalam pikiran akan rasa tidak pantas, rasa insecure, takut mengecewakan, atau bahkan takut dikecewakan.
Aku mencoba mencari tahu apa yang membuat seseorang insecure terhadap pasangan. Ah, bahkan masih calon pasangan.
Bermodal diskusi melalui chat WhatsApp dan mengobrol langsung dengan beberapa orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Jangan dikira hanya laki-laki yang sering insecure. Perempuan pun bisa insecure loh.
Laki-laki biasanya insecure terhadap masalah finansial, Pendidikan, karir, dan strata sosial. Mereka para kaum adam ada kekhawatiran ketika kaum hawa lebih unggul daripada mereka. Hal ini membuat mereka minder, kurang dihormati, merasa berkurang marwahnya sebagai pemimpin. Ditambah lagi mereka banyak mendengar isu-isu penyebab keretakan rumah tangga salah satunya adalah Ketika istri lebih unggul daripada suami.
Insecure pada perempuan lebih menarik. Sebab lebih variatif. Ada yang insecure secara keilmuan sebab khawatir tidak bisa mengimbangi suaminya kelak. Ada yang khawatir akan karakternya yang mungkin tidak sesuai harapan suaminya. Bahkan ada yang mengkhawatirkan strata sosial yang tidak setara, sebab pangeran menikahi cinderella hanya ada di dongeng.
Tiap dari beberapa orang yang aku ajak diskusi memiliki rasa insecure yang berbeda. Tentu dengan alasan atau sebab yang berbeda-beda. Paling menarik adalah Ketika membahas sebab insecure karena “Jodoh adalah cerminan diri” dan mereka terus menerus memandang diri ‘apakah ia sesuai denganku? Apakah aku pantas untuknya?’ bahkan ada ‘aku ingin pasangan seperti ia, aku harus menjadi cerminannya, tapi sepertinya sulit.’
Ada yang lebih rumit. Ketika insecure itu muncul disebabkan oleh trust issues ataupun akibat trauma masa lalu. Sulit untuk membangun kepercayaan dengan orang lain. Mereka bukan hanya mengkhawatirkan dirinya apakah akan cocok dengan pasangannya, mereka juga mengkhawatirkan apakah orang lain akan menerima dirinya menerima kondisinya dan tidak akan menyakitinya.
Memang benar tidak semua orang insecure terhadap pasangan atau calon pasangan. Biasanya mereka yang tidak insecure karena merasa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan, hidup berpasangan artinya siap menerima dan saling melengkapi. Ada juga yang merasa sudah punya value tersendiri jadi merasa tidak akan khawatir dengan satu orang yang lebih unggul dari apa yang terlihat.
Inilah salah satu persiapan secara mental. Harus sembuh, harus menata hati, harus membentuk mental, harus belajar membuka hati. Terimalah diri sendiri, terima apa yang Allah berikan berikut dengan kisah-kisah dibaliknya.
Cintai diri, love ourself first. Bagaimana kita akan mencintai orang lain jika belum bisa mencintai diri sendiri. Setiap individu itu berharga, setiap manusia punya kelebihan di samping kekurangan. Fokus kepada apa yang bisa dilakukan kepada apa yang bisa diberikan sebaik-baiknya untuk diri sendiri dan orang lain.
Fokus kepada peran masing-masing yang akan dilakukan dalam hidup berumah tangga nanti. Meski perempuan sudah mandiri, ia tetap butuh laki-laki disisinya. Begitupun laki-laki butuh perempuan untuk mendampinginya. Saling membutuhkan untuk itu saling melengkapi.
Jadilah seorang yang percaya diri, percaya dengan kemampuan, percaya kepada apa yang telah Allah amanahkan kepada manusia berupa fisik, karakter, akal, dan hati. Begitu adanya.
Lalu bagaimana dengan sekufu? Apakah insecure tentang kekhawatiran takut tidak sekufu?
Apa sih yang menjadi tujuan untuk menikah untuk berkomitmen? Apa yang menjadi visi, bagaimana misi-misi yang akan dijalankan? Apakah akan berada di satu jalur pemikiran? Apakah bisa mentoleransi atau menerima kelebihan dan kekurangan yang khas itu? Bagaimana cara masing-masing merespon suatu masalah?
Apakah sama? Apakah mirip? Apakah mendekati sama? Jawablah sendiri dalam hatimu, kamu akan menemukan jawabannya.
Aku jadi ingat perkataan salah seorang yang diskusi denganku,
“Jodoh itu kan memang taqdir, tapi tetap perlu diikhtiarkan. Dan ketemunya juga bakal melalui circle kita, entah itu circle secara offline atau online. Jadi gak jomplang-jomplang amat, toh kita ditaqdirkan bertemu di situasi itu. Tergantung bagaimana menerimanya dan ikhtiar berikutnya.”
Terimalah dirimu dahulu, untuk kemudian menerima orang lain.
Cintailah dirimu dahulu, kemudian mulailah mencintai orang lain.
Allah punya kado berupa rencana terbaik yang menunggu kamu buka.
Berbahagia dan tumbuhlah Bersama.
HK | Tangerang, 04/06/21.
86 notes · View notes
nhadiyati · 3 years
Text
Pendamping Wisuda
16 Agustus 2021 (amat teramat late post yak) tiba-tiba Sepupuku namanya Bagus ngechat yang kurang lebih bunyinya “kak bisa gantiin bunda hadir diyudisium abang gak kak” yang saya langsung iyakan walau dengan sopan anak ini menanyakan dulu ketersediaan waktu. 
Bagus adalah salah satu sepupu yang punya soft spot dalam hidup saya, mencoba mencari kayaknya pernah nulis tentang dia tapi gak ketemu. Dulu dia ini bawel banget sampai saya ga sanggup menghadapi kebawelannya (kami selisih kurang lebih 10 tahun) dengan suka mengulang-ulang dialog film. Perubahan saya berubah jadi sayang sama ni anak satu ini setelah melihat dia menangis dan ternyata di moment wisuda dia menangis lagi  (bukan nangis karena di lulus dengan revisi yak) :’)
Tumblr media
Biasanya ketika dia nangis saya akan sok-sok menjadi kakak sepupu yang tegar menyembunyikan tangisnya dalam peluk sambil saya sembunyi nangis juga. Tapi, hari itu 18 Agustus 2021 kami menangis bersama dan menertawakan moment tersebut, yang ada dibenar saya kala itu ada dua hal “gini kali ya rasanya orang tua bisa melepas anaknya wisuda” sama “aduh ini haru banget, anak ini udah gede”.
Jadi hari itu si Bagus seneng banget ngabarin kalau bundanya bisa hadir tapi berhubung udah ngundang dan aku minta link akhirnya ikut jointlah dalam google meetnya. Kita masih guyon dichat becanda-canda mulai dari ngomentarin statement dosennya yang bilang si Bagus tukang demo dan mengiklaskan kepergiannya dengan “alhamdulillah yang tukang demo sudah pergi”, ngomentarin teman-temannya yang pidato udah kayak award (jadi tiap mahaisiswa dapat giliran), ngomongin rencana masa depan antara kerja di Jawa atau beasiswa lanjut studi. 
Tibalah giliran tanteku diminta untuk memberikan kesan pesan, tante dengan bahasa sederhana dengan suara yang serak-serak gitu bilang “Terimakasih sudah mendidik anak saya, terimakasih sudah menerima anak saya yang jauh dari batam dengan hangat” dan seketika chat kami buyar dengan masing-masing kelihatan mata berkaca-kaca, karena saya dan Bagus tau seberapa susahnya perjuangan Tante/Bunda untuk menyekolahkan Bagus karena salah satu alasan khawatir Bagus kalau Bundanya gak bisa hadir adalah karena Tante/Bundanya bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga. 
Tumblr media
Dan akhirnya giliran Bagus, awalnya dia masih becanda bilang “kak kok bunda nangis sih hhe kan bagus jadi malu”. Lah pas giliran dia malah nangis kejar banget mulai dari makasih ke orang tua, dosen, dan teman-temannya. (kalau diingat-ingat dan ini juga sambil ngetik aku masih agak kerasa haru birunya). Inilah moment tangis ketiga yang sampai buat Dosennya bilang “waduh yang cewek-cewek pasti nyesel baru tahu karakter Mas Bagus ternyata lembut begini”, Bagus sendiri sudah kembali ke dunia nyata dan chat ke saya “Kak, maluuu”. 
Terima Kasih dari sekian banyak sepupu masih mempercayakan saya dan menanggap saya sepupu yang baik untuk sharing. Demikian lah moment berbahagia Bagus yang sekarang lagi menikmati masa revisi, perbaiki CV, dan jalan-jalan karena Desember dia udah harus pulang ke Batam sebagai anak sulung (Please, kurang-kurangin naik gunungnya, ngebolangnya, dan ngerokoknya walau bilangnya cuman lagi rapat atau minta/diajak teman karena saya masih suka ngeles bilang ke keluarga besar kalau bagus gak ngerokok dan boros). Semoga Sukses Bagus, bisa membahagiakan Bunda dan Adik-adik :) 
Intermezo (cerita tentang Bagus dan 2 Tangis sebelum) : Keluarga Bagus memang tidak seberuntungyang lain dalam keluarga kami terkait ekonomi dari dulu. Tante bekerja berjualan di Kantin sedangkan almarhum Om dulunya adalah bartender yang kemudian dapat PNS tapi masih harus naik golongan dll. Tapi bisa dibilang mereka mensyukuri semuanya, bahkan ketika lahir adik kedua yang mengidap hidrosefalus dan adik terakhir yang autis, hampir tidak pernah ku dengar mereka mengeluh atau menyalahkan Allah atas takdir. Seperti ku bilang di atas, soft spotku ke Bagus mulai ketika melihat dia menangis. Tangisan pertama yang saya ingat adalah ketika adik kedua Bagus berpulang diumur sekitar 10tahun, Bagus tidak menyaksikan moment hembusan nafas terakhir tapi terdiam dipojokan sembari menangis karena merasa tidak menjaga adiknya dengan baik.
Tangis kedua yang saya lihat adalah ketika Om/Ayahnya meninggal. Saat itu kami sekeluarga langsung meluncur ke Penyalai. Kaget karena Alm Om/Ayahnya Bagus itu sama sekali gak ada masalah kesehatan tapi tiba-tiba serangan jantung. Ketika semua keluarga mencari Tante/Bundanya Bagus, aku langsung mencari anak ini yang merangkul kedua adiknya. Aku melihat dia menahan tangis dengan mata yang merah dari memanggul keranda hingga prosesi keliang lahat yang kemudian tangisnya pecah hingga akhirnya tidak sanggup untuk mengazankan Alm Om/Ayah untuk terakhir kali Aku yang mengamati melihat bahwa moment tangis buat Bagus bukanlah titik henti namun belajar untuk melangkah kedepan. Setelah tangis pertama dia bahkan tidak ragu untuk memutuskan mengambil pendidikan luar biasa agar bisa mendampingi adiknya yang autis, tangis kedua membuat dia benar-benar selalu memperhatikan keluarga dimana selalu memberi kabar dan menghubungi yang jarang banget dilakukan oleh anak cowok seusianya. Dari Bagus aku belajar banyak hal untuk lebih kuat menghadapi hidup :)
2 notes · View notes
depeu · 3 years
Text
Untuk Nisa
Someone who always calls me ‘mbak’ even though i'm younger than her. Hahaha.
Nisa, saya nggak bisa menuliskan banyak about how much you always being my best partner. Tahniah! Tahniah untuk rencana pernikahan yang selangkah lagi, dalam hitungan hari.
Kau pernah bilang bahwa, setelah nanti menikah tidak ada yang berubah diantara kita selain status barumu. How I'm afraid to lose a friend like you in my life. Hahaha. Seriously!
Nisa, sungguh saya turut bahagia atas apapun yang terjadi dalam hidupmu. 2 tahun lalu kita sama-sama berjuang dalam ruangan yang sama untuk menjemput gelar sarjana. Lalu tahun ini, kau memutuskan untuk melangkah mengarungi bahtera rumah tangga bersama laki-laki yang kau yakini akan mampu memikul beban dalam menjagamu setelah Papa.
Nisa, kalau saya boleh minta. Saya ingin memutar waktu, mengubah rencana, dan memilih untuk menetap dirumah sampai your day come true.
Tarik nafas dulu. Hahaha.
Manusia boleh berencana, tapi tetap Allah lah sebaik-baik Perencana. Saya harus kembali ke Jogja, melanjutkan hidup dengan segala tugasnya. Nggak mudah untuk saya menuliskan semua ini. But this is the reality i have to say. Absennya saya di hari bahagiamu juga tidak akan mengurangi jumlah barisan doa yang kutuliskan pada Langit. Saya meminta agar kau dan Aris diberikan kemudahan dalam menjalani proses menuju hari pernikahan , agar kau dan Aris selalu diridhoi dalam setiap langkah yang kalian tentukan, agar ditetapkan hatimu atas pilihan yang kau pilih untuk menjadi teman dalam suka dan duka di kehidupan rumah tangga.
Nisa, saya pamit. Saya akan kembali ke Jogja hari ini. Saya terbang bersama doa-doa baik untukmu. Saya yakin, suatu hari nanti kita akan bertemu lagi dan kau akan bercertia betapa nikmatnya menjadi seorang istri dan menantu yang disayangi dalam keluarga. Insya Allah.
Nisa, saya selalu sedih tiap kali saya mengingat bahwa hari yang kita nantikan sama-sama, hari yang sering kita rencanakan akan berlalu tanpa kehadiran saya. Tapi walaupun saya nggak hadir, Aris tetep ngucapin ijab qobul kan? Hahaha. I hope you always remind me in your heart, however i am.
Salam sejuta sayang untuk Nisa, dari ruang tunggu bandara.
Pesan yang kutulis di ruang tunggu bandara 5 september lalu, dan hari ini dia sudah bahagia. Menjalani hari-hari baru sebagai istri dan menantu.
Selamat, Nisa. Saya turut berbahagia.
Semoga selalu dan selamanya bersama Kanda Aris di Jepara.
Yogyakarta, 6 Oktober 2021.
5 notes · View notes
arumpuspa29 · 3 years
Audio
Dear Name, jauh disana.
Kamu tahu kan, aku suka langit? Ah iya, mungkin aku terlalu percaya diri kalau kamu tahu banyak hal tentangku. Siapa aku? Aku bahkan hanya bisa melirik punggungmu yang berjalan menjauh tiap selepas dhuhur berjamaah di masjid departemen. Mungkin juga aku yang keterlaluan dengan merasa tahu banyak hal kecil tentangmu. Tentang kamu yang selalu duduk sendiri di pojok kantin sambil membaca buku apa saja. Atau kamu yang seringkali kulihat duduk lama sendiri di masjid departemen selepas maghrib, melantunkan ayat suci dengan suara merdumu. Tak jarang pula kamu menjadi imam Shalat Isya’ dan beberapa kali hatiku takjub ketika mendengar bacaanmu.
Entah kamu yang begitu teduh, atau hatiku yang terlalu rapuh. Aku dan kamu yang bahkan tak pernah saling tahu nama masing-masing. Aku dan kamu yang sering kali berpapasan tapi terlalu segan bagiku untuk menyapamu dan berkenalan. Aku yang mencoba memikirkan seribu satu cara untuk mencari alasan, namun tetap saja masih sungkan. Dan sejak hari itu, aku mendeklarasikan diri untuk menjadi penggemar yang mengagumimu diam-diam. Dari jauh.
Waktu berjalan. Dan masing-masing kita tenggelam dalam dua jadwal kesibukan yang sama sekali berbeda. Aku mulai kehilangan banyak kesempatan menatap punggungmu, apalagi untuk mendengar suara merdu bacaan Qur’anmu. Dan kamu yang mulai jarang kujumpai selepas Dzuhur di masjid departemen. Perlahan, waktu mengikis bayangan tentangmu. Tugas kuliah dan padatnya jadwal praktikum mengubur perasaanku, dan kekaguman itu perlahan memudar.
Suatu ketika, di keadaan yang sama sekali tak pernah kuduga. Saat aku sudah hampir benar-benar melupakan tentangmu, semesta kembali mempertemukan aku dan kamu. Aku sempat terkejut saat pertama tahu bahwa ternyata kamu dan aku berada dalam satu organisasi, di antara banyaknya organisasi yang ada di kampus besar ini. Keterkejutan itu segera meleleh menjadi perasaan senang dan berdebar. Kekaguman yang sempat pupus itu kembali mekar seolah kamu adalah musim semi yang datang di padatnya jadwal kuliahku. Dan satu lagi, aku mengetahui namamu. Ternyata kamu adalah salah satu kandidat calon Mas’ul di periode baru. Aku semakin kagum.
Aku dan kamu memang tak pernah berbincang langsung. Hanya saling melempar sapa, bertukar senyum dan mengangguk ramah saat saling berpapasan. Meski begitu, aku sudah sangat bahagia. Peningkatan, pikirku. Seiring masa, aku mulai lebih banyak tahu tentang kepribadianmu dari banyak tindakan, perlakuan, dan sikapmu yang kutangkap saat kamu berinteraksi dengan orang lain. Iya, aku tahu aku mungkin tidak tahu sebanyak itu tentangmu. Tapi yang kutahu dari apa yang kulihat tentangmu adalah, kamu sopan dan santun, sabar, ramah dan murah senyum, juga mampu kritis dan bijaksana dalam satu waktu sekaligus. Memikirkan itu, tiba-tiba hatiku berdenyut. ‘Apa aku pantas? Apa aku sudah berada di tingkat itu?’   Ya, aku mulai tidak percaya diri. Semakin mengenalmu, aku semakin takut untuk lebih jauh berharap.
Tahun berganti. Waktu terasa cepat sekali berjalan. Liburan telah usai. Semester baru menyambut dengan lebih banyak lagi kelas dan praktikum. Dan, baru saja mulai terbiasa dengan kesibukan semester baru, ada hal yang membuat seluruh penjuru dunia gempar. Covid-19. Aku ingat betul. Maret 2020, setahun lalu, sejak berita “positif” itu pertama kali disiarkan, semua orang menjadi riuh. Kepanikan muncul dimana-mana. Kalut. Kalang-kabut. Semua yang mulanya baik-baik saja, seolah langsung terbalik 180 derajat. Termasuk juga, kehidupan perkuliahan. Semua beralih ke Plan B, tak satu pun terkecuali.
Untuk sejenak, aku kembali lupa tentangmu. Dan, ya. Aku mulai kembali membiasakan diri di keadaan yang sama sekali baru. Beradaptasi. Menenggelamkan diri sekali lagi dalam tumpukan tugas-tugas yang kian berlipat itu. Hingga akhirnya, aku benar-benar kehabisan waktu untuk sekedar mengingatmu.
Seminggu. Dua minggu. Satu bulan. Enam bulan. Tanpa terasa, tahun kembali berganti. Hari itu cerah. Aku sedang duduk di depan meja belajarku, memandangi kalender tahun baru. Masih minggu pertama 2021. Aku ingat betul, hari itu hari Ahad, tanggal 3 Januari 2021. Entah mengapa, entah bagaimana, kamu yang setahuku jarang mengunggah foto pribadi di Instagram, tiba-tiba saja mem-posting sesuatu di akun Instagram milikmu. Dan kebetulan tiga hari terakhir itu aku sedang rajin-rajinnya scrolling sana-sini. Di post Instagram yang kamu unggah, adalah sebuah foto keluargamu di salah satu tempat terkenal di kota kelahiranmu, nun jauh di pulau seberang sana. Demi melihat itu, aku tersenyum. Kamu, Ayah dan Bundamu, serta Adik perempuanmu dengan senyum bahagia terlukis di foto itu. Dan lagi, aku kembali mengingatmu, menerawang banyak hal tentangmu. Ya, kamu yang saat itu berhasil terpilih menjadi Mas’ul karena kepemimpinanmu dan banyak lagi hal baik soal kamu. Kemudian, di bawah foto yang kamu unggah itu, kamu sematkan sepotong kalimat manis yang sederhana, “My Support System. Semestaku.” Lagi, aku tersenyum membacanya. Bahkan saat aku kembali mengingatnya dan menuliskannya lagi saat ini.
Namun, siapa yang mampu menebak kemana alur cerita yang sudah ditulis semesta. Malamnya, di hari yang sama, harapan yang kubangun lewat doa-doa yang diam-diam kurapal runtuh. Malam itu, setelah Isya’, aku merebahkan tubuhku di kasur sembari mendengarkan salah satu podcast favoritku. ‘Ting!!’ Tiba-tiba notifikasi pesan masuk terdengar. Dari seorang rekanku di organisasi itu, sebut saja Sekar. Selama ini aku dan Sekar berteman baik. Kami menjadi akrab sejak ditugaskan dalam divisi yang sama dan sering berkolaborasi dalam beberapa acara. Singkat cerita, aku membuka pesan dari Sekar. Sebuah undangan Walimahan. Tak kusangka, Sekar yang sangat pendiam dan terbilang pemalu sudah melangkah lebih dulu ke babak baru kehidupannya, menuju bahtera rumah tangga.
Tunggu. Aku mengulang sekali-dua kali lagi nama yang yang tertera pada undangan elektronik itu. Nama yang tampak tidak asing. Ya, tak salah lagi. Namamu tertera jelas disana. Kamu dan Sekar. Untuk beberapa detik, pikiranku kosong. Aku terdiam. Kata-kata yang sudah kususun di kepalaku untuk membalas pesan bahagia Sekar itu, hilang begitu saja. Hatiku berdenyut kencang. Untuk beberapa saat, aku mengabaikan pesan dari Sekar itu sebelum akhirnya dengan tulus kuucapkan selamat dan doa-doa terbaik bagi kamu dan dia. Sejenak, aku menutup aplikasi, mematikan layar handphone-ku, menata hatiku. Jika kamu mengira aku menangis, kamu salah. Malam itu aku sama sekali tidak menangis. Bahkan sampai saat aku menulis inipun, aku tidak menangis karena itu. Punya hak apa aku untuk menangis di hari bahagiamu yang tanpaku? Karena, bukankah sejak awal aku memang tidak pernah berani menuliskan satu pun kata “kita” sebagai kata ganti aku dan kamu? Akhirnya, pertanyaan itu terjawab sudah malam itu. Bahwa dari sekian kemungkinan yang kuangankan, jawaban paling mungkin dari semesta adalah ketidakmungkinan. Dan, setelah kubaca lagi undangan itu, aku baru tahu bahwa kamu sudah mengkhitbah Sekar di Juli 2020, dan telah melaksanakan Akad di Desember 2020 lalu. Undangan 14 hari lagi adalah acara resepsi sederhana keluarga kalian yang akan disiarkan lewat Live streaming di Instagram.
Berakhirnya cerita tentang kamu adalah ujung dari tulisanku malam ini. Bagiku, mengagumi mu sama halnya dengan mengagumi langit. Kamu jauh, dan sulit tergapai olehku. Akhlak dan kepribadianmu membuatku sekali lagi berkaca pada diri, menerawang sudah sejauh apa berbenah? Kamu yang kulihat selalu dekat dengan masjid, sedangkan aku manusia biasa yang masih sedang mengusahakan diri menyamakan langkah agar sejajar denganmu. Tapi, hey, kehadiranmu memang memberi banyak pelajaran baik bagiku. Jadi, aku tak akan pernah menyesali pertemuan kamu dan aku untuk banyak hal baik itu. Terima kasih, ya, untuk semuanya.
Sekarang, dengan tulus kuucapkan selamat mengarungi bahtera rumah tangga. Selamat, telah menemukan pelabuhan yang selama ini kamu nantikan. Selamat pulang ke rumah teduh yang akhirnya kau temukan setelah lama berjalan. Aku turut senang dan berbahagia untukmu dan Sekar. Sekali lagi terima kasih sudah menjadi sepotong ceritaku. Meskipun cerita tak bersambung, hehe. Sudah dulu, ya. Kurasa ini memang harus benar-benar kuakhiri sampai disini. Aku tak akan pernah tahu, pun sama sekali tak menaruh harap jika suatu saat kamu akan membaca tulisan ini. Aku menulis ini bukan untuk kau baca. Akan kuanggap ini sebagai sepucuk surat yang tak pernah kukirimkan, untuk sebuah nama dengan alamat yang tak lagi bisa kutemukan dalam peta: Kamu.
(Ditulis di Sukoharjo, 20.03.2021. Dipost 25.03.2021. Kategori : Cerpen)
7 notes · View notes
deehwang · 3 years
Text
MILLER, SETELAH BEN - Dee Hwang
Cerpen ini terbit di cerano.id edisi 24 April 2021.
Setiap bertemu orang-orang—baik kukenal dalam waktu yang cukup lama atau orang asing yang duduk bersebelahan di ruang tunggu dokter gigi langganan—kepalaku secara mengagumkan menyuguhkan rangka-rangka sebuah bangunan. Lebih tepatnya aku senantiasa menemukan rumah-rumah dengan detil menakjubkan. Aku tahu. Mungkin ini hasil dari berpikir kritis yang terbilang kurang ajar, sebagaimana rasa penasaranmu ketika mengendarai mobil di malam minggu, sembari melihat-lihat rumah di sekitar badan jalan. Kau penasaran seperti apa rasanya memasuki rumah yang bukan rumahmu. Namun aku tak memiliki keinginan sebesar itu, meski gambar-gambar itu terlihat jelas di kepalaku. Tidak meski rumah-rumah itu terus lahir dan berubah-ubah, sebagaimana ketika aku bertemu orang-orang di ruang publik, ruang diskusi, ruang kuliah, di ruang-ruang serba putih di rumah sakit, di toserba, bahkan ruang pertemuan kelompok konseling tertentu dalam mengatasi penyakit-penyakit pikiran paska trauma.
Kupikir alam bawah sadarku mencari-cari penghiburan saja. Mungkin ini mekanismeku dalam menghadapi kesedihan. Aku memang sering melihat rumah-rumah di kepalaku, setelah Ben, suamiku, meninggal karena kecelakaan pesawat terbang.
Aku terpuruk semester lalu. Kehilangan pasangan artinya kau akan menghabiskan masa tuamu sendirian sementara anak-anakmu akan berbahagia dengan pasangan mereka di tempat jauh. Aku memang belum sempat memiliki anak, namun kesedihan-kesedihan di masa tua akan banyak terjadi. Misal pada saat tua kau tak bisa memperoleh pekerjaan mapan dan ketika kau jatuh miskin di masa tua artinya kau tak akan bisa membayar dokter gigimu dengan nilai-nilai yang mesti.
Kupikir kecemasan-kecemasan tiada guna itulah yang melahirkan rumah-rumah di kepalaku.
Jadi aku memperoleh wejangan untuk mengikuti program pemulihan dari Ibuku. Satu kali aku menghadiri pertemuan konseling berkelompok. Aku tak terlalu gemar mendengarkan cerita  orang-orang, karena aku bisa melihat masing-masing dari rumah mereka. Jadi aku mencari komunitas amal untuk mereka yang kelaparan di Belanda, dan menemukan satu yang bagus di kota Ijlst. Aku pindah ke kota kecil itu tiga bulan lalu, sembari melakukan beberapa pekerjaan kecilku sebagai ilustrator isi untuk buku anak-anak.
Di kota ini aku bertemu Miller, tetangga keturunan Jerman yang secara kebetulan bergiat di komunitas yang sama. Namun ia belum menikah dan pasangannya belum meninggal, sehingga kepalanya tak ditumbuhi bayangan-bayangan menyoal rumah orang-orang. Miller tahu cerita tentang rumah-rumah di kepalaku. Aku yang menceritakannya. Aku sedikit peduli padanya, meski tak yakin apakah ia peduli pada keadaanku (ah, ia tak pernah mengeluh sejauh ini). Misal ketika kami melihat sepasang muda-mudi dalam perjalanan kami ke radio untuk wawancara, aku menceritakan kepadanya ada sebuah rumah serupa kastil di kepalaku. Jendela-jendelanya tinggi, di tiap sisinya dilengkapi tangga monyet. Begitu pun saat kami menghabiskan pagi rutin kami di De boer’s Bakkerij. Aku melihat wanita tua yang menghabiskan kue jeruknya setengah hati, dan kukatakan ke Miller bahwa aku tengah menyaksikan sebuah rumah habis terbakar.
Miller mendengarkanku dengan baik, namun kadang ia tak memberikan respon yang serius. Kalau ia tak tertawa terpingkal-pingkal, ia akan melihatku dengan wajah lucu. Namun aku tak pernah menganggapnya masalah sebagaimana penglihatanku akan rumah-rumah di kepalaku. Aku membutuhkan Miller sebagai tempat bercerita saja. Miller lelaki baik. Ia sering mengirimi pesan-pesan religius. Bahkan untuk melihatku dalam keadaan baik-baik saja, kami bertemu beberapa kali sepekan. Sebelum memulai kegiatan bersama di komunitas setiap sabtu, atau sebelum ia terlibat dalam pekerjaannya di pusat karate sebagai pengajar, kami menyusuri kanal di pagi hari hingga sampai ke kafe kesohor di kota ini. Kami berganti-ganti menceritakan sesuatu yang menarik sambil memakan sukkerbolle atau sajian-sajian hangat yang baru dipanggang khas Frisia.
Rumah-rumah yang silih berganti terlihat itu menyembur kian jelas ketika aku berbicara dengan seseorang—dan setiap orang memiliki gambaran yang pribadi jenisnya. Misalnya ketika aku berobat ke dokter gigi lamaku. Aku melihat rumah pohon di tengah hutan boreal, dengan sungai besar mengalir di dekatnya. Rumah itu dibangun membelakangi bukit hijau yang tak seberapa tinggi, sehingga nampak menyatu dengan sekitarnya. Rumah itu mengukuhkan teritorinya sendiri, sehingga kurasa itu sangat cocok dengan dokter gigiku yang lama, yang dingin dan terlalu teliti.
Lalu, kepada remaja asing yang datang ke acara tanda tangan bukuku bulan lalu, kulihat rumah berkonsep ketidaksempunaan dalam kesempurnaan khas slogan negeri matahari. Setiap potongan kayu tak simetris membentuk sudut-sudut rumah itu. Di rumah itu aku melihat gulungan-gulungan benang berserakan, piring-piring kotor dalam mesin pencuci, serta tembusan sinar yang datang dari jendela-jendelanya yang kecil. Aku tidak tahu pasti selain atas dua perkiraan ini; apakah itu berarti ia tidak memiliki pengetahuan memadai karena ia remaja biasa atau apakah karena ia remaja biasa maka ketimpangan-ketimpangan yang dikenakannya pantas untuk dimaklumi.
Kepada kawan lama yang tak sengaja kujumpai di pusat perbelanjaan, aku melihat rumah yang setiap ornamennya dipoles dengan tangan manusia. Rumah itu memiliki balkon luas dengan posisi yang lebih rendah ketimbang jendela yang bisa kau anggap-anggap menyatu dengan ruang utamanya. Jendela itu menampilkan pemandangan luar biasa. Pengalaman sekali seumur hidup yang mana akan kau ceritakan terus menerus dalam pertemuan-pertemuan tahunan. Rumah itu sangat lengkap. Masing-masing lemari bahkan dilengkapi rak vertikal yang kadang berisi bumbu-bumbu makanan, puluhan handuk, hingga beragam merek minuman keras untuk merayakan hari sedih. O, dan rumah itu punya perpustakaan besar di lantai satu, koleksi buku-buku karangan penyair era modern Amerika kurasa cukup menggambarkan tingkat intelektualitasnya sebagai manusia.
Dari Ibuku aku melihat rumah penuh sulur tanaman, bahkan atap-atapnya pun dipenuhi rerumputan. Sebuah kincir raksasa berdiri di dekatnya. Di ruang keluarganya yang besar, ada kursi menghadap ke halaman, tepat di depan kolam dangkal dengan air mancur yang daya semprotnya rendah. Aku mendengarkan bunyi gemericik air, mesin gilingan gandum, kepak camar gading. Sebuah kilasan suasana yang ugahari. Namun di beberapa sudut keheningan mencekatku. Rumah itu rumah dengan berbagai kehidupan, namun bila kau memasukinya kau menemukan banyak sekali kamar-kamar terkunci yang tak boleh diakses sembarangan.
Suatu hari, Miller bertanya kepadaku, apakah aku bisa melihat rumahku sendiri. Kadang ketika aku bersalin baju di muka cermin, aku menemukannya; rumahku sekedar sepetak, menghadap ke danau. Danau yang murung seakan orang-orang yang tinggal di rumahku itu telah satu-persatu berlompatan ke dalamnya. Ketika aku mengatakan bahwa aku tahu aku terlalu memaksakan diri pada urusan-urusan takdir, dan aku harap aku tahu caranya berhenti meneliti rumah-rumah yang bukan urusanku, Miller tertawa terbahak-bahak.
Setiap kali aku melihat bahkan berbincang dengan seseorang, rumah-rumah itu tumbuh di dalam kepalaku. Namun dari sekian pertemuan, tak sering aku bertemu yang seperti Miller. Suatu kali ia bertanya bagaimana rumah miliknya itu. Aku katakan rumahnya panggung lawas, yang kutemukan di buku-buku pariwisata pulau Sumatera di Indonesia. Kepadanya aku menahan diri. Aku berbohong agar ia tetap menganggap dirinya biasa saja. Sejujurnya kepadanya aku tak melihat adanya rumah, kecuali jalan lurus nan panjang. Namun ini bukan jalan biasa. Miller bukan seperti koridor tak berujung yang menuntun seseorang menuju perut bumi. Aku tahu kemana jalan itu menuju. Namun jelas aku belum mampu terisap ke dalamnya; kegilaan sebagaimana yang pernah kunikmati sungguh-sungguh bersama Ben dahulu, semasa kami saling bertemu di persimpangan jalan dan bersepakat membangun rumah bersama-sama.
O, apakah rumah kami itu masih ada sekarang? Aku belum sanggup menyatakan bahwa aku boleh gila atas urusan-urusan lain lagi.
*****
2 notes · View notes
citrus-afternoon · 4 years
Text
2016 journey (1)
Tumblr media
Foto di atas adalah foto kamar kos w jaman masi menimba ilmu di sebuah kampus negeri di salah satu kota di Indonesia yang (katanya) makmur ini. Waktu itu sengaja w foto trus w kirim ke ortu sebagai bukti kalo w udah dapet kosannya. Lumayan lah untuk ukuran kamarnya. Dibanding kosan jaman studi sebelumnya, yang ini lumayan lebih luas. Apalagi kalo ditempatin sendiri. Makin luas aja rasanya wkwkwk
Setelah cek sana-sini kayak kamar mandi, tempat nyuci, tempat njemur, parkiran, dan dapur, sampailah pada saat yang berbahagia. Lah? Engga, maksudnya sampailah pada penyerahan uang DP kosan wkwkwk. Waktu itu DP 500k (kalo ga salah inget). Udah nanya juga berapa biayanya buat sebulan. Ternyata kosan itu menganut sistem pembayaran per semester. Ga kaget sih soalnya dulu di studi sebelumnya juga sempet kos di kosan yang sistem pembayaranya per semester juga. Tapi, bedanya dulu sekamar berdua dan yang ini sekamar sendiri. Jadi, bisa dipastikan beban bayarnya kali ini lebih berat wkwkwk 
Oke, uang DP udah diserahin ke ibu kos yang ramah sekali itu. Ibunya baek dan ramah. W diajakin keliling liat-liat kamar dan fasilitas yang ada di kosannya itu. Selain itu ibuknya njelasinnya juga enak. Apa karena lagi promosi kali ya wkwkwk. Yah, intinya sih ramah hehe. Nah, cari-cari kosan akhirnya beres. Udah lega. Tinggal nunggu nglunasin sisa pembayaran aja.
Tibalah pada hari nglunasin sisa uang kosannya. Waktu itu w pergi ke sana sendiri. Sampe sana sekitar abis maghrib. Mungkin pukul 5.50 (I didn’t really remember the exact time, but I can tell that it was dusk). Waktu itu ibuk kos kebetulan lagi gada di rumah. Lagi ibadah kata mbah yang kerja di situ. W disuruh masuk ke dalem rumah. Jadi, posisi w waktu itu ada di ruang tamu. Fyi, kamar-kamar anak kos berada di lantai 2. Suasananya sepi euy. Gada siapa-siapa selain w. Biasa aja sih awalnya. Tapi, lama-lama kok ngeri juga rasanya. Itu design rumah dan perabotannya emang bergaya lama. Kalo pernah nonton film warkop yang masih ada kasino, nah rumah-rumahnya kurang lebih kek begitu dah. Lampu-lampu yang ada di ruang tamunya ga terlalu terang. Remang-remang gitu lho. Udah sendirian, lampunya remang-remang, pintunya ditutup, lama lagi nunggu ibuknya. Hmmm makin-makin nih imajinasi.  
Setelah lumayan lama krik-krik sendirian nungguin, akhirnya yang ditungguin tiba juga. ALHAMDULILLAH paling serius dalam hati waktu denger mobil masuk garasi. Ibuknya tiba dong. Pintu di buka. Taraaaaa ada aku ibu wkwkwkwk. Enggak, bukan gitu. Ibuknya uda tau juga kalo aku di situ karena tadi ditelfon sama mbah yang jaga. Katanya sih gitu. Setelah ngobrol bentar, akhirnya aku nyerahin sisa uang pelunasan kosan untuk satu semester ke depan. Deal. Lunas. Akhirnya beres juga urusan dunia perkosanan. Pulang deh akhirnya w. 
Tibalah pada saat boyongan. Iya, boyongan (u know what I mean, kan?). Bawaan w lumayan banyak. Dan semua kudu di bawa ke kamar w. As I said before, kamar anak kosan kan di lantai 2. Jadi ya.......... iya bener angkut-angkut tuh barang-barang ke lantai 2. Cukup syulit sodara-sodara. Tangganya sempit. Tau tangga mini yang pake besi doang itu ga? Yang muternya deket banget itu lho. Kalo tau, nah kayak begitu dah. Bisa bayangin kan barang-barang gede nang berat kayak koper itu bawanya gimana. Mana koper w wkatu itu pake yang gede. Setelah cukup struggling dengan semua itu, akhirnya slese juga. Ngos-ngosan pastinya. Ini belum unboxing koper dan beres-beresin di kamar loh wkwkwk 
Singkatnya w dah nempatin itu kamar. Udah w rapiin dan bersiin. Awal-awal nempatin, biasa aja sih. Gada yang aneh-aneh. Emang suasanya lagi sepi aja. Anak-anak pada masi libur kuliah. Baru nyadar juga sih ternyata yang kuliah di kampus w cuman 2 orang: w sama temen yang kamarnya deket tangga besi. Yang lain kuliah di kampus sebelah. Jadi, ya waktu itu tinggal w sama temen w doang. Krik krik juga. Untungnya ada tv, jadi agak ramean dikit. Oya, ibu kos ada di lantai bawah. Dan belio sering gada di rumah. Makin sepi jadinya. 
Nah, setelah nempatin sekitar semingguan, w mulai merasa ada yang aneh sama kosan itu. W jadi sering ngeliat hal-hal yang ga lazim (bagi w). W sering liat bayangan-bayangan item di bawah tandon air, di atas tangga besi, dan di deket rak sepatu punya temen w. W awalnya cuek aja dan tetap berpikir positif. Tapi, lama-lama kok sering. Kan nyeremin jadinya. Selain itu, ternyata lumayan banyak kejadian aneh yang pernah terjadi di kosan ini dulu. Temen w yang cerita. Bahkan salah satu kejadian yang cukup nyeremin itu terjadi di kamar w. Jadi ceritanya dulu pernah ada yang nempatin kamar w itu. Waktu itu temen w sama anak-anak laen mau siap-siap beli makan. Biasa kan anak kos kalo beli makan biasanya gerudukan. Nah, dipanggillah mbak penghuni kamar (yang sekarang jadi kamar w) buat diajakin beli makan bareng. Berhubung kamarnya ditutup, salah satu dari mereka nyoba manggil mbaknya dengan suara yang lumayan kenceng. Terdengar lah suara dari dalam kamar. Ditungguin lama eh tapi ga nongol juga. Entah begimana ceritanya, pokoknya mereka akhirnya beli makan bareng tanpa mbak yang dipanggil tadi. Dalam perjalanan pergi beli makan bareng itu ketemulah mereka sama mbak pemilik kamar tadi. Nah loh? Terus, suara yang ada dalam kamar tadi suara apaan? Suara siapa dong? hmmmm
Waduh makin-makin nih. Alhasil setelah denger cerita itu dan segala yang w liat kemaren-kemaren, w jadinya agak insecure dan ga fokus studi. Tapi, w nyoba bertahan. W baca qur’an tiap abis maghrib sama subuh. Selain itu kalo siang w setel musik biar ga sepi-sepi amat. W berusaha bertahan. Tapi, ternyata tidak bisa bertahan lama pemirsa wkwkwk. Iya, w nyerah juga. W lambaikan tangan ke kamera. Ga kuat. 
W memutuskan untuk pindah kosan. Iya, jadi w cuman nempatin itu kosan cuman sebulan. 2 minggu di kamar sendiri. 2 minggu sisanya numpang di kamar temen w yang kamarnya deket tangga besi tadi. Iya, tidur di kosan yang sama tapi kamar yang berbeda wkwkwk. Dari pada w stress berkepanjangan, lebih baik w ninggalin itu kosan. Uang kosan 5 bulan kedepan itu hangus deh. Ya mau gimana lagi. Udah resiko. 
Jadi, begitulah ceritanya sodara-sodara. Panjang juga ya kek cerpen wkwkwk. Entah dapet insight dari mana tetiba aja buka Tumblr dan langsung nulis cerita ini. Oh, baru inget. Ternyata abis buka-buka folder foto di Finder. Nemu folder foto hp yang isinya foto-foto jaman dulu. Eh, kok pas ngeklik foto tadi. Jadi, begitulah awalnya cerita ini diketik hehehe. Oke deh, sekian cerita kali ini. Semoga ada faedahnya. Entah apaan wkwkwk. See ya :D
Moral value: Biasakan untuk tidak buru-buru dalam memutuskan sesuatu. Pertimbangkan matang-matang lebih dulu. Karena yang namanya penyesalan akan selalu datang belakangan (ya kalo datengnya di awal mah pendaftaran -__)
2 notes · View notes
irawanyusuf · 6 years
Text
Karena Hidup Banyak Rasa
Begitulah tagline dari Kopi Go*d Day yang mungkin sering—atau setidaknya pernah, kita baca dan dengar dari pelbagai media massa.
Namun bukan soal kopi yang akan saya coba ulas, melainkan soal marriage alias pernikahan. (Agak jauh bukan keberangkatannya, dari sebuah slogan menjurus ke pernikahan?)
Lantas, apa hubungan antara Karena Hidup Banyak Rasa dengan Pernikahan?
Sebagai informasi, saya adalah seorang single, belum pernah menikah dan belum sempat instal aplikasi Uber. Tulisan saya di sini adalah murni perspektif saya sebagai seorang yang insya Allah akan menikah.
Kita tahu, bahwa menikah yang paling didambakan tiap orang adalah menikah yang hanya dilakukan sekali seumur hidup. Itulah mengapa para kaum—terutama yang sedang berada di Quarter-Life Crisis*, menyadari betapa sakralnya sebuah pernikahan. Dan saya pun tidak terkecuali.
***
Ayah dan Ibu saya tidak jarang beradu argumen dari soal menentukan anak kuliah di mana, rumah dicat warna apa, pilihan capres-cawapres, sampai mana yang lebih dulu ada; ayam atau telur. Banyak aspek diperdebatkan, mereka bukanlah tipe pasangan yang selalu sepaham dan sependapat, sama sekali tidak.
Hingga pernah suatu waktu saya mendapati ibu saya menangis sejadi-jadinya, dan ayah saya menjadi ayah yang sediam-diamnya. Tidak ada lagi kehangatan. Itu adalah momen di mana saya berpikir, mungkin mereka akan bercerai.
Hingga pada satu ketika, ayah dan ibu saya masing-masing pernah saya tanyai, "Mengapa kalian tetap bersama padahal kalian sering berselisih paham, bahkan mungkin kerap saling tersakiti oleh satu sama lain?"
Jawaban mereka, yang acap berbeda pandangan dalam banyak hal, justru secara mengejutkan, memiliki esensi yang sama, "Saya menikahinya bukan hanya menikahi tubuhnya, saya juga menikahi jiwanya, kelebihan pun kekurangannya, juga segala permasalahan karenanya".
Dan sampai saat ini saya menulis, mereka tetap bersama menjadi suami istri. Pasangan yang mungkin paling berbahagia di muka bumi—setidaknya biarkan ini menurut saya. Kapal rumah tangga yang sama-sama mereka bangun tetap berlayar. Segala konflik, selisih, dan tangis tidak mampu membuat kapalnya karam.
***
Dari kenyataan inilah yang membuat saya menyadari, bahwa hubungan bukan hanya soal cinta dan bahagia, di dalamnya juga ada luka, kesedihan, dan kekecewaan.
Maka pernikahan, ialah ikatan yang akan tetap mengikat dirimu dan pasanganmu untuk tetap bersama ketika semuanya nampak gelap, seakan tanpa harap. Ikatan yang menjaga kalian tetap bersatu bahkan dalam masa-masa tersulit.
Sebab pernikahan, tidak lain tidak bukan, adalah komitmen antara dua insan untuk 'tetap berusaha' hidup bersama.
Karena hidup banyak rasa.
_____________
*Quarter-Life Crisis adalah masa di mana seseorang yang berusia 25 tahunan mempertanyakan hidupnya. Di masa yang merupakan puncak kedewasaan seseorang ini, orang mulai meninjau kembali masa lalunya, apa yang telah ia lakukan, apa yang ia dapatkan, dan bagaimana kehidupannya di masa datang (IDN Times)
216 notes · View notes
miuuuuns · 5 years
Text
Untuk Tuan yang Tak Menjadi Takdir
Dear kamu seseorang yang kini telah menjadi imam perempuan lain.
Maaf, sebagai kata yang inginku awali untuk membuka surat ini. Maaf atas kelancanganku menulis surat ini padamu. Benar harusnya aku simpan saja setiap kata yang ingin kusampaikan padamu, berhubung kini kamu sudah tak sendiri lagi. Tapi sepertinya aku tak bisa menyimpan selamanya, membungkam diriku untuk tak berkata.
Kau boleh membenci, atau memakiku, bahkan menganggap aku wanita gila setelah kau baca lengkap suratku ini.
Baik Tuan aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku baik-baik saja, aku masih bisa tersenyum merkah pada dunia yang sempat membuatku kehilangan arah, juga masih bisa tertawa pada ketetapan takdir yang sempat membuatku terluka parah. Hatiku pun sudah tak luluh lantah mendapat kabar hari bahagiamu, yang mestinya menjadi kabar bahagia untuk setiap orang yang mendengarnya, sayang kabar itu tidak terlalu manis kudengar, tidak seperti judul nya "Kabar Bahagia", aku begitu mendengarnya nyaris memaki takdir, mengapa yang pernah menyakiti lebih dulu menemukan bahagia nya? Sementara aku masih tertatih bangkit untuk kembali berdiri setelah pergimu yang lalu.
Mengapa takdir tak begitu adil, aku yang dulu dengan sungguh memintamu jadi pendamping kemudian harus menyaksikan cerita lain di mana kau memilih yang lain untuk jadi pendampingmu? Ironis aku berusaha tetap berdiri, bertahan dalam setiap keyakinan takdir dan mampir, kembali membuka hati tiap kali kau ketuk pintu hati yang selalu tertutup untuk yang lain, lalu harus segera kupahami bahwa kau hanya mampir. Aku tetap mengulang hal yang sama tiap kali kau datang mengetuk, hingga pada akhirnya kabar itu terdengar di telingaku membuat aku benar-benar harus paham bahwa takdir tak mengijinkan kita untuk bersatu.
Tuan kau tak perlu merasa bersalah atas air mata yang menetes di pelupuk mata, kau tak perlu memastikan keadaanku setelah hari bahagiamu itu, kau mungkin heran bagaimana bisa aku tahu kabar itu sementara kau telah berusaha menutup rapat kabar itu dari jangkauanku, dengan alasan kau tak ingin aku terluka di hari bahagiamu. Kau lucu sekali tuan, jauh sebelum hari bahagiamu aku sudah lebih dulu terluka olehmu. Maka dari itu kau jangan heran mengapa aku menghindari kontak denganmu, seperti kamu yang menutupi hari bahagiamu maka aku ingin menutupi hari kelamku dari jangkauanmu.
Tenang kau tak perlu cemas, aku sudah lebih jago dalam mengendalikan kesedihanku, kau tak perlu khawatir jika pada akhirnya aku akan membencimu. Bagaimana bisa aku membenci orang yang pernah begitu aku cintai? Bagaimana bisa aku membenci orang yang dulu pernah membuat aku begitu berarti? Ah tuan, padahal saat pertama kali ku dengar kabar itu aku tetap tenang seperti tak terjadi apapun meskipun hati kecilku beringsuk mencari keadalin, tapi kali ini kenangan manis yang dulu mulai sering terputar dalam ingatanku, masih sangat kuingat bagaimana tatapan mata yang saat itu membuat aku yakin untuk memilihmu, masih bisa aku rasa bagaimana saat itu aku melambung ketika kau dengan yakin berkata "Hati akulah yang memilihmu, untuk kujadikan seseorang yang akan kupetik" kau ingat itu tuan? Aku dengan sangat yakin menunggu waktu dimana kau akan memetikku, nyatanya di lain waktu kau memetik orang lain. Hancurkah hati aku? Jelas tuan, tidak ada hati yang baik-baik saja ketika melihat orang yang sangat di cintainya memilih orang lain untuk di jadikan permaisuri di kerjaan cintanya.
Lalu bagaimana aku bisa lupa pada kata-katamu dulu setelah kita tak menyatu "Ibu hanya suka padamu, dia hanya ingin kamu yang jadi menantunya, tiap kali kukenalkan wanita lain ibu menolak baginya kamu yang terbaik", aku merancang jauh kedepan tentang kita, walaupun saat itu aku ragu padamu sekaligus yakin bahwa kelak kamu dapat membawa wanita yang mampu menaklukan hati ibumu.
Ah tuan bagaimana bisa keyakinan ku saat itu jadi nyata? Bagaimana bisa kisah yang kukira bakal berakhir sangat romantis pada akhirnya hanya berkisah tragis? Sungguh ironis..
Aku tersudut akan kabar itu. Hatiku pilu membiru, tapi kenapa aku masih bisa tersenyum? Tuan air mataku tak mau menetes mendengar kabar itu, mataku seolah merasakan keletihannya, hingga dia tak mau menangisi lagi kesedihan yang dilakukan oleh orang yang sama, maka itu aku hanya bisa tersenyum pada dunia dan kenapa aku masih bisa tertawa? Bersandiwarakah aku? Tidak tuan, aku hanya merasa lucu, dari buku-buku yang ku baca, film yangku tonton dan bahkan cerita yang kutulis mengapa jadi kenyataan dan kualami dalam hidupku? Aku memertawakan takdir yang seolah memberi isyarat bahwa aku harus bersiap terluka seperti dalam cerita fiksi yang selalu ku baca atau ku tonton.
Tuan kau tahu? Meski sebenernya aku tidak ingin kau tau tapi baik lah biar ku kasih tahu aku tetap mendoakanmu, mendoakan agar kau dan istrimu tetap bahagia dan kuat dalam membidik rumah tangga kalian, hingga kalian di karuniai anak yang sholeh serta sholehah. Aku tetap mendoakanmu tuan, bagaimanapun meski kau telah berlaku jahat padaku, dimataku kau tetap lelaki baik seperti yang dulu pernah kukenal.
Baik tuan aku tidak ingin panjang lebar menceritakan aku saat ini, satu yang harus kau tahu, bahwa aku baik-baik saja meskipun mungkin kau tak merasa perlu tahu akan kabarku lagi, pun aku tak ingin bertanya bagaimana kabarmu saat ini, bisa kupastikan bahwa kau tengah berbahagia dalam membina hiruk-pikuk rumah tangga dengan istrimu.
Tuan boleh ku pinta satu hal padamu? Jika suatu saat nanti kita bertemu lagi, kau dengan istrimu dan aku dengan suamilu, kita bisa tetap baik-baik saja bukan? Seolah diantara kita tidak pernah ada masalalu, anggap saja bahwa kita adalah teman lama. Sesuai janjiku aku tidak ingin kita saling benci akhirnya.
Kusudahi tuan surat yang mungkin membuatmu merasa muak ini, maafkan perempuan bodoh ini yang dulu pernah dengan sungguh menunggu kepulanganmu. Kuharap kau tetap bahagia dan tak terusik akan ada nya surat ini.
Salam tuan.. Masalalu mu
2 notes · View notes
Text
TERAMANAH, WA 0821-2237-8089, Nasihat Rumah Tangga
Tumblr media
KLIK https://WA.me/6282122378089, Rumah Tangga Quotes, Rumah Tangga Sakinah, Rumah Tangga Sehat, Rumah Tangga Yang Bahagia, Rumah Tangga Yang Sehat, Suami Qowwam, Suami Sholeh, Ciri Suami Sholeh
Suami Qowwam adalah, Suami TERCERAHKAN secara Mental dan Spiritual, sehingga sangat relevan dengan Istri, Seluruh Masalah Keluarga dan Masyarakat. 
SPESIFIKASI BARANG:
Judul Buku: Serba 4 Menjadi Suami Qowwam
Pengarang Buku: Coach Hafidin
Harga Buku: Rp. 150.000
Halaman Buku: 168 H
Kualitas Buku: JERNIH
No pesanan : @rojali (wa 0821–2237–8089)
Jalumprit, RT.04/RW.01,
Waringinkurung,
Kec. Waringinkurung,
Kabupaten Serang, Banten
Kode Pos 42453
Lebih lengkapnya kunjungi juga : 
https://www.tokopedia.com/samawapublisher
Media Sosial :
https://www.instagram.com/coach.hafidin/
0 notes
Text
Berbagi Panduan Pernikahan Langgeng Dan Adem
Berbagi Tips Pernikahan Langgeng Dan Sejuk- Pernikahan ialah suatu hal yang sakral dan hanya berjalan sekali seumur hidup. Komunikasi yakni salah satu pilar langgengnya relasi suami istri. Banyak komunikasi suami istri menjadi berkurang gara-gara mereka terlampau sibuk bersama dengan urusan masing-masing. Akhirnya, relasi mampu jadi hancur apalagi berujung kepada perceraian. Supaya hal ini gak terjadi, betapa baiknya bila pasangan saling berkomunikasi dengan jujur dan terbuka. Usahakan untuk tetap meluangkan kala ngobrol dengan pasangan setiap tiap-tiap hari apa-malah kondisinya. Satu ulang tips supaya kekerabatan pernikahan selamanya awet, yaitu dengan berupaya untuk terbuka satu mirip lainnya. Saling menutup-nutupi hanya dapat mengakibatkan tak benar satu dari Anda menebak-nebak dan akibatnya timbullah salah paham yang sesungguhnya seputar ini tak perlu. Untuk itu, ceritakanlah semuanya yang terjadi sehingga Anda dan pasangan dapat sama-sama terang apa yang dialami oleh masing-masing. ini juga berfaedah bagi Anda untuk lebih mengerti pasangan, apa yang disukainya, dan apa yang tak disukainya. Pada kesudahannya, tentang ini bakal mengakibatkan Anda dan pasangan makin lama dekat. Ketika kita pacaran, kami seringkali mulai bahwa pasangan kita adalah milik kita sendiri. Hal inilah yang menyebabkan pacaran tidak langgeng. Tips pacaran langgeng selanjutnya, hargailah bahwa setiap kata kata anniversary pernikahan orang membawa kegiatan ataupun lingkungan tertentu. Ketahuilah bahwa mengekang itu tidak baik. Niscaya kalau perihal ini dijalankan bakal menyebabkan pacaran berlangsung ke bagian yang lebih lanjut. Tantangan terbesar dalam pernikahan yaitu kebosanan. Bahkan, disaat tidak ada persoalan serupa sekali bersama pernikahan, seseorang konsisten jadi tak senang. Kiat menjadi hidup amat datar gara-gara kebosanan. Cobalah untuk menanggulangi kebosanan dengan melakukan hal-hal yang jarang dijalankan berdua, semisal berlibur ke tempat yang belum dahulu didatang bersama dengan pasangan. Setelah melangsungkan acara yang suci hal yang demikian, pastinya kehidupan dapat beralih secara sempurna. Jika dahulu kamu hanya bermimpi diri sendiri saja, namun sesudah menikah kau termasuk dituntut untuk berimajinasi pasangan hidup anda. Dan kebanyakan pada jaman permulaan pernikahan hubungan asmara akan tentram dan damai. Anda dan pasangan bisa saling memuja dan memuji satu sama lain dan juga seluruhnya bisa mulai indah, lebih-lebih hal yang umum malah akan menjadi luar awam dan kesusahan yang menghampiri bahkan akan merasa lebih mudah untuk dihadapi.
Cara Rumah Tangga Berbahagia Dan Harmonis Selamanya
Banyak sekali perihal yang membuat kasus didalam daerah tinggal tangga muncul. Dan sadar atau tak disadari ternyata lebih dari satu kasus tersebut disebabkan oleh hal-hal spele. Hanya dikarenakan hal-hal spele berikut saja karenanya pernikahan anda dapat hancur. Nah, untuk menjaga pernikahan supaya selalu awet dan harmonis, maka kau perlu mengerti hal-hal spele apa saja yang dimaksud agar kau bisa menghindarinya dan jika sudah awam anda menjalankan karenanya kamu bisa membetulinya. Di bawah ini yaitu hal-hal spele yang kapabel menghancurkan pernikahan. Dalam pernikahan, tentu tersedia saja kesalahan kekhilafan yang diperbuat oleh masing-masing pihak, bagus oleh istri ataupun oleh suami, dikarenakan kita bukanlah makhluk yang sempurna. Supaya pernikahan kami tetap rukun, poin inilah yang paling absolut mesti dipraktikan di selagi salah satu pihak bertingkah salah, yakni kami perlu dapat untuk saling memberi maaf. Sedangkan terasa sukar dan berat, tapi berusahalah untuk memaafkan kesalahannya, tentu saja bersama saling berkomitmen untuk tidak mengulang ulang kesalahan yang sama di kemudian hari.
1 note · View note
irfanilmy · 5 years
Text
Jurnal Ramadan #26: Pemandangan Menjelang Hari Raya
Menjelang hari raya, pusat perbelanjaan diserbu bapak-bapak, anak-anaknya serta para ibu. Remaja-remaja dan pemuda datang bersama teman-teman atau kekasihnya. Pasangan muda tak ketinggalan berburu barang-barang yang didiskon besar-besaran. Baju baru, celana, sepatu, sandal, tas, hingga barang-barang rumah tangga ditarget untuk dipunya. Uang yang ditabung sedari lama atau bahkan tak menutup kemungkinan hasil meminjam dari kiri kanan raib berpindah tangan tak terasa.
Aku menyaksikan sendiri kepadatan kota (Tasikmalaya) dengan manusia-manusia pemburu barang-barang baru untuk persiapan lebaran. Di kota-kota lain pasti sama saja. Di negeri kita, ini sudah membudaya. Para pedagang dan pemilik modal untung gede-gedean. Penjual jasa transportasi laris manis. Penjual bahan bakar entah dapat duit berapa di tiap harinya. Kendaraan baik roda dua dan empat memadati jalan raya dan tentu butuh bahan bakar itu. Tukang parkir ketiban durian runtuh atas jasanya memberi ruang bagi kendaraan-kendaraan yang berhenti. Semua profesi mendapat untung di hari-hari ini. Para pemulung pun mendapat sampah yang bisa kembali ditukar uang lebih banyak dari biasanya.
Semua untung, semua berbahagia. Entah dengan amal baiknya. Apakah untung dapat pahala segunung atau justru buntung dengan kehampaan tak berujung? Masjid isinya menyusut sedari pertengahan Ramadan berjalan. Puncaknya ya saat 10 hari terakhir di mana idealnya masjid harus sesak dengan pemburu malam yang bertitel lebih dari seribu bulan (pahala bagi yang mengisinya dengan amalan-amalan kebajikan).
Seleksi alam terjadi. Yang memilih bermesraan dengan Ramadan di tiap tahunnya tak pernah lebih banyak ketimbang selainnya. Yang bertahan menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah menang atas godaan untuk bersuka cita. Duh, hamba iri dengan mereka yang seperti ini. Nyatanya tekad kuat buat keluar jadi pemenang dari Ramadan ini benar-benar memandu prilaku. Tekad lemah bahkan tanpa tekad sama sekali sudah barang tentu rapuh dengan segala macam ajakan dan rayuan kemalasan.
Cikondang, 29 Ramadan 1440 H/ 3 Juni 2019
3 notes · View notes
ukhtiekece · 5 years
Text
Tumblr media
Review Awe Inspiring Us
Judul: Awe Inspiring Us
Penulis: Dewi Nur Aisyah
Tebal Buku: 378 Halaman
Senantiasa merunduklah dalam takwa, memperkuat kesabaran dalam prosesnya. Bukankah engkau ingin menikah dengan beriring berkah-Nya? (Hal 122, Awe Inspiring Us)
Setelah menanti dalam ikhtiar dan taat pada yang Maha Membolak balikkan hati. Perjalanan mengukir cinta merenda asa dilanjutkan ke tahap saat kamu siap untuk menikah. Lewat ta'aruf dari orang tua, guru atau bahkan teman.
Kali ini dijelasin panjang lebar Do dan Don't selama masa ta'aruf. Selalu melibatkan Allah dalam tiap proses fase yang dilewati, menjadikan Allah satu satunya tempat bersandar atas segala keputusan.
Setelahnya, disambung dengan segala konsekuensi setelah menikah. Karena menikah bukan untuk mewujudkan mimpiku atau mimpinya, tapi mimpi kita. Membangun peradaban hingga kelak kekal di Syurga.
Gak ketinggalan cerita suka duka mbak dewi dan suami menjalani rumah tangga sembari melanjutkan Magister PhD mereka di London.
Sebanyak apapun gelar pendidikan, setinggi apapun jabatan, menjadi muslimah yang taat istri yang shalihah, dan seorang ibu adalah tumpuan dasar yang tak bisa ditawar. Kewajiban yang harus tertunaikan.
Setelah menikah gak ada tuh yang selalu berbahagia, atau selalu bersedih. Melainkan kita yang siap mengatur perasaan, menjadikan setiap kejadian adalah yang menambah kesyukuran dan ketakwaan terhadap Allah.
Sejauh manakah iman kita mampu menempa sabar, saat doa masih Allah tangguhkan dan belum jelas terlihat jawaban. Sejauh manakah kita mampu berbaik sangka terhadap kebesaran-Nya, tatkala usaha dan penantian kita belum membuahkan hasil yang nyata. Sejauh manakah kita mampu mempertahankan takwa, saat derasnya cobaan dari-Nya terus mengalir mengisi masa. Maka ingatlah ini duhai diriku. (Hal 43, Awe Inspiring Us)
Awe Inspiring Us, karya terbaiknya mbak @dewi.n.aisyah. Perjalanan mengukir cinta, merenda asa, menggapai pernikahan mulia.
Diawali dengan bagian tentang seni menanti. Bahwa ada dirimu dan perasaanmu yang selalu tangguh untuk menyusuri setiap depa panjangnya jalan penantian. Menanti dengan cara yang baik, karena dirimu pantas untuk dijemput dengan cara terbaik.
Tak pernuh gundah apalagi gelisah, karena setiap ikhtiarmu akan menemui takdirnya. Tautkan iman pada setiap harapan, karena sebaik-baik harapan ialah yang hanya disandarkan padaNya. Tak ada yang lebih menentramkan daripada terus menggalkan doa padaNya, meyakini bahwa yang menjadi takdirmu tak akan pernah melewatkanmu.
Awe Inspiring Us
Sebuah Perjalanan, Mengukir Cinta, Merenda Asa, Menggapai Pernikahan Mulia
Ditulis oleh seorang Ibu muda, bernama Dewi Nur Aisyah. Selaras dengan judulnya, setiap lembar mencoba menginspirasi setiap yang membaca.
Ini adalah bagian terakhir dari ulasan saya untuk buku yang satu ini. Tentang kisah beliau saat menanti, menjalani, dan menjadi seorang Ibu untuk Najwa dan Mu'adz. Beliau banyak bercerita tentang bagaimana kita harus selalu bersyukur dengan segala apa yang sedang kita jalani. Menjalaninya dengan selalu berharap ridho Allah.
Bahwa anak yang dilahirkan adalah amanah Allah semata. Hanya pada Allah segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan. Tentang bagaimana saat menjadi teladan bagi anak. Atau bahkan sebaliknya, mereka adalah guru bagi kita.
Yang paling menarik, mba @dewi.n.aisyah juga menjelaskan tentang prinsipnya dalam merawat amanah Allah tersebut. Termasuk hal hal yang sering menjadi perdebatan banyak kalangan. Mulai dari hal membedong hingga memvaksin. Poin plusnya beliau menjelaskan dengan segala alasan logis dan ilmiah. Jadi gak sekedar baper "pengen enggak aja".
Meluaskan pandangan menambah wawasan. Secara keseluruhan mba dewi bercerita dengan bahasa yang tergolong mudah untuk dipahami. Namun cenderung "kaku", kalau bahasa saya "mirip Murabbiyah" huhu
Karena beliau berpendapat dengan dalil hadits ataupun qur'an.
Sedikit membosankan pada bagian ketika beliau mengulang istilah-istilah ketika beliau menempuh pendidikan S2 dan S3, karena yang baca belum pernah S2 dan S3 di dalam negeri, apalagi di luar negeri. :D hehe
Secara keseluruhan bukunya Keren dan "berisi" . Recomended untuk yang sedang "menanti". Itung-itung nambah ilmu.
Semoga bermanfaat ^^ 🌻
2 notes · View notes
Text
Kamis, 14 Oktober 2021
5.24 am | Allah tidak pernah bosan mendengarkan doa hamba-Nya, kitalah yg seringkali bosan berdoa kepada-Nya .
8.07 am | Hari ini ketemu kamu. Kamu duduk di depanku. Kamu lepas maskermu. Wkwk. Curi curi pandang kan aku jadinya. Ga lebih dari 3 detik dah aku yakin. Ga berani. Wkwk. Kamu juga selalu palingkan pandanganmu dari aku.
10.42 am | hati ini masih kotor. Masih berusaha, belajar supaya bisa bersih hati ini. Banyak sekali yang jadi PR. Ke orang orang terdekat terutama. Kakak. Orangtua. Membenci diri sendiri karena tidak mau menuruti sisi baik yang ingin ditanamkan. Sungguh berat amalan hati.
Jumpt then fall. Everytime you smile I smile and everytime you shine I shine.
11.33 am | tadi pagi dapat sentilan lagi. Jangan bergantung sama manusia. Bukan terlalu bergantung. Bukan. Jangan sekali kali bergantung sama manusia. Bergantung hanya sama Allah.
"Udah lama nggak jatuh cinta, sekalinya jatuh cinta dapet yang sama sama siap, mau diajak serius, paham agama dan dapat restu orangtua"
1.53 pm | Ikut berbahagia. Sungguh senang. Alhamdulillah ya. Semoga Allah selalu kuatkan bahtera kalian. Semoga bisa saling menguatkan. Semoga Allah berkahi kalian berdua, berkahi rumah tangga kalian. Apapun ujiannya nanti, Allah mampukan kalian berdua untuk bertahan, saling melengkapi, saling membersamai hingga Jannah-Nya. Aamiin ya Rabb 🙏🙏. Di tunggu .. malaikat kecilnya
5.59 pm | Tiap ada kesempatan, serasa ada angin segar. Bukan berserah diri. Ini juga ikhtiar kan. Ikhtiar sewajarmya wkwk.
0 notes
coretankrimsy · 4 years
Text
Tumblr media
Menikah (2).
Antara ibadah atau tradisi menjunjung gengsi
.
Gadis itu bernama Rara. Anak kedua dan perempuan satu-satunya dari tujuh bersaudara. Dia bekerja di sebuah bank besar di negeri kota. Seorang perempuan tangguh yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
.
Pemuda itu bernama Aldo. Ia bukan anak keluarga mapan yang hidup serba berkecukupan. Seorang yang tekun dan gigih, menjadi asisten koki restoran di hotel ternama.
.
Berkenalan dengan Rara tanpa sengaja, dekat nyaman saat berteman, hingga akhirnya berani melamar. Bagi mereka menikah itu ibadah. Tidak perlu bermewah megah, karena esensinya adalah sah.
.
Tapi tidak bagi Mamak.
Memiliki anak gadis semata wayang membuat mamak memasang harga teramat tinggi. Baginya tak cukup hanya ucap ijab di kantor agama, tapi perlu resepsi di gedung dan mengundang makan semesta.
.
Mahar yang seharusnya tidak memberatkan justru menjadi patokan awal atas nilai jual Rara. Bagi mamak seserahan itu harus berkotak-kotak, berisikan pakaian dalam hingga peralatan kecantikan. Bukan hanya alat ibadah dan kitab umat beragama.
.
Undangan ala digital kekinian tak direstui mamak, karena yang ia tau undangan itu harus berkertas tebal yang bisa buat timpuk orang. Jumlah tamu pun tak berkira-kira banyaknya, hingga lebih dari setengahnya adalah undangan relasi mamak.
.
Lamaran yang seharusnya menjadi agenda intim antar keluarga mempelai, bagi mamak harus dirayakan dengan tenda hajatan dan prasmanan. Baju untuk akad resepsi pun turut serta mamak atur, harus beda tiap agenda, harus berkelas.
.
Pertengkaran antara Mamak dan Rara tidak terhindarkan
.
Tradisi sekali seumur hidup ini memang harus maksimal, kata Mamak. Kalau semua serba sederhana bagaimana bisa nanti buat orang banyak mau berangpau lebih. Sudah pasti ini semua akan balik modal dari kantong para tamu yang datang.
.
Tapi semaksimal-maksimalnya mamak, semua modal ia bebankan pada mempelai pria. Ia hanya asik mengumbar janji pada keluarga besar dan menyebar gengsi antar tetangga.
.
Tak peduli mamak bagaimana cara Aldo mendapatkan semua yang ia minta. Berhutang pun jadi salah satu saran yang ia berikan.
.
Tak tahan dengan perangai Mamak, Rara akhirnya bersuara. "Perasaan kemaren abang nikahan ga sampe serepot ini deh Mamak?! Kenapa pas Rara, Mamak banyak atur berlebihan sih?"
.
Mamak dengan santai, sambil lalu lalang menjawab, "Karena kamu perempuan. Acara kayak gini tuh memang hajatnya keluarga perempuan. Ibaratnya kalo kemarin abang, kita yang beli. Sekarang kita yang jual".
.
Geram mendengar Mamak. "Lah emang Rara barang apa? Asal banget Mamak kalo ngomong".
.
Tak sampai disitu, segala hal yang sudah Rara coba turuti dari keinginan Mamak, tetap selalu saja salah. Perkara undangan tipis dan murah, Mamak bandingkan dengan bentukan souvenir menurutnya berlebihan.
Rara menjelaskan, "Kalo undangan itu ujungnya akan dibuang juga mamak, jadi sampah. Souvenir kayak gini bisa jadi disimpen sama orang".
.
Hingga saat agenda pendaftaran di kantor agama, isian kolom mas kawin dalam buku nikah pun jadi perkara.
.
"Pokoknya harus tulis emas 10 gram, dulu saja Mamak mas kawinnya bisa sampai 20 gram. Apa kata orang nanti yang dengar pas akad kalo disebutnya cuma 5 gram?"
.
Padahal penghulu sudah mencoba bantu menjawab, tetap tak dihiraukan oleh Mamak.
.
"Tapi Aldo hanya mampunya segitu Mak." Rara berharap Mamak mengerti, tapi Mamak malah berkata, "Aldo usahakan aja dulu. Jadi lelaki kok ga ada perjuangannya. Isian buku nikah mah masih bisa diubah sampai H-1".
.
Begitulah perjalanan Rara dan Aldo dimulai. Mereka berusaha memenuhi semua pinta Mamak.
.
Bagi mereka cukuplah menjadi modal rumah tangga mereka, sebuah restu dan ridho orang tua.
Mengharap dapat selalu berbahagia dari berkah ibadah perkawinan, dan beruntung atas pahala bakti orang tua.
0 notes