Tumgik
#Nasihat Rumah Tangga
Text
SALE, WA 0821-2237-8089, Buku Ilmu Rumah Tangga Coach Hafidin
Tumblr media
KLIK https://WA.me/6282122378089, Buku Suami, Buku Suami Isteri, Buku Suami Isteri Paling Bahagia, Buku Suami Sejati, Buku Nikah Suami Istri, Buku Agar Disayang Suami, Buku Menjadi Suami Yang Baik, Buku Harian Suami, Buku Suami Hebat
Suami Qowwam adalah, Suami TERCERAHKAN secara Mental dan Spiritual, sehingga sangat relevan dengan Istri, Seluruh Masalah Keluarga dan Masyarakat.
SPESIFIKASI BARANG: Judul Buku: Serba 4 Menjadi Suami Qowwam Pengarang Buku: Coach Hafidin Harga Buku: Rp. 150.000 Halaman Buku: 168 H Kualitas Buku: JERNIH
No pesanan : @rojali (wa 0821–2237–8089)
Jalumprit, RT.04/RW.01, Waringinkurung, Kec. Waringinkurung, Kabupaten Serang, Banten Kode Pos 42453
Lebih lengkapnya kunjungi juga : https://www.tokopedia.com/samawapublisher
Media Sosial : https://www.instagram.com/coach.hafidin/ https://www.youtube.com/@samawafamilyid https://www.youtube.com/@idingjoss8455
2 notes · View notes
andromedanisa · 10 months
Text
Melewatkan orang baik..
Tidak ada yang akan kusesali nantinya melewatkanmu ataupun menunggumu. Diantara keduanya ada konsekuensi yang akan memintaku saat aku memilih. Namun satu hal yang aku syukuri, setidaknya aku pernah diperjuangkan dengan sebagaimana mestinya. Meski pada akhirnya masing-masing dari kita memilih diam dan pergi untuk saling menjauh.
Tidak semua perjumpaan akan berujung pada kesepakatan. Tidak semua yang bertemu akan selalu bersama. Demikian, bukan?
Melewatkan orang baik itu nyata adanya. Edisi nemenin ibu jalan-jalan pagi. Pagi ini bertemu dengan salah satu teman pengajian ibu.
Ibu Y: ".... mba dandelion (nama disamarkan) qadarullaah nggak bisa lanjut proses kemarin, Bu."
Keluarga kami cukup dekat sehingga ibu Y seringkali bercerita banyak hal dengan ibuku.
Ibu Y: "Saya sedikit kepikiran, Bu. mba Dandelion setelah proses ta'aruf dengan Ikhwan tersebut, akhir-akhir ini lebih sering menangis, lebih menutup diri dari biasanya. Tapi setiap kali ditanya, jawabannya selalu diam dan memilih menghindar. Barangkali mba Nisa bisa ajak mba Dandelion ngobrol-ngobrol ya. Dari kemarin pengen ngobrol sama Nisa katanya. Tapi takut ganggu mba Nisa."
aku: "nggeh, Bu. Nanti saya coba chat mba Dandelion lebih dulu. Bertanya kabar, semoga bisa sedikit terbuka dengan saya."
Ibu Y: "ikhwan ini datang kerumah menegaskan bahwa tidak bisa melanjutkan proses ta'aruf. Mas F (inisial Ikhwan yg sedang proses) datang dengan kakaknya untuk menegaskan.
Awalnya mba Dandelion mengabarkan kalau akan ada seorang laki-laki yang Alhamdulillaah sudah ngaji dan Insya Allaah baik pemahaman agamanya. Suami saya menyambut dengan senang perihal kabar baik itu. Dan atas izin Allaah keduanya bertemu dan memutuskan untuk proses ta'aruf. keduanya ini saling tertarik dan merasa cocok satu sama lain. Delapan kali datang kerumah dan saling terlibat pembicaraan bersama.
Mas F bilang kalau belum bisa datang bersama bapak ibunya untuk meminta mba Dandelion dikarenakan ibunya sedang dalam kondisi sakit.
Kamipun paham kondisi mas F, dan kami mencoba memberikan garis ketegasan untuk anak perempuan kami satu-satunya ini. Bapaknya (suami saya) tidak ingin putri kesayangannya ini tidak ada kejelasan status. Bapaknya meminta agar ada kejelasan bagaimana kelanjutan dari proses ta'aruf ini. Akhirnya mas F mengatakan akan segera mengkhitbah mba Dandelion dengan cincin pemberian dari Ibunya.
Ketika waktu yang sudah dijanjikan akan datang untuk mengkhitbah, qadarullaah Ibu mas F Allaah panggil lebih dulu (meninggal dunia). Sehingga ini butuh waktu tiga minggu untuk melanjutkan kembali. Dalam waktu tiga minggu, mas F mengabarkan bahwa setelah ibunya meninggal dunia. Ayahnya jatuh sakit. Satu minggu setelah mendapat kabar sakitnya, kami mendapat kabar bahwa ayah mas F tersebut meninggal dunia.
Setelah dua minggu sepeninggal ayahnya, mas F tersebut datang kembali kerumah dengan saudaranya untuk menegaskan kembali bahwa ia akan tetap maju untuk meminang mba Dandelion. Namun butuh waktu untuk membicarakan hal tersebut dengan keluarga besar seperti saudara dari Ayah dan Ibunya sebagai perwakilan yang dituakan. Kamipun menyepakati, karena kami mencoba memahami tentang ujian demi ujian yang mas F lalui.
Dua Minggu berlalu, mas F ini mengabarkan via chat. Yang intinya masih butuh waktu untuk meyakinkan keluarga besarnya untuk melangkahi kakak perempuannya yang belum menikah dan belum memiliki calon. Kata keluarga besarnya, kasihan jika dalam suasana duka seperti ini, kakak perempuannya harus ditinggal apalagi dilangkahi oleh adik laki-lakinya untuk menikah.
Dalam adat jawa, tabu jika ada seorang adik melangkahi kakaknya untuk lebih dulu menikah. Apalagi jika itu adalah adik laki-laki melangkahi kakak perempuannya. Meski mas F ini sudah paham tidak ada demikian dalam agama, namun keluarga besarnya masih kekeh memegang adat demikian.
Sampai satu titik, mba Dandelion meminta kejelasan bagaimana ujung dari proses ini. Akhirnya mas F datang dengan saudaranya lagi untuk menjelaskan situasi yang sedang terjadi. Bahwasanya ia meminta diberi waktu untuk mencarikan calon untuk kakak perempuannya ini sampai akhir tahun ini agar bisa menikah. Harapannya agar ada yang menjaga kakak perempuannya. Setelah kakak perempuannya mendapat jodoh barulah ia bisa dengan lapang menikah.
Mendengar hal itu mba Dandelion memberikan tanggapannya, bahwasanya ia tidak bisa lagi memberikan waktu.
"Lebih baik dicukupkan sampai disini saja. Tidak usah melanjutkan. Saya tidak ingin terus-terusan dalam kondisi status berproses dengan seorang Ikhwan yang belum terlihat kejelasannya untuk sebuah komitmen. kita cukupkan sampai disini saja, jika memang berjodoh maka kita akan bertemu lagi dengan cara baik dan waktu yang terbaik menurut Allaah. Saya tidak ingin menunggu sesuatu yang semu. Saya tidak ingin membatasi diri saya dengan menunggu seseorang yang belum tentu akan menjadi jodoh saya. Saya tidak mau membuka pintu-pintu syaithan dengan mengatasnamakan ta'aruf. Ta'aruf kita sudah berjalan kurang lebih 7 bulan dengan delapan kali pertemuan ini. Saya tidak ingin menutup banyak kemungkinan yang akan terjadi nantinya. Iya, kalau sampai akhir tahun kakak perempuan mas bertemu dengan jodohnya. Kalau masih belum menemukan, bgaimana dengan saya? apakah masih harus menunggu lagi? Saya tidak ingin demikian, ini akan membuka pintu fitnah untuk kita dan keluarga masing-masing. Saya mohon maaf selama proses kata-kata dan sikap saya menyakiti hati mas dan keluarga mas. Semoga setelah ini Allaah beri kita kelapangan hati dan ganti yang lebih baik lagi." Jawaban mba Dandelion saat itu didepan kami semua.
Jelas Bu, saya menangis saat itu juga. Saya kaget anak perempuan saya langsung memutuskan demikian. Suami saya mencoba memahami kondisi anak perempuannya. Dan memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta'aruf ini dengan berat hati.
"semoga kita masih tetap menjadi saudara muslim yang baik ya mas, entah nanti kalian berjodoh atau tidak. Semoga ini adalah keputusan yang terbaik untuk kalian berdua." Ucap Bapaknya mba Dandelion.
"baik, pak. Ngapunten sanget jika saya membuat mba Dandelion dan keluarga kecewa atas sikap saya. Saya bisa memahami keputusan MB Dandelion. Insya Allaah, jika nantinya kakak perempuan saya sudah menemukan jodohnya tahun ini. Dan mba Dandelion masih belum menikah atau masih belum proses ta'aruf dengan siapa-siapa. Semoga masih diizinkan untuk menyambung silaturahmi nantinya ya. Saya meminta maaf untuk segala ucap, tindakan dan hal-hal lain yang kurang berkenan. Semoga Allaah berikan yang terbaik setelah ini." Jawaban mas F saat itu.
Dia Ikhwan yang baik, saya bisa melihat sikap dan kesungguhannya dalam mengupayakan, bu. Selama proses, saya dan suami menyelidiki latar belakang dan keseharian mas F. Bertanya beberapa hal pada tetangganya, dan suami saya juga pernah bertemu dengan mas F dalam barisan sholat subuh berjamaah. Masya Allaah, sekali memang.
Saat mas F berpamitan dan merangkul suami saya, saya melihat mas F menangis dan mengucapkan salam dengan suara yang gemetar. Sementara mba Dandelion langsung masuk kamarnya dan terdengar suara tangisannya.
Saya menangis, suami saya terlihat begitu sedih. Beberapa kali gagal ta'aruf baru kali ini mba Dandelion saya mendengar suara tangisannya. Kami mencoba lapang untuk terus menguatkan satu sama lain. Untuk tetap berbaik sangka kepada Allaah. Tahun ini mba Dandelion berumur 36 tahun, Bu. Hati saya ikut remuk setiap kali harus melihat kegagalan demi kegagalan proses ta'aruf mba Dandelion." Ungkap ibu Y dengan suaranya yang lirih dan menangis.
aku dan ibu hanya bisa saling menatap dan membisu. Ibu menangis seraya memeluk ibu Y untuk menguatkan.
~*
Barangkali kita pernah..
Merasa begitu beruntung ketika diingini oleh seseorang yang begitu baik, didoakan dalam banyak kebaikan, diberi hadiah tanpa melewati batas syariat, saling tak bersua namun saling mengupayakan.
Barangkali kita pernah..
Menjadi begitu istimewa ketika diperjuangkan, begitu bahagia saat kita mengetahui kita adalah seseorang yang diperjuangkan diantara orang-orang baik yang mengupayakannya.
Barangkali kita pernah..
Menjadi satu diantara pilihannya, menjadi tujuan perjalanannya. Meski pada akhirnya ketetapan Allah yang menjadi pemenangnya..
Barangkali kita pernah..
Melepas seseorang yang baik itu, menabahkan diri atas keputusan yang kita pilih. Sebab memaksa berjalan pada tujuan yang sama tidak menemukan titik temunya.
Barangkali kita pernah..
Dibuat takjub atas perjalanan yang Allaah kehendaki. Sesuatu yang kita tangisi dengan begitu, justru memberi lebih banyak arti atas serangkaian hidup yang kita jalani.
Barangkali benar, tidak semua kebaikan-kebaikan itu bertemu dan cocok. Cinta tahu kemana harus pulang, jodoh tahu kemana harus memupuk keshalihan. Menjadi baik adalah tugas kita, mencari jodoh yang baik adalah upaya kita. Pada akhirnya kita akan paham bahwa kita adalah ujian bagi satu sama lain.
*saya sudah izin kepada ibu Y dan mba Dandelion untuk menuliskan kisah ini dimedia sosial saya. Semoga Allaah tolong dan memberikan kelapangan serta ganti yang lebih baik.
351 notes · View notes
terusberanjak · 2 years
Text
Menikah ialah tentang bertahan di antara berbagai perbedaan. Menikah ialah tentang saling memaafkan di kala amarah meruak. Menikah ialah perihal saling memaklumi. Menikah ialah saling menahan ego dan merasa paling tinggi. Menikah ialah saling mendukung untuk menjadi sebaik-baiknya hamba untuk Allah.
Menikah itu bukan perihal mencari persamaan, sayang. Bukan. Sebab sampai kapanpun takkan pernah kau temui yang secara utuh sama persis dengan dirimu. Menikah itu tentang bagaimana engkau bahagia melihat kebaikan pasanganmu dan memahami kekurangannya.
Jadi, bisakah kita fokus saja kepada Allah dan terus berjuang saling menguatkan untuk menjadi salah satu di antara hamba Allah yang Allah serukan kepada malaikat Jibril bahwa Allah mencintainya?
@terusberanjak
580 notes · View notes
kafabillahisyahida · 4 months
Text
Kunci Sukses dan Kebaikan > Tidak Dengki, Iri dan Hasad
Kalau kenal sesama muslim dan mukmin yang lebih sukses entah dalam kehidupan dunianya maupun kesalehannya jangan ada rasa dengki pada mereka, dengki membuat rugi diibaratkan para Ulama, seperti kita minum racun sendiri tapi berharap orang lain yang mati.
Selalu percaya, mereka sampai di titik itu pasti telah melewati banyak hal, kalau saja kita tahu bagaimana perjuangan mereka tentu kita tidak akan iri .
Alih-alih hasad Cintailah mereka, bangun circle & koneksi dengan mereka, karena kebaikannya orang-orang baik itu menular, dan mereka yang soleh memiliki syafaat di hari kiamat. Kalau bisa sampai mencintai mereka itu lebih bagus, karena Rasulullah bersabda ‘'Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.’'(HR . Bukhari)
Membangun koneksi dan relasi dengan orang2 yang menurut kita lebih baik itu bukan sebagai bahan perbandingan tapi sebagai bahan pelajaran. Maka, kita juga harus pandai memilih siapa yang mau kita bangun koneksi dan relasi tersebut, ikutilah hanya mereka yang punya visi misi mulia dalam hidupnya dan setelah matinya .
27 notes · View notes
ajinurafifah · 7 days
Text
Memakai ART Di Rumah Bukanlah Aib
Dulu aku sempat berpikir, memiliki asisten rumah tangga (ART) di rumah adalah sebuah kekurangan sebagai istri. Aku merasa bukan istri yang satset dan telaten. Di berbagai konten sosial media, banyak yang memuji ibu-ibu tanpa ART sebagai ibu yang hebat seakan-akan yang menggunakan ART menjadi berbeda nilainya..
Nasihat Rasulullah pada anaknya, Fatimah menjadi penyemangatku saat benar-benar keteteran.
“Wahai Fatimah, tiada istri yang menggiling tepung untuk suami dan anaknya kecuali Allah mencatatkan kebaikan baginya pada setiap biji dari gandum, meleburkan dosa-nya, dan meninggikan derajat-nya.”
Di tahun-tahun pertama pernikahan aku stress dengan segala beban kerja domestik ditambah aku sedang hamil anak kedua. Sesuatu yang menjadi pengalaman pertama bagiku karena dari aku kecil, ayahku selalu menyediakan ART untuk ibu di rumah.
Baik orangtua maupun mertua menyarankan untuk mempekerjakan ART di rumah. Tapi aku masih keukeuh untuk menggarap semuanya sendiri, karena standar ibu yang keren bagiku masih ibu-ibu yang mengurus rumahnya sendiri tanpa ART. Sebenarnya aku nggak sesendirian itu mengerjakan pekerjaan rumah karena suami selalu terlibat. Suamiku yang mencuci dan menjemur baju, sering juga ikut mencuci piring. Cuma bagiku, semuanya tetap tanggung jawab istri. HAHAHA definisi mempersulit diri sendiri.
Sampai satu ketika aku sudah kewalahan dan berimbas ke emosi yang tidak stabil ke anak maupun suamiku. Kamipun sepakat mempekerjakan ART di rumah, dan berkali-kali suamiku menekankan bahwa ini bukan sebuah dosa, bukan sebuah kekurangan, toh kita juga malah membantu ART untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Terlalu lama di stereotype bahwa semua tugas domestik rumah tangga adalah tanggungjawab istri, membentuk pikiranku jadi seperti ini. Padahal yang diajarkan Rasulullah berbeda. Rasulullah sangat suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Rasulullah bahkan tidak membebankan pekerjaan rumah tangga kepada istrinya.
Dalam sebuah hadits, Aisyah Ra. pernah ditanya, "Apakah yang dilakukan Rasulullah SAW di rumah?"
"Beliau ialah seorang manusia biasa. Beliau menambal pakaian sendiri, memerah susu, dan melayani diri beliau sendiri," jawab Aisyah Ra. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Mayoritas ulama sepakat bahwa mengerjakan pekerjaan rumah termasuk kewajiban suami. Empat mazhab besar termasuk yang berpendapat demikian. Ulama dari empat mazhab besar, yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy Syafi'iyah, Al-Hanabilah dan ditambah Mazhab Adz-Dzahihiri, semua sepakat mengatakan bahwa para istri sebenarnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya. Kewajiban istri lebih dibebankan kepada melayani suaminya dalam urusan 'ranjang'.
Jadi, secara umum jumhur ulama cenderung sepakat bahwa tugas istri bukan mengerjakan urusan rumah tangga. Kalau pun ingin dikerjakan sendiri, maka itu menjadi sebuah ibadah sunah yang akan menambah nilai pahala bagi istri.
Sebuah plot twist yang kemudian banyak menyadarkanku. Tapi ini nggak menjadikan kita sebagai istri berhak semena-mena ke suami. Jadi validasi supaya bisa malas-malasan di rumah. Lebih kepada, rumah tangga ini sebaiknya dibangun atas dasar saling menghargai dan saling cinta...
If we love some one, we could do anything for him/her, ya nggak sih? wkwk. Saling bantu membantu, saling backup, akan sangat menambah rasa cinta kita kepada pasangan.
Jadi casenya, buat istri yang disediakan ART oleh suaminya, jadi makin cinta karena suami melakukan kewajibannya..
Istri yang nggak ada ART, tapi suaminya terlibat dalam domestik , dan saling bantu, jadi semakin cinta karena kerja sama tim yang luar biasa.
Suami yang istrinya sanggup mengerjakan kerjaan domestik, jadi makin cinta karena kewajibannya sudah dibantu diringankan oleh istrinya.
Suami yang tidak sanggup menyediakan ART untuk istrinya, secara sadar menunaikan kewajibannya mengurus rumah tangga, dan sangat berterimakasih kepada istrinya karena sudah mau membantu meringankan pundaknya.
Suami yang sibuk bekerja, dan tidak banyak mengerjakan domestik, sangat menyayangi dan menghormati istrinya karena sudah banyak dibantu. Sehingga, dia memuliakan istrinya dengan cara yang lain, yang dia bisa.
Alhamdulillah, alhamdulillaaah..
Islam begitu indah mengaturnya :)
71 notes · View notes
kayyishwr · 5 months
Text
Kamu dan Sebuah Nilai
Akhir-akhir ini, setelah punya anak, mba ku lebih sering cerita soal tumbuh kembang anaknya, dan ya, aku support sekali dengan hal itu, beberapa informasi terpecaya coba aku berikan supaya ponakanku bisa tumbuh dengan lebih baik dari kita, insyaAllah dengan izin Allah
Tapi kemarin, entah kenapa, random saja, isi chatnya berbeda haha "eh sama adik kelasku aja" bagian ini tidak perlu ditafsirkan, rasanya yang membaca pun sudah paham, apalagi masih di suasana syawwal; (hayo, udah selesai puasanya belom?)
Lanjut ku jawab dengan lugas dan sepertinya agak tegas "engga deh hahah"
Obrolan kita berlanjut, dan ku tekankan satu hal yg mungkin terdengar terlalu idealis; kalau itu soal 'kamu' maka harus lekat dengan soal 'nilai'
Yes, di era akhir jerman ini (aih, maksudnya akhir zaman), mencari 'kamu' itu nampaknya bukan persoalan yang rumit. Persoalan populasi sudah terbukti lebih banyak. Persoalan kesiapan, nampaknya juga terlihat siap, namun soal 'nilai' yang rasa-rasanya amat sangat sukar dicari
Mengapa 'kamu' harus lekat dengan 'nilai'; itulah pembeda, itulah yang menawan, dan rasanya aku sudah tertawan haha
'Nilai' itu yang akan membentuk pola pikir, rasa perasaan di hati, dan tingkah laku. Melihat 'nilai' bisa dilihat dari ketikan lewat tulisan, bisa dilihat dari tutur kata ucapan, hingga bagaimana cara respon dalam bertingkah
Maka, jika soal 'kamu' dan 'nilai' harus lekat, begitupula diriku sendiri hehe, masa kita menuntut orang lain seperti itu, sedangkan kita hanya berleha-leha saja
"Idealis sekali" memang😎 "rumah tangga itu kan ga selamanya membicarakan soal nilai" lho, tapi kan harus dibangun di atas nilai, mau dibiarkan saja tanpa nilai? Ntar ga ada arah tujuannya dong
Lalu kapan ditemukannya 'kamu' yang harus lekat dengan 'nilai'? Entahlah, karena pertama balik lagi ke diri sendiri, yang harus jua punya nilai, kedua berikhtiar meraba-raba hikmah yang Allah berikan hingga hari ini, sembari memperhatikan sekitar, adakah 'kamu' dan 'nilai' yang aku cari?
Sembari mengingat nasihat Kyai Salim A Fillah, soal nilai dalam rumah kita
Rumahku adalah rasa aman dalam genggam jemari ar-Rahman. Rumahku adalah juga derak kekhawatiran, agar tiada lena dalam fana
Rumahkulah kutub yang mendamai hati dan sesenyum rasa; "Masuklah! Berselimut! Rehat!"
Terkadang ia mentari yang menyala, menegur hati, dan menggerak "Keluarlah! Dakwah! Jihad!"
Rumahku perhentian; tempat iman diperbarui, dan ruh diisi ulang, lalu aku harus keluar membukti amalan
Rumahku, menawan tenteram, menggerak bandang. Rumahku mungkin bukan surga, tapi insyaAllah serambinya.
117 notes · View notes
gadiskaktus · 14 days
Text
Tumblr media
Jangan bangun narasi kesempurnaan dalam rumah tangga, karena pernikahan itu adalah pertautan antara dua sosok: yang satu pendosa, dan yang satu pendosa.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Semua bani Adam sering melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang sering melakukan kesalahan adalah yang sering bertaubat. [HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi dan lain-lain.]
Terinspirasi dari nasihat Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafizhahullaahu ta'ala dalam kajian tematik, "Ruh Sebuah Kehidupan".
Repost dari akun @ummuaisyah, syukron umm sudah nulis ulang dan jadi renungan diri. Biar ngga banyak PR setelah nikah semoga disandingkan dengan seorang yang setara dengan kita, setara dalam memandang dunia dan akherat. Jika merasa belum baik dan saat ini masih sendiri, manfaatkan waktu, berbenah dan perbaiki diri, kalau kata bang @herricahyadi
" Bahwa kita telah yakin kalau Allah ﷻ itu hanya akan memasangkan kita sesuai dengan kadar diri kita. Kalau kita baik, maka Dia ﷻ akan memberikan kita yang baik juga. Begitu sebaliknya. Jadi, menurut hemat saya, cara terbaik untuk merealisasikan janji Allah ﷻ tersebut adalah dengan menjaga diri kita sendiri menjadi baik."
_________
Sudah punya sepatu yang sama tinggal sebelahnya yang belum ada.
📷pinterest
22 notes · View notes
ummuaiysah · 1 year
Text
Jangan bangun narasi kesempurnaan dalam rumah tangga, karena pernikahan itu adalah pertautan antara dua sosok: yang satu pendosa, dan yang satu pendosa.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Semua bani Adam sering melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang sering melakukan kesalahan adalah yang sering bertaubat. [HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi dan lain-lain.]
Terinspirasi dari nasihat Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafizhahullaahu ta'ala dalam kajian tematik, "Ruh Sebuah Kehidupan".
140 notes · View notes
afsylail · 1 year
Text
Ujian Cinta yang Berbeda
Tumblr media
Apa yang lebih menyenangkan?
Menderita karena tidak ada tanda radar jodoh mendekat
Menderita karena kesulitan memilih siapa jodoh yang tepat
Keduanya tidak ada yang menyenangkan. Kadang, rasanya sama rata. Kita hanya diuji di titik terlemah kita. Entah kita yang kurang percaya akan janjiNya bahwa jodoh pasti datang di saat yang tepat. Entah ujian kita adalah tentang niat menikah itu sendiri.
Dan, sepertinya, tiap orang akan sampai di titik tersebut. Perasaan yang mulanya, mungkin tidak akan pernah terbesit sebelumnya. Saking menggebunya ingin menikah karena cinta maupun rasa ingin membalas kata-kata "kapan nikah?" Di saat hari raya.
Selamat datang di stasiun titik jenuh dengan gerbong tanda tanya. Tanda tanya akan "apa iya, sudah siap menikah?" "Apa iya, bisa bertahan?" "Bagaimana kalau langsung menjadi orangtua?" "Apa yang harus dikorbankan saat menikah?"
Ternyata, benar juga nasihat para sesepuh pernikahan, "Jodoh itu tidak usah dikhawatirkan." Karena, setelah jodoh datang, sangat banyak hal yang akan dikhawatirkan, direncanakan, dan dilakukan.
Engga heran kalau kata orang, "Menikah seperti menaiki satu anak tangga kehidupan." Seketika, kita akan menjadi orang yang berbeda. Beradaptasi besar-besaran dengan lingkungan, kebiasaan, dan pasangan.
Memang, memusingkan dan tiada habisnya jika hanya membicarakan teori tanpa eksekusi. Tapi, apalagi yang bisa dilakukan selain mengingat-ingat teori dan berdiskusi pada para sesepuh nahkoda rumah tangga?Pun begitu. Sesepuh sering menasehati, "Menikah tidak serumit itu ketika dijalankan." Dengan orang yang tepat, tentunya.
Semoga saja ... Semoga yang belum dipertemukan jodohnya, Allah pertemukan dengan skenario terbaikNya. Yang masih gundah gulana tentang pernikahan pun bisa segera yakin akan langkah ke depannya.
Seorang sahabat pernah mengingatkan ketika terlalu mengkhawatirkan tentang menyempurnakan separuh agama maupun goyah akan suatu keputusan, perbanyaklah membaca An Nas:
"Aku berlindung ke pada tuhannya manusia, raja manusia, sesembahan manusia."
"Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi."
"Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia."
55 notes · View notes
azmi-azizah · 6 months
Text
Sabarlah Menunggu
Lelaki yang baik, adalah yang memperjuangkanmu dengan elegan. Dia sopan, menjagamu dengan menghubungi walimu untuk niat baiknya. Mengajakmu berkenalan lebih dalam dan berdiskusi tentang rumah tangga dengan cara yang baik, sopan, ditemani / dalam pengawasan orang tua / pihak ketiga.
Dia siap mengajakmu mengarungi samudra dengan dia sebagai kaptennya. Dia mengenalkanmu pada keluarganya dan membujuk orang tuanya agar mau menerimamu.
Dia sangat menghargaimu dan memperlakukanmu layaknya ratu. Dia men-support mimpi-mimpimu dan mau berjuang bersamamu.
Tidak cuma manis di kata-kata, tapi dia membuktikan keseriusannya dengan aksi nyata. Memperjuangkanmu dalam heningnya malam dan mengupayakan cara-cara yang baik memenangkan hatimu untuk dia genggam melalui sebuah akad sakral bernama pernikahan.
Sabarlah hingga ia datang. Pasti ada. Allah tidak akan kehabisan stok lelaki baik untuk wanita yang baik.
Sabarlah hingga ia datang. Tak perlu tergesa dan takut kehilangan sehingga melanggar batas dan berinteraksi berlebihan.
Tetap kejar keberkahan dalam setiap proses menuju ibadah, apalagi ibadah terpanjang ini..
Kembalikan fokus pada mengejar ridho Allah dan bertanya pada Allah untuk dibantu memilih yang terbaik menurut-Nya. Bukan fokus pada sosok yang kita rasa tepat, padahal kita tak pernah tau apapun tentang masa depan.
Serahkan perihal hasil tentang upaya menjemput jodoh ini pada Allah aja, karena bukan ranah kita. Tetap berikhtiar, rendahkan ekspektasi, meminta doa dan nasihat orang-orang sholih, bismillah semoga yang terbaik.
Jadi, sabarlah dulu yaa.. diriku dan kalian yang sedang bertahan menjaga hati di masa penantian ini. ✨
8 notes · View notes
bukurumahtanggabahagia · 11 months
Text
Tumblr media
TERPERCAYA, WA 0821-2237-8089, Menjadi Suami Qowwam
KLIK https://WA.me/6282122378089, Ebook Suami Sejati, Qowwam, Suami Qowwam, Buku Rumah Tangga, Buku Rumah Tangga Bahagia, Buku Rumah Tangga Islam, Buku Untuk Belajar Rumah Tangga, Buku Ilmu Rumah Tangga, Serba 4 Menjadi Suami Qowwam
Deskripsi Buku 
🎯 Apa sih keuntungan yang anda membaca dari buku ini? 
Pelajari cara membangun hubungan harmonis dan kuat dengan istri Anda.
Temukan keseimbangan antara kebutuhan biologis, psikologis, dan spiritual dalam nafkah.
Jadilah suami yang mampu membimbing keluarga menuju visi besar.
Tingkatkan kualitas pendidikan anak Anda untuk menciptakan generasi gemilang.
📖 Tentang Penulis
Coach Hafidin, S. Ag, ahli motivasi dan konsultan keluarga.
Ingin menjadi suami yang tangguh dan bijaksana dalam keluarga? Temukan rahasia suksesnya dalam buku "Serba 4 menjadi Suami Qowwam" karya Coach Hafidin, S. Ag!
Wujudkan keluarga bahagia impianmu! 🌟
SPESIFIKASI BARANG:
Judul Buku: Serba 4 Menjadi Suami Qowwam
Pengarang Buku: Coach Hafidin
Harga Buku: Rp. 150.000
Halaman Buku: 168 H
Kualitas Buku: JERNIH
No pesanan : @rojali (wa 0821–2237–8089)
Jalumprit, RT.04/RW.01,
Waringinkurung,
Kec. Waringinkurung,
Kabupaten Serang, Banten
Kode Pos 42453
Lebih lengkapnya kunjungi juga : 
https://www.tokopedia.com/samawapublisher
Media Sosial :
0 notes
andromedanisa · 9 months
Text
Bagian dari cinta..
Ini tentang pernikahan. Dua orang yang Allaah tetapkan menjadi satu ikatan bernama pernikahan. Allaah pasangkan dua orang dalam kebaikan dan menjalani hari demi hari dengan berpasang-pasangan.
Namun teruslah ingat, bahwa Allaah menyatukan kedua hati tak lantas keduanya harus terus sempurna tidak ada cela. Tidak, tidak demikian. Rumah tangga Rasulullaah Shallaahu alaihi wassalam pun tak luput dari ketidaksempurnaan.
Oleh karenanya jika setiap rumah tangga nanti engkau menemukan kekurangan ada pada pasanganmu. Nasihat Al-Quran begitu tinggi, yaitu "Sabar". Jangan mudah marah, jangan membesarkan hal-hal sepele. sebab boleh jadi dibalik apa yang tidak engkau sukai, Allaah telah menyiapkan hikmah besar yang tidak pernah engkau sangka-sangka untuk melengkapi kekurangan yang didapatkan di setiap pasanganmu, dan itu bagian dari "taqwa".
Nasihat Syaikh Utsman Al-khamis hafidzhahullaah ta'ala :
"Demi Allaah, ada banyak nasihat tentang rumah tangga. Tapi saya katakan, nasihat terbaik untuk para pasangan suami istri adalah mengabaikan hal-hal sepele. Tidak perlu mempermasalahkan hal-hal sepele. Abaikan dan jalani saja. Tidak ada manusia yang sempurna. Jikalau dalam segala hal engkau selalu menyalahkan pasanganmu. Maka semua yang dia lakukan akan selalu salah dimatamu. Dan siapalah yang hanya memiliki kebaikan saja? Tidak ada sama sekali. Kecuali Rasulullah Shallaahu alaihi wassalam."
Barangkali memang benar ya, dalam rumah tangga itu hal yang kita kira besar akan menjadi ringan bila meminta pertolongan Allaah. Dan hal kita kira kecil, bisa menjadi rumit dan besar tanpa meminta pertolongan Allaah. Maka rumah tangga yang bahagia adalah keduanya saling memberi udzur untuk satu sama lain. Bahwa keduanya adalah manusia biasa yang jauh dari kata sempurna.
Dijadikan menjadi satu sama lain tidak lain tidak bukan untuk melengkapi kekurangan dan kelebihan yang telah dimiliki. Memahami bahwasanya rumah tangga adalah ibadah terlama yang mana untuk menjalankannya dibutuhkan sabar. Sabar tidak hanya dilakukan ketika ditempat ujian, namun juga kala menjalankan ibadah kepada Allaah. Itulah mengapa sabar tidak hanya berdiam diri saja tidak melakukan apapun. Sabar ridho dengan apapun yang telah ditetapkan namun terus berikhtiar hingga selesai.
Sabar itu adalah upaya, jika hari ini engkau menemukan sabar itu ada pada pasanganmu. Maka banyaklah bersyukur. Bersyukurlah kepada Allaah bila hari ini pasanganmu begitu berupaya ingin membahagiakan mu dengan cara-caranya yang untuk ukuranmu mungkin terlihat sederhana. Sebab kau tidak akan pernah tahu semaksimal apa upaya yang telah ia lakukan untuk memberikanmu sebuah kebahagiaan.
Tidak ada pasangan yang saling bertemu karena Allaah yang tidak saling berupaya untuk memberikan yang terbaik. Maka bila hari ini kau mendapati pasanganmu begitu berupaya sekali untuk memberikanmu kehidupan yang layak. Maka cara terbaik untuk membalas kebaikannya adalah dengan mendoakan kebaikan untuknya, bersyukur kepadaNya dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengupayakan hal yang sama kepadanya. Dengan cara melakukan yang terbaik pada perannya masing-masing.
Sabar, saling memberi udzur dan memaafkan pada hal-hal sepele. Akan mendatangkan ketenangan dan kebahagian bagi satu sama lain. Allaah akan hadirkan rasa itu kepada rumah tangga yang menahan dirinya untuk marah sekalipun ia sangat mampu untuk melakukannya namun ia tahan dan bersabar sebab Allaah yang perintahkan.
Tidak pernah ku lihat sebuah cinta yang lebih indah dari sebuah pernikahan yang dilandasi rasa takut dan cinta karena Allaah. Sebab sekecil apapun yang diupayakan dalam sebuah biduk rumah tangga akan selalu bernilai ibadah disisiNya.
Ya Allaah berkahilah setiap rumah tangga yang didalamnya saling mengupayakan kebahagian satu sama lain. Labuhkanlah cinta diantara keduanya di surgaMu nanti. Sebuah tempat yang tidak lagi menemukan rasa sakit dan sedih. Aamiin..
Mendoakan bagian dari cinta, dalam perjalanan menuju rumah || 10.45
301 notes · View notes
terusberanjak · 2 years
Text
"Mari saling meredam ego. Mari saling membahagiakan satu sama lain selama diberi kesempatan hidup. Sebab bila nanti salah satu dari kita harus pergi tanpa kembali, bukankah akan begitu menyedihkan bila kita tak melakukan yang terbaik untuk kita saat kita masih hidup? Bukankah nanti kita akan dihantui rasa menyesal?"
@terusberanjak
255 notes · View notes
kamilapermata · 3 months
Text
Peran Perempuan & Laki-laki
Dari kecil aku bercita-cita jadi dokter atau dosen, supaya bisa kerja tapi tetap punya waktu banyak dengan anak. Walaupun akhirnya tidak jadi dokter atau dosen, Alhamdulillah Allah kabulkan dengan jalan lain, yaitu dapat kesempatan kerja WFH selama 3 tahun ini. Tapi yang namanya kerja, walaupun WFH tetep ya the struggle is reaal. Kadang cinta banget dengan kerjaan yang memang banyak hitung menghitung dan olah data, hal yang memang aku suka. Happy juga punya teman-teman yang baik. Tapi kadang benci juga kalau sudah di-push, disuruh pusing & mikir sendiri, atau harus menghadapi drama/politik kantor yang menyebalkan heu heu.
Dari pengalaman bekerja selama 5 tahun ini, aku merasa kalau Islam itu agama yang sangat adil dan memuliakan wanita. Hamil, menyusui, dan mengurus anak itu sudah jadi tanggung jawab yang berat. Apalagi kalau ditambah harus mencari nafkah. Maka Allah bebankan kewajiban mencari nafkah itu pada suami. Kalau tidak memberi nafkah yang ma'ruf, suami berdosa (kecuali kalau ada udzur syar'i).
Sementara itu wanita tidak wajib mencari nafkah, bahkan sunah pun tidak. Sebelum menikah, Ayah menanggung nafkah anak perempuannya. Setelah menikah, tanggung jawab beralih ke suami. Jika suami & ayah tidak ada, beralih ke wali terdekat seperti paman atau saudara laki-laki.
Tapi bukan berarti wanita jadi diam saja & leha-leha. Wanita harus aktif beramal soleh dan memberikan manfaat. Satu nasihat dari Teh Karina Hakman yang sangat enlightening: Wanita bekerja untuk beramal, bukan untuk mencari nafkah. Jika pekerjaannya membuat dia kesulitan dalam mengurus dan mendidik anak, juga tidak punya supporting system yang membantunya dalam mendidik anak dengan baik, maka ia bisa mengganti pekerjaannya dengan jenis amal yang lain. Mungkin yang lebih fleksibel atau yang bisa dikerjakan dari rumah.
Aku memang memilih bekerja karena masih bisa bekerja dari rumah. Pekerjaanya pun tidak terlalu sibuk dan aku juga melakukannya tanpa tuntutan dari siapapun untuk memiliki penghasilan sehingga nothing to loose. Walaupun begitu tetap saja terkadang melelahkan.
Islam dengan sangat adil membagi peran suami dan istri: Suami bertanggung jawab mencari nafkah dan istri bertanggung jawab mengurus & mendidik anak. Tentu suami juga wajib mendidik anak tapi eksekusinya pasti lebih banyak dilakukan oleh istri. Terserah apa kata teori-teori feminisme jaman sekarang, tapi aturan ini datang dari Allah dan Allah lah yang menciptakan kita sehingga tau persis fitrah & kemampuan masing-masing laki-laki dan perempuan. Pembagian peran yang jelas ini pun akan meminimalisir konflik dalam rumah tangga. Tidak ada yang merasa lebih capek dan lebih berkorban. Karena semua punya porsinya masing-masing.
Tapi kita temui ada banyak juga kasus seorang ibu harus kerja keras karena tidak ada peran suami atau wali yang menafkahi. Maka dari itu, jika ibu rumah tangga atau ibu yang bekerja dari rumah minder karena merasa tertinggal atau karirnya tidak cemerlang, sadarlah, Bu, kita ini sesungguhnya diberi priviledge lain yang tak kalah berharga: bisa dengan leluasa membersamai anak penuh waktu tanpa dibebani tuntutan mencari uang :")
Bermain dengan anak itu menyenangkan, memeluk dan mencium anak itu menenangkan, melihat anak berkembang itu mengharukan, dan mengurus anak merupakan ladang amal yang saangat banyak. Betapa baiknya Allah menjadikan hal-hal yang menyenangkan bagi wanita, karena memang sudah fitrahnya, sebagai sumber seorang wanita mengumpulkan amal soleh.
Begitupun dengan laki-laki, betapa baiknya Allah menjadikan hal-hal yang sudah menjadi fitrah laki-laki - memiliki fisik yg lebih kuat, kemampuan logika yang umumya lebih baik dari perempuan, suka melindungi, memimpin, suka berkompetisi - menjadi sumber seorang laki-laki dalam mengumpulkan amal soleh, salah satunya saat mencari nafkah untuk keluarganya.
Semakin mengetahui aturan Islam, rasanya semakin terharu bagaimana Allah membuat aturan seadil-adilnya untuk kebaikan manusia sendiri. Tidak perlu bingung lagi dengan berbagai macam teori baru tentang peran dan kewajiban suami istri, semua sudah Allah atur dengan sebaik-baiknya.
3 notes · View notes
hellopersimmonpie · 2 years
Text
Kemarin gue buka email zaman kuliah buat nyari file thesis. Selain nemu file thesis, gue nemu emai-email gue ke temen. Kayak barusan banget tapi ternyata udah 10 tahun lalu.
Ada banyak kesalahan yang gue perbuat di masa lalu. Kikuk banget ngadepin orang. Gampang banget drama kalo kesenggol sesuatu. Gue pernah di fase nggak berani buka email-email gue pada masa itu.
Sekarang gue buka email tersebut dengan penuh rasa syukur. Kita mungkin pernah mikir, andai di masa lalu gue nggak bikin kesalahan, mungkin gue bakal udah sukses. Sekarang, pikiran-pikiran menyesali masa lalu tuh udah hilang dari otak gue. Bukan karena hidup gue udah sempurna. Tapi lebih karena gue menganggap setiap kesalahan tersebut adalah proses yang dilalui semua manusia untuk belajar hidup dan yang gue pelajari di masa lalu udah cukup banyak.
Ketika kita sudah mengenal diri sendiri dengan baik, apapun yang dikatakan oleh dunia luar, kita akan firm berdiri dengan menggenggam value yang kita percaya. Firm bukan dalam mode orang yang kena dunning-kreuger effect tapi tetap tenang ketika dunia luar memiliki value yang berbeda dengan kita.
Apakah dengan menulis ini hidup gue jadi tenang dan bebas dari bad mood? Tentu tidak. Gue masih tetep manusia biasa pada umumnya. Hanya saja, gue udah mulai belajar mengakui badmood ketika gue badmood. Dengan demikian, gue berhenti menyalakan diri gue atas segala perasaan tidak nyaman gue. Di samping itu, gue akan pelan-pelan menenangkan diri dan mindful. Agar langkah-langkah gue selanjutnya nggak harmful ke diri sendiri, nggak harmful ke orang lain juga.
Tentang Perempuan, Pernikahan dan Peran
Gue ditakdirkan masih belum menikah di usia 32 tahun. Takdir ini tentunya ngebawa gue pada dialog, nasihat dan mungkin prejudice tentang kenapa gue sampai sekarang masih menikmati hidup sendiri.
Udah nggak terhitung nasihat yang nyuruh gue nikah biar sewaktu tua gue nggak sendirian. Atau nasihat untuk nggak pilih-pilih pasangan, lagi-lagi biar kalau tua nggak sendirian.
Karena ini, gue tuh jadi memaklumi bahwa pola pikir manusia tentang pernikahan bisa beda banget. Bahkan sesama perempuan, memaknai ketaatan pada suami juga beda. Kalo dulu gue masih sering terlibat pada perdebatan-perdebaran semacam ini, sekarang gue lebih banyak diam dan memaklumi.
Hanya saja kalau ditanya apakah gue menganggap suami sebagai imam atau menganggap mereka setara sama gue? Gue lebih suka menjawab bahwa gue bakal nyari orang yang ngebuat gue tenteram untuk berjalan bersama dan berbagi ruang. Ketaatan mutlak manusia itu cuma milik Allah.
Ada banyak teman gue sesama perempuan yang diberi izin untuk berperan di ruang publik oleh suaminya untuk mencari eksistensi. Tapi ketika di ruang publik si perempuan mendapat posisi yang lebih tinggi, dia harus berjibaku dengan pilihan antara keluarga atau suami. Again, hal kayak gini tuh pilihan yang sangat personal. Urusan rumah tangga tuh hanya suami dan isteri yang tahu.
Tapi kalau gue boleh milih, gue bakal milih kehidupan rumah tangga yang orang-orangnya bisa saling mendengarkan impian masing-masing. Saling mendukung. Kalaupun ada mentok karena anak masih kecil dan seterusnya, gue akan menganggap masalah ini masalah bersama. Bukan masalah yang harus gue pikir sendiri dan depresi sendiri.
Hubungan yang nggak dua arah tuh melelahkan. Jangankan hubungan romantis, di ruang kerja, kalo kita mikir semua sendiri juga pasti melelahkan.
Sewaktu kuliah, gue tuh kerja part time. Jadi tiap ada kerja kelompok, gue pasti nunggu dikasih tugas. Gue mikir gue udah memenuhi kewajiban. Ternyata enggak. Gue masih ngasih beban membagi tugas dan compile dokumen ke temen.
Sewaktu kerja, gue beberapa kali jadi orang yang harus standby sendiri di ruangan pas semua pergi. Dan itu melelahkan sekali ketika harus memikir semua sendiri.
Tapi lelah dan bad mood itu pelan-pelan hilang ketika ada temen datang kemudian merapikan meja dokumen biar kalo kerja nggak ribet, masang arduino ke printernya bisa diakses online, ngerapiin kabel lan dan sebagainya. Hal kayak gitu membuat gue merasa tenang karena jika kenyamanan seisi ruangan diperhatiin, gue nggak ngerasa ngejalanin semua pekerjaan sendirian.
Gue lebih suka orang-orang yang bisa membicarakan perasaan tidak nyaman kemudian dipecahkan bersama. Daripada secara brutal memaksa diri sendiri menghadapi ketidaknyamanan tersebut kemudian kehilangan empati ke orang lain.
Sebagai perempuan, gue punya rasa khawatir sendiri. Bagaimana kalau gue hamil atau punya anak nanti, gue harus mikir semua sendiri karena suami gue tahunya bahwa tugas suami mencari nafkah? bagaimana kalo misal gue ada kerjaan urgen di kampus dan suami gue malah ngelarang gue dan memenuhi dada gue dengan rasa bersalah karena gue nggak peduli sama keluarga. Gue belum menikah tapi gue menganggap rasa khawatir ini valid karena di sekitar gue ada banyak rumah tangga yang demikian.
Tentunya ini bukan bentuk rasa takut yang membuat gue menganggap negatif semua pernikahan. Rasa takut ini seperti kompas yang membantu gue berjalan ke arah mana, kelak, pada akhirnya.
....
Selama gue hidup dan belajar pelan-pelan memahami diri gue, gue memandang bahwa semakin pribadi kita berkembang, semakin kita mengenal kebesaran Allah. Maka penting bagi kita untuk saling memberi ruang bertumbuh. Bukan sekedar menganggap pekerjaan di luar tuh ruang untuk mencari eksistensi.
Andai gue punya uang yang tidak terbatas yang ngebuat gue nggak perlu kerja lagi, gue bakal tetap milih menjadi researcher. Karena dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dunia riset selalu ngebuat mata gue berbinar dan lagi.....sebagai manusia yang kecil, gue melihat ada kebesaran Allah di situ.
Gue merasa hidup banget ketika gue belajar hal baru. Nemu mekanik-mekanik baru di game. Ngelihat proses interaksi antara psikologi manusia dengan mekanika di game. Ngelihat kode-kode yang rapi dan seterusnya.
Tapi gue juga belajar untuk tidak greedy. Secinta apapun kita pada sesuatu, ada masanya kita burn out juga. Dan itu sangat manusiawi. Makanya, jangan pernah memandang istirahat sebagai waktu yang terbuang. Istirahat itu hak kita :")
Dengan memahami hal tersebut, kita belajar untuk memberi rasa nyaman ke sesama manusia dengan tulus. Bukan people pleaser yang memberi banyak hal ke orang lain tapi perasaannya kosong.
Kalau kita punya trauma atau pola attachment yang buruk, kita perlu ingat bahwa berusaha lepas dari masalah tersebut adalah tanggung jawab kita. Bukan tanggung jawab orang yang menyakiti kita. Dengan demikian, kita jadi mindful untuk bertindak dan berkata-kata. Agar kita nggak menyakiti orang lain dan agar kita nggak mendatangkan rasa sakit dalam hidup kita.
Nggak semua battle perlu kita ikuti. Nggak semua hal tidak menyenangkan di luar rumah perlu kita bawa ke rumah.
Dulu gue memandang bahwa perempuan suka baper dan laki-laki lebih rasional. Tapi pada kenyataannya tidak selalu demikian. Manusia punya titik rapuh masing-masing. Laki-laki juga punya sisi tidak rasional. Punya sisi emosional juga. Mengabaikan hal-hal tersebut akan membuat kita luput belajar memahami emosi dan mengatur respon kita terhadap emosi tersebut.
........dan rasiopun kadang menipu. Kadang kita menganggap sudah menggunakan akal untuk membuat decision terbaik, seobjektif mungkin. Tapi nyatanya....psikologi dan persepsi manusia itu rumit. Nggak ada manusia yang bebas bias.
Dalam mengambil keputusan, alih-alih berdebat antara mana yang lebih penting antara akal dan hati, gue lebih memilih untuk belajar tawakkal kepada Allah. Meminta hidayah sekaligus menghadirkan kesadaran bahwa Allah bersama kita sebelum mengambil keputusan, saat mengambil keputusan dan saat menghadapi konsekuensi dari keputusan tersebut.
Kita hidup di bumi dengan sunnatullah yang sudah ditentukan. Dalam mengambil keputusan, nalar kita berhadapan dengan itu. Rasional artinya menggunakan akal untuk mengenali sunnatullahnya. Bukan menyembah logika. Apalagi menyangkal kebesaran Allah.
Setiap kali gue menemukan benturan tentang mencari jalan "rasional" atau "tidak rasional", gue selalu balik pada pertanyaan:
Siapa yang menciptakan hukum sebab akibat? Dan siapa yang menciptakan akal untuk mencernah hukum tersebut?
Gue memahami kegunaan akal sekaligus mengakui keterbatasan gue dalam menggunakan akal tersebut. Maka atas segala bias penilaian gue, gue selalu berharap Allah melimpahkan ampunan dan memberi gue hidayah.
Kalau kita menganggap perempuan sebagai makhluk emosional dan menganggap laki-laki sebagai makhluk rasional, pada akhirnya kita akan kehilangan rasa urgensi untuk belajar melembutkan hari dan mempertajam nalar. Akal dan emosi, keduanya karunia Allah :")
Jadi yhaaa......
Sampai sekarang gue masih merasa membatasi perempuan untuk memilih tuh sangat irrelevant. Tanpa dibatasi macem-macempun, hidup manusia tuh udah berat. Udah dipaksa realita untuk mengorbankan banyak hal :")
Kalo realita nggak membatasi kamu untuk bergerak, kenapa kamu harus membatasi sendiri?
Agama
By default, gue bukan orang yang tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan teologi dan spiritual karena manusia yang membicarakan agama tuh spektrumnya banyak sekali. Ada yang memang santai aja, ada yang udah kena dunning-kruger effect jadinya menyebalkan.
Kemarin pas jam istirahat, gue mendengar obrolan temen gue sama mahasiswa gue tentang apa bedanya Katolik dan Protestan. Habis itu temen gue betanya kenapa Katolik dan Protestan dianggap dua agama padahal sama-sama Kristen dan seterusnya.
Dulu gue mikir bahwa semua agama tuh ya sama kayak Islam. Teologi dan perangkat aturannya sama. Tapi ternyata nggak. Beberapa agama tuh ajaran teologisnya ya cuma mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Di samping itu, "ibadah mahdhah"-nya dikit.
Sementara islam tuh Ibadah Mahdhah alias ritualnya banyak sekali. Sholat, Puasa, Zakat, Haji, belum lagi shalat-shalat yang sunnah dan seterusnya.
Waktu mahasiswa gue udah pergi, temen gue bilang:
Agama kita memang sempurna dan syumul. Perlu kita syukuri.
Sementara di sisi lain, gue gatal banget buat usil bilang:
Tergantung yang ngelihat. Kalo yang ngelihat tuh bukan orang yang engage banget sama agamanya, dia akan bilang kalo islam itu ribet. Apa-apa diatur ~XD
Tapi gue mengurungkan niat. Demi apa usil kayak gitu ~XD
On serious note, agama itu konsep yang abstrak. Persepsi kita terhadap agama sangat bergantung pada kondisi mental kita. Agama bisa jadi tempat berpulang yang menyenangkan, bisa jadi alat untuk abuse power, bisa jadi hiasan dan seterusnya.
Mensyukuri hidayah itu penting. Tapi mempelajari agama dengan tenang tanpa merasa superior juga penting. Karena....balik lagi ya....kita hidup dengan orang lain tuh setara. Sekali kita merasa superior atas dasar apapun, pelan-pelan kita jadi merasa berhak untuk tidak memanusiakan orang lain atas dasar superioritas itu. Padahal Allah memerintahkan kita untuk menjaga kehidupan sesama makhluk.
Jadi yhaaa mari menikmati ketenangan :")
Belajar jadi manusia yang baik, yang memeluk agamanya dengan baik dan memperlakukan sesama makhluk dengan baik pula.
129 notes · View notes
chs11sep · 9 months
Text
Setiap perempuan selalu memimpikan seorang pasangan, pemimpin, imam, sekaligus sahabat yang bisa dijadikan acuan dalam hidupnya. Yang selalu bisa mendukungnya, membimbingnya, dan menasihatinya dengan perkataan lembut yang penuh cinta.
Tapi nggak semua laki-laki bisa seperti itu. Mereka besar akan ego dan rasa lebih tahunya, atau mungkin kasarnya "sok tahu". Seakan dia lebih tahu dan lebih benar, lalu menyampaikan apa yang ada dalam kepalanya kepada orang yang dia sayang dengan kata-kata yang dia sendiri nggak pernah sadar kalau apa yang keluar dari mulutnya telah menyakiti hati perempuannya.
Pantaskah seorang imam lebih mendahulukan ke-egoannya agar terlihat baik di mata orang lain, tapi tidak peduli dengan situasi, kondisi, dan perasaan makmumnya (perempuannya)?
Bisakah kalian membedakan mana nasihat dan mana justifikasi, mana yang sopan dan mana yang tidak sopan?
Hal paling menakutkan dalam kehidupan rumah tangga mungkin salah satunya adalah ego yang kadang susah untuk diturunkan. Perbedaan sudut pandang yang selalu berhenti di itu itu saja. Kadang, orang yang merasa punya lebih kecukupan, tak selalu mau tahu dengan perasaan orang lain di bawahnya, sekalipun orang lain itu adalah orang yang dia sayangi. Hidup acapkali selucu itu.
2 notes · View notes